Sabtu, 01 Desember 2007

T-Cash Telkomsel :

Ponsel Sebagai Alat Pembayaran Digital

Orang bilang, dompet tertinggal di rumah lebih baik daripada telepon genggam (ponsel) yang tertinggal. Itu karena, dia khawatir istri atau suaminya tahu, kalau-kalau selingkuhannya menelepon atau mengirim pesan singkat (SMS). Ia pun rela pulang lagi ke rumah hanya untuk mengambil ponsel yang tertinggal.

Kelak, tak lama lagi, dompet menjadi tidak berguna lagi. Bahkan, fungsi dompet telah digantikan oleh ponsel. Untuk membayar tiket bus, membeli bensin, membayar tol, membeli makan atau minum, belanja, nonton film, dan membeli tiket. Bahkan, meski kartu tanda pengenal kantor (ID Card) tertinggal, ponsel bisa menggantikannya untuk memasuki gedung kantor. Atau, kunci apartemen tak perlu lagi, karena ada handphone yang telah menjadi dompet bergerak (mobile wallet).

Dompet bergerak itu adalah ponsel. Tak seperti mobile commerce, mobile wallet lebih lengkap. Di dalamnya ada segala jenis kartu plastik, mulai dari kartu keanggotaan dari suatu lembaga (membership cards), kartu wisata (travel cards) dan loyalty card hingga informasi-informasi yang sensitif, seperti passport, kartu kredit, nomor kode rahasia (PIN), rekening belanja online, polis asuransi. Semua itu tersimpan di dalam ponsel dengan tingkat keamanan berlapis.

Negara pertama yang menerapkan mobile wallet adalah Jepang. Adalah NTT DoCoMo yang memeloporinya dengan sistem Felica-nya. Beberapa vendor handset dunia ikut mendukungnya dengan menghadirkan handset 3G, seperti Fujitsu F900iC, dan vendor lain, seperti NEC, Panasonic, Sharp, Mitsubishi, dan Sony Ericsson. Di Korea Selatan, mobile wallet ini digelar SK Telecom dengan nama layanan Moneta. Di Afrika Selatan oleh MTN Group, bahkan di Filipina dengan nama G-Cash.

Masih Offline

Bagaimana dengan Indonesia?

Telkomsel merintisnya sejak tahun lalu. Pada Januari 2007, operator seluler terbesar di Tanah Air itu mendapat izin dari Bank Indonesia untuk menerbitkan kartu sebagai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Pada 27 November 2007, operator dengan jumlah pelanggan 45 juta ini resmi meluncurkannya di Kantor Menteri Negara BUMN, Jakarta.

“Saat ini masih offline,” kata Direktur Utama Telkomsel Kiskenda Suriahardja di Jakarta, Jumat (30/11/2007).

Pelanggan Telkomsel kini bisa mengatifkan ponselnya agar menjadi dompet berjalan dengan registrasi melalui pesan singkat (SMS). Dengan mengetik REG TCash Nama#Tanggal Lahir dan kirim ke 2828, jadilah ponsel itu sebagai dompet bergerak alias alat pembayaran digital. Pelanggan perlu mengisi dompet bergeraknya (minimum Rp 50 ribu), dan ponsel itu bisa dipakai untuk melakukan pembayaran. Untuk saat ini, dompet berjalan itu baru bisa diterima di Indomaret dan Fuji Image Plaza, top-up pulsa, dan pembayaran kartu Halo.

Sekali lagi, layanan digital cash milik Telkomsel yang diberi nama T-Cash itu masih offline. Transaksi dilakukan dengan teknologi Identifikasi Frekuensi Radio (RFID), layaknya kartu Time Zone, lokasi permainan anak-anak. Artinya, T-Cash itu belum tersambung ke jaringan infrastruktur Telkomsel. Layanan ini baru bisa dinikmati di wilayah Jakarta, dan segera di kota lain. “Pada saatnya, layanan ini akan online sehingga ponsel benar-benar menjadi dompet berjalan,” kata Kiskenda.

Less Cash Society

Mobile wallet ini merupakan kelanjutan dari mobile banking, yang diluncurkan pada Mei 2000. Kini ada 35 bank yang sudah online, dan 2,7 pelanggan yang memanfaatkan layanan itu. Sedangkan untuk mobile wallet, Telkomsel yang membidik pelanggan mobile banking itu, kini baru menggandeng empat bank, yakni Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Muamalat. Merchant juga baru dua. Ini semua akan ditambah.
Pada saatnya, ponsel benar-benar akan menggantikan fungsi dompet. Bahkan, ponsel telah menjadi akuntan, sekaligus kasir seseorang. Sebuah cita-cita untuk menghadirkan less cash society.

“Kami punya teknologi. Kami punya jaringan infrastruktur. Kami punya komunitas dengan 46 juta pelanggan. Kami punya jaringan distribusi hingga 260 ribu titik tersebar di seluruh Indonesia,” kata Kiskenda, yakin.

Meski begitu, Kiskenda sadar betul, untuk mewujudkan less cash society, Telkomsel tidak bisa melakukannya sendirian. Jaringan infrastruktur, jaringan distribusi, dan pelanggan yang puluhan juta itu tidak ada artinya tanpa dukungan dari bank, merchant, back end, dan switching provider untuk settlement dan rekonsialiasi.

Bank adalah muara dari segala transaksi yang dilakukan dan tempat penyimpanan dana. Merchant, penjualan barang dan jasa, adalah pihak yang akan menerima alat pembayaran mobile wallet. “Ke depan, kami ingin menambah merchant lebih banyak lagi, seperti supermarket, pusat perbelanjaan, angkutan umum, vending machine, pertokoan, rumah sakit, toko buku, restaurant, pom bensin, dan department store,” kata Kiskenda.

Selain itu, Vice President Mobile Commerce Telkomsel Bambang Supriogo menambahkan, alat transaksi elektronik T-Cash telah mendapat izin dari BI, dan dalam implementasinya menggunakan dasar hukum dari BI. Sementara Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITR) sedang dirampungkan, T-Cash tetap jalan. “Kami saat ini berpegangan pada pedoman dari BI. Kalau Undang-Undang ITE sudah rampung, kami akan mengikutinya," lanjut Bambang.

Telkomsel telah menempatkan Indonesia sejajar dengan negara maju lain. Namun, apakah layanan mobile wallet ini, kelak dioperasikan oleh unit usaha tersendiri atau tetap di Telkomsel?

Kiskenda tak mau menjawabnya. Ia hanya mengungkapkan, di Jepang, NTT DoCoMo, operator telekomunikasi, yang memelopori mobile wallet, lalu mengubah diri menjadi bank. DoCoMo kini melayani pelanggannya, tidak hanya untuk digital cash, tapi juga memberikan kredit, mirip kartu kredit.

Di Afrika Selatan, bank yang memeloporinya dan memiliki anak usaha yang bergerak sebagai operator telekomunikasi (MTN Group). Sedangkan di Filipina, operator telekomunikasi memiliki bank yang mengoperasikan mobile wallet. “Yang mana yang baik untuk Indonesia?” tanya Kiskenda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar