Senin, 17 Desember 2007

Kartel SMS: (bagian 1)

8 Operator Terbukti Lakukan Kartel


Komisi Pengawas Persiangan Usaha (KPPU) akhirnya menyatakan, delapan operator telekomunikasi di Indonesia terbukti melakukan praktik kartel tarif SMS. Kesimpulan itu diperoleh dari hasil pemeriksaan pendahluan terhadap delapan operator telekomunikasi.

Ketua KPPU Muhammad Iqbal mengatakan, tim KPPU telah memeriksa delapan operator telekomunikasi terkait dugaan praktik kartel tarif SMS minggu lalu. Ke delapan operator telekomunikasi itu adalah PT Excelcomindo Pratama (XL), PT Telkom, PT Telkomsel, PT Indosat, PT Hutchinson CPI, PT Smart Telecom, PT Mobile-8, dan PT Bakrie Telecom. Kedelapan operator itu diperiksa sejak awal November 2007.

"Dalam pemeriksaan pendahuluan sudah ditemukan bukti yang kuat bahwa memang terjadi kartel SMS oleh delapan operator di Indonesia," kata Ketua KPPU M Iqbal di Jakarta, Senin (17/12/2007).

Menurut dia, bukti yang ditemukan KPPU tersebut cukup sebagai rekomendasi untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap delapan operator tersebut. “Pemanggilan lanjutan terhadap saksi-saksi dan terlapor (operator telekomunikasi, red) akan dilakukan pada awal Januari 2008. Ini untuk mendapatkan bukti-bukti yang lebih kuat,” katanya.

Iqbal menjelaskan, kartel SMS yang dilakukan oleh pengusaha tersebut melanggar Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pasal 5, yakni mengenai pengaturan harga.

“Dari pemeriksaan pendahuluan, tim menemukan ada perjanjian tertulis antaroperator telekomunikasi untuk menetapkan tarif SMS di Indonesia sekitar Rp 250-350 per SMS,” jelas dia.

Perjanjian tersebut, kata dia, amat merugikan konsumen. “Menurut BRTI, tarif SMS di Indonesia seharusnya hanya Rp 75. Tapi yang berlaku lebih tinggi dari itu,” katanya. BRTI adalah Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar.

Namun, apa yang disampaikan KPPU tersebut adalah hasil pemeriksaan pendahuluan. Setelah itu, KPPU membentuk Majelis Komisi untuk melakukan pemeriksaan lanjutan sebelum memvonis apakah benar delapan operator itu bersalah melakukan kartel SMS atau tidak. Pemeriksaan lanjutan itu, membutuhkan waktu paling cepat 30 hari.


Biaya Pokok SMS Cuma Rp 75


Anggota BRTI Heru Sutadi mengatakan, pihaknya tidak pernah melaporkan secara resmi kepada KPPU tentang dugaan praktik kartel dalam pengenaan tarif SMS itu. Namun, dia mengakui, BRTI mengkritisi tarif SMS yang mencapai Rp 250-350 itu lewat media massa.

“Jadi, kalau KPPU menilai apa yang disampaikan BRTI di media massa itu sebagai indikasi awal, ya. Setelah itu terserah mereka. KPPU kan memang memiliki kewenangan untuk itu,” kata Heru, Selasa (11/12/2007).

Menurut Heru, tarif SMS yang diterapkan beberapa operator telekomunikasi seluler saat ini terlalu tinggi. Padahal biaya interkoneksi itu Rp 38 atau untuk dua pihak (operator penerima dan operator pengirim SMS) menjadi Rp 76.

“Jadi, kalau biaya pokoknya cuma Rp 75 per SMS, berarti tarif SMS yang berlaku sekarang ini sekitar 300-400% dari biaya pokok. Banyak sekali keuntungan yang diraup operator,” kata Heru.

Meski tarif telepon seluler jauh di atas formula tarif yang diberikan BRTI, menurut anggota BRTI Kamilov Sagala, pihaknya tidak memiliki kuasa untuk menindak operator yang memberi tarif terlampau mahal kepada pelanggan. “Ini bukan wialayah kami lagi. Para operator memang berhak menetapkan tarif SMS, kami hanya memberikan platform harga saja kepada mereka,” ujar Kamilov, Rabu (12/12).

