Selasa, 20 Januari 2009

50% Pelanggan Esia Gunakan SLI 009


JAKARTA – Lebih dari 50% pelanggan Esia telah menjadi pengguna sambungan langsung internasional (SLI) 009. Pada kuartal II 2009, jumlah pelanggan Esia sebanyak 8,9 juta. Dengan demikian, pelanggan Esia yang menggunakan jasa SLI mencapai 4,5 juta.

Wakil Direktur Utama PT Bakrie Telecom Tbk Erik Meijer mengatakan, akses SLI ini dapat digunakan dengan seluruh operator dan telepon rumah (PSTN) di empat kota di Tanah Air, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Batam. Sedangkan pelanggan PSTN di kota lain masih terkendala proses registrasi untuk mengaktifkan layanan SLI dengan prefiks 009.

“Tapi semua pelanggan operator seluler bisa langsung melakukan panggilan ke luar negeri dengan 009,” kata Erik usai acara Penyerahan Infaq Hape Hidayah di Jakarta, Kamis (19/11).

Operator Esia ini, lanjut Erik, berniat memberikan akses telepon internasional (SLI) yang terjangkau dan mengincar semua segmen, baik telepon seluler maupun fixed wireless access (FWA). Untuk telepon rumah (fixed line), SLI 009 baru bisa dinikmati di empat kota.

Bakrie Telecom, kata Erik, sedang meningkatkan promosi layanan SLI 009 dan membuka akses interkoneksi di kota-kota lain. “Desember 2009 kami akan membuka akses SLI di enam kota lagi, yaitu Bandung, Denpasar, Makassar, Balikpapan, Semarang, dan Palembang,” kata Direktur Corporate Service Bakrie Telecom Rakhmat Junaidi.

Infaq Esia

Sementara itu, jumlah pelanggan Esia pada kuartal II 2009 sekitar 8,9 juta dan pada akhir tahun ditargetkan mencapai 10,5 juta serta pada akhir 2010 menjadi 14 jtua. Untuk mencapai target itu, Bakrie Telecom menghadirkan layanan bernilai tambah atau value added service (VAS) dan program-program promosi. Selain itu, operator Esia juga menggunakan strategi penjualan ponsel bundling, seperti Hape Esia Hidayah.

Dalam program Infaq Esia Hidayah, Bakrie Telecom mengumpulkan hampir Rp 5 miliar. Dana tersebut dikumpulkan dari potongan Rp 10 ribu untuk setiap pembelian produk bundling ponsel Esia Hidayah. Dana infaq tahap pertama yang telah terdistribusi sebesar Rp 1,4 miliar pada Desember 2008 dan merupakan hasil penjualan periode September sampai Oktober 2008. Sedangkan, infaq tahap kedua dari penjualan Oktober sampai Desember 2008 berhasil menyalurkan Rp 1 miliar pada Februari 2009.

Operator Esia ini juga telah menyerahkan dana infaq tahap ketiga senilai Rp 2,1 miliar. Keseluruhan infaq tersebut diberikan kepada lima lembaga sosial, antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dompet Dhuafa Republika, Bakrie untuk Negeri, ANTV Peduli, serta BTEL Reaching Out Communities and Kids (ROCKS).

Rakhmat menjelaskan, Bakrie Telecom sengaja menitikberatkan pembagian infaq kepada sektor pendidikan mengingat sektor ini merupakan salah satu investasi utama masa depan bangsa.



Lanjut ah...

Rabu, 14 Januari 2009

OUTLOOK TELEKOMUNIKASI 2009:


Berpacu Berebut Pelanggan Data

Pada 2008, perang tarif di industri telekomunikasi ditabuh. Hasilnya, belanja pulsa per pelanggan per bulan (ARPU) makin mengecil. Tetapi, menurut Presdir PT Natrindo Telepon Seluler (NTS) Erik Aas, pendapatan industri telekomunikasi pada 2008 masih tumbuh sekitar 21,7%, menjadi US$ 8,4 miliar atau sekitar Rp 92,5 triliun.

Naiknya pendapatan industri telekomunikasi secara keseluruhan itu tak lain karena perang tarif itu menghasilkan pula tambahan pelanggan yang tidak sedikit. Erik menyebut, jumlah kartu perdana (SIM) yang diaktivasi pada tahun lalu mencapai 172 juta atau naik 69% dibanding tahun sebelumnya (103 juta). Ia memperkirakan, jumlah pelanggan seluler sejatinya cuma 91 juta pada 2008 atau naik 75% dibanding tahun sebelumnya (52 juta).

“Tahun ini, jumlah SIM mencapai 213 juta dan menjadi 231 juta pada 2010, tetapi jumlah pelanggan seluler sejatinya cuma 117 juta pada 2009 dan menjadi 131 juta pada 2010,” kata Erik di Jakarta, Selasa (13/1).