Namun, dia berharap pihak operator dapat mempertimbangkan untuk menurunkan biaya tarif SMS masing-masing operator. Hal ini mengingat, jurang yang sangat lebar dari biaya pokok yang diberikan BRTI dengan biaya yang dibebankan operator. “Margin yang diambil operator sangat besar, bisa 2-3 kali lipat dari tarif dasar. Sudah sewajarnya mereka untuk menurunkan tarif tersebut,” kata dia.

Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, berdasarkan perhitungan sebuah konsultan, biaya layanan SMS originasi sebesar Rp 38, dan terminasi Rp 38 sehingga biaya dasar SMS sebesar Rp 76. Dengan biaya dasar itu, tarif SMS yang kompetitif seharusnya sebesar Rp114. Bahkan, berdasarkan perhitungan BRTI, tarif SMS seharusnya Rp 52.

Menurut Basuki, biaya dasar SMS sebesar Rp 76 tersebut merupakan biaya jaringan (network cost) yang berlaku. Ini yang dijadikan salah satu dasar penetapan tarif pungut atau tarif ritel. "Sesuai perkembangan teknologi, maka network cost cenderung turun. Dan pada 2008 besarannya sudah turun menjadi Rp 52," kata Basuki.

Sesungguhnya, ujar Basuki, dalam memberikan layanan, operator sudah masuk pada persaingan sehat. Itu terlihat dari tarif yang diberlakukan operator yang mengacu pada mekanisme pasar. Dalam penetapan tarif SMS, operator juga memasukkan komponen biaya selain biaya jaringan (network), seperti biaya aktivitas, inovasi produk dan plus margin keuntungan.

"Kami tidak bisa menentukan berapa besaran atau kisaran tarif SMS. Itu kami serahkan ke masing-masing operator. Kalau mereka tidak efisien sehingga tarif SMS lebih tinggi dari operator lain, biar konsumen yang memilih," ujarnya.

Ia mengakui, pemerintah tidak mengatur tarif SMS dalam regulasi tersendiri, karena awalnya SMS dianggap sebagai fasilitas tambahan. Sekarang SMS telah menjadi sumber pendapatan utama operator dengan kontribusi hingga 50%. Oleh karena itu, pihaknya sudah membentuk tim untuk memnggodok regulasi penetapan tarif SMS interkoneksi dan diharapkan rampung tahun ini dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen).


Operator Akui Ada Kesepakatan


Seorang direktur salah satu operator telekomunikasi di Indonesia mengakui, dulu memang pernah ada kesepakatan atau perjanjian di antara operator untuk tidak saling menurunkan tarif SMS yang terlalu signifikan. Dia tak bersedia menyebut namanya. Inilah yang menjadi bukti kuat bagi KPPU untuk menyatakan delapan operator telepon nirkabel terbuktir melakukan praktik kartel tarif SMS.

Direktur operator telekomunikasi di Indonesia yang tidak bersedia disebutkan jati dirinya itu mengatakan, kesepakatan antaroperator telekomunikasi untuk tidak menurunkan tarif SMS itu dimaksudkan agar tidak mengakibatkan kebanjiran trafik SMS yang bisa menyebabkan terganggunya jaringan. Ini bisa mengakibatkan jaringan SMS yang menggunakan signal link itu menjadi down.

“Jaringan SMS itu berbeda dengan voice. Kalau trafik suara sudah memenuhi jaringan, otomatis telepon (suara) tidak masuk alias diblok dengan sendirinya. Sedangkan SMS, meski jaringan sudah penuh, SMS masih antre menunggu giliran. Inilah yang bisa menyebabkan jaringan down,” kata dia, Selasa (18/12/2007).

Namun, kata dia, sesungguhnya kesepakatan tersebut dibuat atas dasar untuk menjaga jaringan masing-masing operator. “Kalau salah satu operator A menurunkan tarif SMS, lalu pelanggan dari operator A tersebut rama-ramai mengirimkan SMS ke pelanggan di operator B, ini bisa berbahaya bagi jaringan operator B. Itulah tujuan sebenarnya dari kesepakatan antaroperator itu, dan kini kesepakatan itu sudah tidak berlaku lagi,” kata dia.