Perang tarif pada 2009 tampaknya masih akan berlangsung. Kepala Perwakilan Nokia Siemens Network (NSN) Indonesia Arjun Trivedi memperkirakan, ARPU industri telekomunikasi seluler saat ini masih sekitar Rp 25 ribuan. Angka itu akan terus turun dan mengarah ke Rp 10-20 ribu per bulan.

Namun, kalangan operator tak percaya. Ketua Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan, ARPU nasional saat ini berkisar Rp 35-40 ribu. Direktur Marketing Indosat Guntur S Siboro juga tak percaya, namun ia percaya kalau operator akan mengejar pelanggan segmen kelas bawah, seperti tukang ojek, tukang sayur dan lain-lain.

Layanan Broadband
Ketika bos Microsoft Bill Gates berada di Jakarta, Mei 2008, ia menyebut tentang konvergensi telekomunikasi yang sudah di depan mata. Perangkan ponsel, komputer (desktop atau laptop, televisi, dan perangkat elektronik lainnya sudah menyatu. Satu sama lain bisa saling ‘berkomunikasi’.

Konvergensi itu mensyaratkan jaringan Internet dengan kecepatan transfer data tinggi itu. Operator di Tanah Air sebenarnya sudah lama mengadopsi teknologi Internet berkecepatan tinggi (broadband). Kelahiran Speedy dari perut Telkom sesungguhnya terobosan (breakthrough) dalam layanan broadband di Indonesia.

Kelahiran Speedy (fixed broadband) itu kemudian diikuti operator GSM dan CDMA, dengan menghadirkan mobile broadband lewat teknologi generasi ketiga (3G pada GSM dan EV-DO pada CDMA).

Operator GSM sebenarnya gencar menawarkan mobile broadband ketika mendapat lisensi 3G pada 2006. Namun, pelanggan mobile broadband yang diperoleh lima operator penerima lisensi 3G tak seberapa dibanding pelanggan 3G, yang hanya memanfaatkan jaringan untuk video call. Lima operator 3G itu adalah PT Telkomsel, PT Indosat, PT Excelcomindo Pratama (EP), PT Natrindo Telepon Seluler (NTS), dan PT Hutchison CP Telecom (HCPT).

Rendahnya pelanggan mobile broadband itu sangat terkait dengan keterbatasan frekuensi yang khusus untuk layanan data. Tak jarang, pelanggan mobile broadband harus terlempar ke jaringan 2G (GPRS atau EDGE) karena frekuensi yang ada terpakai oleh layanan suara. Operator 3G, terutama yang tiga besar, sudah lama minta tambahan frekuensi yang akan didedikasikan khusus untuk mobile broadband.

Syukurlah permintaan itu akhirnya dipenuhi. Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengatakan, lelang frekuensi 3G sudah dibuka dan operator yang berminat tambahan frekuensi diminta mengajukan penawaran paling lambat pada 19 Januari 2009. Penawaran itu berkaitan dengan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi. Pada 2006, Telkomsel menawar satu blok frekuensi selebar 5 MHz sebesar Rp 218 miliar, PT EP Rp 188 miliar, dan Indosat Rp 160 miliar.

Tambahan frekuensi 3G itu akan semakin membuka peluang persaingan, baik sesama penyedia mobile broadband maupun dengan fixed broadband (Speedy).

50 Juta Pelanggan
Data World Broadband Information Services (WBIS) menyebutkan, pada semester I 2008, jumlah pelanggan internet broadband, baik fixed maupun mobile baru sekitar 1,5 juta. Pada 2012, pelanggan broadband (fixed maupun mobile) diperkirakan mencapai 50 juta. Data internal Ericsson menyebutkan, pada 2008, pelanggan mobile broadband (1,2 juta) sebenarnya telah melampaui fixed broadband (500 ribu). Pada 2009, pelanggan mobile broadband diperkirakan mencapai 2,5 juta dan menjadi hampir tujuh juta pada 2010.

Faktanya, pelanggan Speedy pada akhir 2008 mencapai 970 ribu atau naik empat kali lipat dibanding akhir 2007 yang sebesar 241 ribu pelanggan. “Pada 2009, kami targetkan menjadi 1,72 juta pelanggan,” kata Vice President Public and Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia.

Sukses itu tidak lepas dari gencarnya program promosi Telkom sepanjang tahun lalu. Mulai dari menggratiskan akses Speedy pada pukul 20.00-08.00, meningkatkan transfer rate dari 384 kilobit per detik (Kbps) menjadi 1 megabit per detik (Mbps), meluncurkan Speedy Prabayar, dan membangun 5.000 hotspot di seluruh Tanah Air.