Tentang alasan operator bahwa penurunan tarif SMS akan menyebabkan jaringan BTS operator jebol, menurut Heru, hal itu sebagai alasan mengada-ada. “Itukan alasan bisnis. Kalau mereka mau memberikan tarif yang benar, mereka seharusnya mengantisipasi agar jaringan tidak jebol. Itukan, secara teknologi bisa dicegah,” kata Heru.

Menurut Heru, layanan SMS tidak memiliki jejak rekam sebagaimana layanan suara sehingga tidak membebani jaringan. “Hal seperti ini harusnya diketahui operator. Memangnya kami tidak memiliki pengetahuan tentang teknologi telekomunikasi. Justru sehari-hari kami hidup berdampingan dengan teknologi tadi,” ujar dia.

Heru juga tidak percaya dengan alasan operator bahwa operator juga memberikan promosi tarif, baik telepon (percakapan) maupun SMS. “Tarif promosi berbeda dengan tarif yang berlaku. Tarif promosi itu hanya berlaku, misalnya ke sesama operator dan pada jam-jam tertentu, dan lain-lain,” kata Heru.

Sementara itu, Ketua BRTI yang juga Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar lebih memilih diam. “Biarlah KPPU bekerja. Itu kan merupakan otoritas kewenangan KPPU. Pemerintah siap apabila diminta KPPU untuk memberikan keterangan. BRTI dalam hal ini juga sudah dipanggil. Kami selama ini bekerja sama dengan baik dengan KPPU,” ujar Basuki.


Karena Tak Ada Regulasi


Meski ada direktur salah satu operator telekomunikasi seluler mengakui adanya kesepakatan tertulis, Direktur Marketing PT Indosat Tbk Guntur S Siboro tetap menolak, pihaknya terlibat dalam kesepakatan itu. “Silakan saja tanya saja sama dia. Indosat tidak pernah membuat kesepakatan soal tarif SMS,” kata dia.

Guntur mengatakan, kalau ada kesepakatan antaroperator tentang tarif SMS, kenapa tarif SMS yang diberlakukan tidak sama. “Di Indosat, misalnya, tarif SMS off net (antaroperator) untuk Mentari Rp 350 dan IM3 Rp 88. Di Telkomsel, tarif SMS off net untuk Simpati Rp 350, tapi untuk Kartu AS cuma Rp 299,” kata Guntur.

Namun, Dirut Indosat Johnny Swandy Sjam mengatakan, selama ini tidak ada regulasi yang mengatur tentang tarif SMS. Namun kalau pemerintah mau membuat aturan tentang hal itu silakan saja, dan para operator akan mengikuti apa pun peraturan pemerintah.

"SMS adalah value added service. Inti permasalahannya adalah belum ada regulasi yang mengatur masalah tarif SMS tersebut. Jadi, selama ini kami, antar operator, mengatur sendiri. Kalau pemerintah mau mengatur dalam bentuk regulasi, pasti kami dan operator lain akan mengikuti aturan yang ada," jelas Johnny, Selasa (18/12).

Menurut Johnny, tarif SMS berbeda dengan VoIP yang sudah ada regulasinya, khususnya terkait untuk biaya interkonneksi.

Meski mengakui bahwa karena tidak ada regulasi pemerintah mengenai tarif SMS sehingga operator mengaturnya sendiri, Johnny menyangkal tuduhan KPPU tentang dugaan kartel tarif SMS itu.

Direktur PT Mobile-8 Telecom Tbk Merza Fachys juga menolak bukti yang ditemukan KPPU bahwa delapan operator, termasuk PT Mobile-8, telah membuat kesepakatan untuk menjaga tarif SMS antaroperator (off-net) tidak turun-turun, yakni Rp 299-350. “Semua operator memang punya perjanjian kerja sama untuk membolehkan masing-masing operator melewati traffic miliknya, namun tidak ada yang membahas mengenai kartel,” ujar dia.

Mengenai tarif SMS antaroperator yag tidak pernah berubah, menurut Mirza, itu juga tidak sepenuhnya benar. Ia juga menolak temuan BRTI yang mengatakan, tarif dasar SMS sebenarnya Rp 75. Angka itu cuma didasarkan pada best practice tiga operator seluler terbesar saat ini, yakni Telkomsel, Indosat, dan XL.

“Wajar kalau Rp 75 itu untuk tiga operator besar itu, karena tiap hari masuk ratusan juta SMS. Sedangkan kami cuma empat juta sehari, sehingga tidak benar dengan angka BRTI itu,” kata dia.

Menurut Mirza, SMS adalah bisnis operator untuk mencari keuntungan. “Jadi, kalau bisa mahal, kenapa mesti murah. Ini semua kembali kepada strategi marketing masing-masing. Kalau dengan Rp 350 laku, kenapa mesti turun. Namun akan menjadi bebreda apabila pemimpin pasar menurunkan tarif,” kata Mirza.

Lanjut ah...

Jumat, 07 Desember 2007

SOAL KODE AKSES SLJJ

Telkom Minta Pemerintah Adil

JAKARTA – PT Telkom Tbk minta pemerintah adil dalam memutuskan pembukaan kode akses SLJJ. Meski demikian, direksi Telkom melarang karyawan berdemo menentang keputusan pemerintah tentang pembukaan akses SLJJ.

Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah mengatakan, keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) No 408/2007 yang mengharuskan Telkom membuka kode akses sambungan langsung jarak jauh SLJJ adalah keputusan yang sudah dipertimbangkan dengan masak-masak oleh pemerintah dan dianggap sebagai jalan tengah bagi semua pihak.

Namun, buat Telkom, kata Rinaldi, keputusan pemerintah itu bukan akhir, melainkan lebih kepada proses. “Jangan dilihat hal ini sebagai yang terakhir, direksi dan manajemen sudah berusaha untuk memberikan pengertian kepada pemerintah mengenai perlunya perubahan peraturan terkait dengan SLJJ,” ujar Rinaldi di Jakarta, Senin (10/12).

Ia menjelaskan, pembukaan kode akses SLJJ memang terjadi perubahan, yakni yang semula lima kota (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dan Batam) kini menjadi satu kota (Balikpapan). Semula, akses SLJJ dibuka pada akhir tahun ini, kini dimulai pada 3 April 2008.

Balikpapan bukanlah daerah strategis dalam menyumbang pada pendapatan Telkom “Jadi saya rasa, kerugian yang kami prediksi dengan dibukanya akses SLJJ di daerah ini cukup kecil. Secara umum, memang kami juga belum terlalu banyak membangun akses di sana,” kata dia.

Meski demikian, Rinaldi kembali menekankan tentang masalah perlakuan adil dari pemerintah dalam menangani kasus ini. Khususnya, dia mempertanyakan komitmen operator lain (PT Indosat) yang mendapatkan lisensi untuk menyelenggarakan SLJJ, terkait dengan jumlah koneksi yang telah dibangun.

“Kita juga harus bertanya kenapa operator lain tidak membangun jaringan. Kalau kami dianggap mereka (Indosat) masih kecil, bagaimana dengan mereka (Indosat)? Kalau seperti itu, berarti mereka yang nebeng di jaringan kami,” ujar Rinaldi.

Rinaldi menjelaskan, waktu dan prasyarat yang diharuskan pemerintah terhadap pihak operator lain (Indosat) dan pengalaman yang belum terlalu banyak di SLJJ akan menjadi kendala tersendir bagi operator tersebut. ”Operator lain juga saya yakin perlu waktu untuk membangun jaringan pelanggan. Jangan lupa kami juga mempunyai akses ke pelanggan mereka dengan adanya peraturan ini,” kata dia.

Ketika pemerintah mengumumkan Permen No 408/2007, Direktur Marketing Indosat Guntur S Siboro mengeluarkan pernyataan. ”Kami berharap hal ini akan dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan iklim berkompetisi yang lebih sehat, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan pelanggan,” kata dia.

Sejak mendapat lisensi SLJJ pada 2002, Indosat telah membangun jaringan SLJJ dan sudah siap di 23 kota. Dari 23 kota tersebut jaringan SLJJ Indosat sudah digunakan untuk melayani jaringan tetap Indosat di 20 kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Batam, Balikpapan, Bogor, Malang, Bandung, Pekanbaru, Semarang, Yogya, Solo, Cirebon, Banjarmasin, Padang, Pontianak, Palembang, Lampung dan Makassar. Jaringan tersebut saat ini telah dimanfaatkan untuk layanan StarOne dan IndosatPhone.

Indosat, kata Guntur, juga telah mewujudkan komitmennya menggelar jaringan fixed akses dengan kapasitas sampai dengan 2,5 juta pelanggan hingga akhir 2006 atau mencapai sekitar 130% dari target kapasitas pembangunan seperti yang disyaratkan dalam lisensi. Hingga saat ini Indosat telah menggelar layanan ini melalui produk StarOne di 24 kota di seluruh Indonesia, dan akan bertambah menjadi 46 kota dalam waktu dekat.

Sekar Telkom Dilarang Demo

Direksi Telkom tidak mengizinkan karyawannya berunjuk rasa menentang kebijakan pemerintah tentang SLJJ. Aksi tersebut bukan langkah yang terbaik dan tidak akan menyelesaikan masalah. Kalau ada yang belum puas sebaiknya menggunakan jalur hukum.

“Pada dasarnya aksi mereka di luar izin direksi. Walaupun kami juga menghargai aksi tersebut sebagai bagian dari ungkapan rasa cinta mereka terhadap tempat kerja mereka sekarang, hal ini tidak patut dilakukan,” kata Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah di Jakarta, Senin (10/12).

Renaldi menegaskan, direksi Telkom berkomitmen untuk selalu menghormati apapun kebijakan pemerintah. Indonesia adalah negara hukum. Kalaupun ada ketidaksetujuan terhadap sejumlah kebijakan pemerintah selama ini, direksi menganggap hal itu sebagai urusan antara direksi dan pemerintah sebagai regulator.

Manajemen Telkom sudah berupaya maksimum dalam memberikan masukan kepada pemerintah terkait masalah pembukaan kode akses SLJJ ini. Faktanya adalah pemerintah tetap meminta Telkom membuka kode akses SLJJ. Tapi, unjuk rasa bukan penyelesaiannya.
Aksi penolakan atas kebijakan pembukaan kode akses SLJJ oleh serikat karyawan (Sekar) Telkom masih terus berlanjut di beberapa daerah di Tanah Air. Sekar menganggap pemerintah terlalu memaksakan kehendak dengan mengorbankan Telkom yang tak lain adalah perusahaan negara (BUMN). (c111)

Lanjut ah...

Minggu, 02 Desember 2007

2008, Industri Telekomunikasi Mature

JAKARTA – Bisnis telekomunikasi pada 2008 diperkirakan sudah matang sehingga pertumbuhan dan marjin keuntungannya tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, dengan belanja modal sebesar US$ 1,7 miliar, pada tahun depan, PT Telkomsel giat mengembangkan gelombang baru bisnis telekomunikasi.

Dirut PT Telkomsel Kiskenda Suriahardja mengatakan, kompetisi bisnis telekomunikasi pada tahun-tahun mendatang makin ketat. Dengan penetrasi telepon seluler (ponsel) sebesar 40%, pasar ponsel Indonesia menuju matang. “Untuk meningkatkan pelanggan dan margin susah, sehingga yang ada adalah me-maintance yang ada,” kata Kiskenda di Jakarta, Jumat (30/11).

Pada 2008, Kiskenda memperkirakan, pertumbuhan jumlah pelanggan sekitar 10% untuk daerah. “Sedangkan untuk wilayah perkotaan, saya belum tahu,” kata dia.

Oleh karena itu, kata Kiskenda, manajemen Telkomsel sepakat dan bertekat bulat guna mengalokasikan belanja modal yang hampir Rp 16 triliun itu, sebagian besar (sekitar 50%) untuk memelihara pelanggan yang ada. Usaha untuk mempertahankan pelanggan itu dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelayanan, kapasitas, dan kecepatan.

“Kami akan meningkatkan coverage yang ada sehingga pelayanannya lebih baik. Kami juga akan menambah fitur-fitur yang ada,” kata dia.

Kedua, kata Kiskenda, sekitar 30-35% dari belanja modal Telkomsel akan diinvestasikan untuk mengembangkan coverage di daerah-daerah terpencil yang selama ini belum terjangkau, khususnya di luar Pulau Jawa. Meski daerah-daerah terpencil itu umumnya tidak memiliki listrik, Telkomsel sudah menyiapkan base transceiver station (BTS) bertenaga surya dengan teknologi dari Ericsson.

Ketiga, lanjut Kiskenda, sekitar 15-20% dari belanja modal itu akan dialokasikan untuk pengembangan gelombang baru (new wave) bisnis telekomunikasi yang dimulai dari teknologi GSM generasi ketiga (3G). New wave itu antara lain adalah bisnis broadband atau akses internet berkecepatan tinggi, memperbanyak content untuk pendidikan dan yang berkaitan dengan transaksi.

“Peluncuran T-Cash salah satu new wave,” kata dia. Layanan T-Cash adalah layanan digital cash sebagai cikal-bakal mewujudkan less cash society. Dengan layanan itu, kelak ponsel menjadi alat pembayaran digital.

Alokasi belanja modal Telkomsel ini berbeda dengan pesaing utamanya, PT Indosat yang menyiapkan belanja modal sekitar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 11 triliun. Dirut PT Indosat Johnny Swandi Sjam mengatakan, alokasi belanja modal terbesar, yakni sekitar 80-85% (Rp 8,5 triliun) untuk pengembangan bisnis seluler dan nirkabel. Saat ini, Indosat memiliki GSM 800, GSM 1900, GSM 2100, dan juga CDMA 800.

Industri Content

Sementara itu, General Manager Mobile Data Services Telkomsel Anyia Rumonda mengatakan, industri mobile content Indonesia pada 2010 diperkirakan melonjak hingga 100% dengan market revenue mencapai Rp 7 triliun. Prediksi ini dikaitkan dengan jumlah pelanggan seluler pada akhir dekade itu mencapai 160 juta atau naik dua kali lipat dari jumlah pelanggan saat ini.

Figur tersebut terungkap dalam Telkomsel Conten Provider Gathering, yang digelar tiap tahun sejak 2003. Ajang itu sekaligus untuk merangsang pertumbuhan industri content dan multimedia nasional. Para penggerak industri content, seperti content provider, record label, dan operator seluler, antara lain Elasitas, Jatis, Code Jawa, SCM, Infokom, Musica, Sony BMG, dan Access Mobile dilibatkan dalam workshop tiga hari itu.

“Inovasi dan kreativitas merupakan syarat mutlak guna menemukan content yang bermanfaat, cocok sekaligus diminati pengguna,” kata Anyia.

Anyia mengatakan, jumlah content provider di Indonesia yang berkisar 200-500 tidak seberapa dibandingkan di Korea Selatan atau Jepang yang mencapai 10 ribu. Bahkan, salah satu operator telecomunikasi terbesar di Korea Selatan, SK Telecom, memperoleh pendapatan dari layanan content berupa value added service (VAS) sebesar 32% dari total pendapatannya.

Telkomsel dengan jumlah pelanggan sebanyak 45 juta, infrastruktur jaringan yang tersebar di seluruh Tanah Air, dan jaringan distribusi mencapai 260 ribu titik siap mendukung implementasi teknologi terkini. Inovasi teknologi berkelanjutan juga terus diupayakan, termasuk teknologi 3G berbasis wideband code division multiple access (WCDMA) dan high speed downlink packet access (HSDPA). Ini untuk melengkapi teknologi yang sudah diimplemantasikan sebelumnya, seperti circuit switched data ( CSD), global packet radio service (GPRS), dan enhanced data rate GSM evolution (EDGE).

“Hal ini tentu akan meningkatkan kemampuan Telkomsel dalam mendukung lahirnya ragam inovasi layanan,” kata Anyia. Layanan content Telkomsel telah menyumbang sekitar 4% dari pendapatan perusahaan.

Dia menyebutkan, saat ini Telkomsel telah bekerja sama dengan 108 mitra content provider menghadirkan sekitar 3.000 jenis layanan content, seperti Nada Sambung Pribadi (Agustus 2004), Mobile TV Portal (September 2006) M-Komik (Agustus 2007), dan Mobile Blogging MyPulau (November 2007). Lebih dari 15 juta pelanggan telah menikmati ragam layanan content yang dihadirkan Telkomsel bersama mitra content provider-nya. Layanan content yang paling diminati saat ini adalah content hiburan, seperti Ring Back Tone (RBT), SMS Selebriti, dan Dunia Bola.

“Telkomsel berkomitmen mengembangkan content yang edukatif, yang mengandung nilai pendidikan dan tidak hanya bersifat menghibur saja. Hal ini telah kami mulai dengan menghadirkan Dunia Anak, Dunia Budaya, dan Dunia Religi dengan konten-konten seperti: Video Pendidikan Aku Tahu, Pencerahan Religi Uje, dan Adat Istiadat Indonesia, ” kata Anyia.

Lanjut ah...

Sabtu, 01 Desember 2007

T-Cash Telkomsel :

Ponsel Sebagai Alat Pembayaran Digital

Orang bilang, dompet tertinggal di rumah lebih baik daripada telepon genggam (ponsel) yang tertinggal. Itu karena, dia khawatir istri atau suaminya tahu, kalau-kalau selingkuhannya menelepon atau mengirim pesan singkat (SMS). Ia pun rela pulang lagi ke rumah hanya untuk mengambil ponsel yang tertinggal.

Kelak, tak lama lagi, dompet menjadi tidak berguna lagi. Bahkan, fungsi dompet telah digantikan oleh ponsel. Untuk membayar tiket bus, membeli bensin, membayar tol, membeli makan atau minum, belanja, nonton film, dan membeli tiket. Bahkan, meski kartu tanda pengenal kantor (ID Card) tertinggal, ponsel bisa menggantikannya untuk memasuki gedung kantor. Atau, kunci apartemen tak perlu lagi, karena ada handphone yang telah menjadi dompet bergerak (mobile wallet).

Dompet bergerak itu adalah ponsel. Tak seperti mobile commerce, mobile wallet lebih lengkap. Di dalamnya ada segala jenis kartu plastik, mulai dari kartu keanggotaan dari suatu lembaga (membership cards), kartu wisata (travel cards) dan loyalty card hingga informasi-informasi yang sensitif, seperti passport, kartu kredit, nomor kode rahasia (PIN), rekening belanja online, polis asuransi. Semua itu tersimpan di dalam ponsel dengan tingkat keamanan berlapis.

Negara pertama yang menerapkan mobile wallet adalah Jepang. Adalah NTT DoCoMo yang memeloporinya dengan sistem Felica-nya. Beberapa vendor handset dunia ikut mendukungnya dengan menghadirkan handset 3G, seperti Fujitsu F900iC, dan vendor lain, seperti NEC, Panasonic, Sharp, Mitsubishi, dan Sony Ericsson. Di Korea Selatan, mobile wallet ini digelar SK Telecom dengan nama layanan Moneta. Di Afrika Selatan oleh MTN Group, bahkan di Filipina dengan nama G-Cash.

Masih Offline

Bagaimana dengan Indonesia?

Telkomsel merintisnya sejak tahun lalu. Pada Januari 2007, operator seluler terbesar di Tanah Air itu mendapat izin dari Bank Indonesia untuk menerbitkan kartu sebagai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Pada 27 November 2007, operator dengan jumlah pelanggan 45 juta ini resmi meluncurkannya di Kantor Menteri Negara BUMN, Jakarta.

“Saat ini masih offline,” kata Direktur Utama Telkomsel Kiskenda Suriahardja di Jakarta, Jumat (30/11/2007).

Pelanggan Telkomsel kini bisa mengatifkan ponselnya agar menjadi dompet berjalan dengan registrasi melalui pesan singkat (SMS). Dengan mengetik REG TCash Nama#Tanggal Lahir dan kirim ke 2828, jadilah ponsel itu sebagai dompet bergerak alias alat pembayaran digital. Pelanggan perlu mengisi dompet bergeraknya (minimum Rp 50 ribu), dan ponsel itu bisa dipakai untuk melakukan pembayaran. Untuk saat ini, dompet berjalan itu baru bisa diterima di Indomaret dan Fuji Image Plaza, top-up pulsa, dan pembayaran kartu Halo.

Sekali lagi, layanan digital cash milik Telkomsel yang diberi nama T-Cash itu masih offline. Transaksi dilakukan dengan teknologi Identifikasi Frekuensi Radio (RFID), layaknya kartu Time Zone, lokasi permainan anak-anak. Artinya, T-Cash itu belum tersambung ke jaringan infrastruktur Telkomsel. Layanan ini baru bisa dinikmati di wilayah Jakarta, dan segera di kota lain. “Pada saatnya, layanan ini akan online sehingga ponsel benar-benar menjadi dompet berjalan,” kata Kiskenda.

Less Cash Society

Mobile wallet ini merupakan kelanjutan dari mobile banking, yang diluncurkan pada Mei 2000. Kini ada 35 bank yang sudah online, dan 2,7 pelanggan yang memanfaatkan layanan itu. Sedangkan untuk mobile wallet, Telkomsel yang membidik pelanggan mobile banking itu, kini baru menggandeng empat bank, yakni Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Muamalat. Merchant juga baru dua. Ini semua akan ditambah.
Pada saatnya, ponsel benar-benar akan menggantikan fungsi dompet. Bahkan, ponsel telah menjadi akuntan, sekaligus kasir seseorang. Sebuah cita-cita untuk menghadirkan less cash society.

“Kami punya teknologi. Kami punya jaringan infrastruktur. Kami punya komunitas dengan 46 juta pelanggan. Kami punya jaringan distribusi hingga 260 ribu titik tersebar di seluruh Indonesia,” kata Kiskenda, yakin.

Meski begitu, Kiskenda sadar betul, untuk mewujudkan less cash society, Telkomsel tidak bisa melakukannya sendirian. Jaringan infrastruktur, jaringan distribusi, dan pelanggan yang puluhan juta itu tidak ada artinya tanpa dukungan dari bank, merchant, back end, dan switching provider untuk settlement dan rekonsialiasi.

Bank adalah muara dari segala transaksi yang dilakukan dan tempat penyimpanan dana. Merchant, penjualan barang dan jasa, adalah pihak yang akan menerima alat pembayaran mobile wallet. “Ke depan, kami ingin menambah merchant lebih banyak lagi, seperti supermarket, pusat perbelanjaan, angkutan umum, vending machine, pertokoan, rumah sakit, toko buku, restaurant, pom bensin, dan department store,” kata Kiskenda.

Selain itu, Vice President Mobile Commerce Telkomsel Bambang Supriogo menambahkan, alat transaksi elektronik T-Cash telah mendapat izin dari BI, dan dalam implementasinya menggunakan dasar hukum dari BI. Sementara Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITR) sedang dirampungkan, T-Cash tetap jalan. “Kami saat ini berpegangan pada pedoman dari BI. Kalau Undang-Undang ITE sudah rampung, kami akan mengikutinya," lanjut Bambang.

Telkomsel telah menempatkan Indonesia sejajar dengan negara maju lain. Namun, apakah layanan mobile wallet ini, kelak dioperasikan oleh unit usaha tersendiri atau tetap di Telkomsel?

Kiskenda tak mau menjawabnya. Ia hanya mengungkapkan, di Jepang, NTT DoCoMo, operator telekomunikasi, yang memelopori mobile wallet, lalu mengubah diri menjadi bank. DoCoMo kini melayani pelanggannya, tidak hanya untuk digital cash, tapi juga memberikan kredit, mirip kartu kredit.

Di Afrika Selatan, bank yang memeloporinya dan memiliki anak usaha yang bergerak sebagai operator telekomunikasi (MTN Group). Sedangkan di Filipina, operator telekomunikasi memiliki bank yang mengoperasikan mobile wallet. “Yang mana yang baik untuk Indonesia?” tanya Kiskenda.

Lanjut ah...