Operator GSM, seperti Telkomsel, Indosat, dan XL juga gencar, tetapi terbentur pada keterbatasan frekuensi 3G. Bahkan, tiga operator itu sudah menggelar teknologi high speed downlink packet access (HSDPA), yang kecepatan transfer datanya bisa mencapai 7,2 Mbps. Hasilnya, tiga operator besar itu hanya mendapat pelanggan mobile broadband 205 ribu (Telkomsel), 175 ribu (Indosat), dan 70 ribu (XL). Ini belum termasuk operator kecil, dan operator CDMA yang baru menerapkan teknologi generasi ketiga (EV-DO).

Operator seluler sangat yakin, potensi pasar mobile broadband amat besar dan masih akan bertambah. Itu bisa dilihat dari pelanggan 3G dan pelanggan GPRS di masing-masing operator. Telkomsel, misalnya memiliki pelanggan 3G sebanyak 6,2 juta, Indosat (4 juta), dan XL (2 juta).

“Potensi pelanggan mobile broadband sangat besar, mengingat pengguna layanan data GPRS Telkomsel saat ini mencapai lima juta,” kata Suryo Hadianto, Corporate Communication Manager Telkomsel.

Group Head Brand Marketing Indosat Teguh Prasetya menambahkan, besarnya potensi pelanggan broadband itu membuat Indosat pada tahun ini serius memaksimalkan potensi infrastruktur data yang dimiliki lewat beberapa produk andalan. “Ada layanan broadband 3,5G serta CDMA, GPRS dan BlackBerry. Indosat juga punya IM2 (Indosat Mega Media, red),” jelas Teguh.

Operator XL, bahkan sudah mencanangkan untuk menambah 1.200 Node-B (BTS 3G) demi merebut pasar mobile broadband. Pada akhir 2008 ada sebanyak 1.875 Node-B yang tersebar di 91 kota.

Vice President Network Operation Center PT EP Kukuh Saworo mengatakan, sekitar 700-800 Node-B baru itu akan digelar di Jakarta, daerah yang paling tinggi akses layanan 3G dan data. Selebihnya akan disebar di daerah-daerah lain yang penggunaan 3G besar, seperti di Medan, Surabaya, Denpasar, Makassar.

Tiga operator itu paling siap memperebutkan pasar mobile broadband karena sudah memiliki jaringan luas. Telkomsel kini memiliki lebih dari 5.000 Node B (BTS 3G) di 120 kota, Indosat 1.300 Node B, dan XL 1.875 Node B di 91 kota. XL sudah mengumumkan rencananya menambah 1.200 Node B, namun Telkomsel dan Indosat belum.

Operator CDMA

Selain tiga operator besar itu, plus Telkom (fixed broadband), beberapa operator kecil juga akan meramaikan persiangan. PT NTS, operator Axis, misalnya, sudah meluncurkan Akses untuk layanan datanya. Selain itu, operator CDMA, PT Smart Telecom, juga sudah meluncurkan layanan broadband berteknologi EV-DO dengan nama Jump. Tahun ini, Mobile-8 juga akan meluncurkan layanan EV-DO dengan nama Mobi.

Operator kecil ini rata-rata mengklaim sebagai operator yang menawarkan layanan data broadband termurah. Akses menawarkan tarif Rp 0,1, Jump Rp 0,275, dan Mobi Rp 0,25 per kilo byte (KB). Director Corporate and Data Solution Smart Telecom Fanda Soesilo mengatakan, manajemen dan pemegang saham memberikan dana tak terbatas untuk pengembangan Jump. “Saat ini Jump baru hadir di Jabotabek. Pada 2009, kami hadir di Surabaya, Bandung, Semarang, Bali dan Yogyakarta. Kami juga tidak akan bertarung di tarif, tapi di kualitas,” kata Fanda.

Ini semua demi merebut pelanggan data (broadband) yang begitu gemuk. Dari total 150 juta pelanggan telepon seluler, dan sekitar 12 juta pelanggan 3G dan pengguna data via GPRS, pelanggan mobile broadband saat ini baru 450 ribu.

Lanjut ah...

Jumat, 09 Januari 2009

Lewat Ovi Mail, Nokia Bidik Negara Berkembang

JAKARTA-Nokia fokus mengembangkan layanan Ovi Mail di negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia. Layanan Ovi Mail mengalami kenaikan pertumbuhan yang signifikan di Asia Pasifik dan Asia Tenggara, dengan pertumbuhan pengguna sebanyak 1,8 juta orang dalam waktu beberapa bulan.

“Bersama Rusia dan India, Indonesia menjadi negara dengan kontribusi paling signifikan untuk pertumbuhan Ovi Mail,” kata Vice President Emerging Markets Nokia Asia Pasifik Souteast Asia Dichr May saat membuka acara Nokia Life Tools di Jakarta, akhir pekan lalu.

Layanan Ovi Mail tersedia pada produk telepon seluler Nokia dengan dukungan internet siap pakai. Layanan ini memberikan kesempatan kepada masyarakat yang belum memiliki akun "email" (surat elektronik) untuk mengatur dan memulai menggunakan akun "email" pribadi.

Keberadaan layanan internet dari Nokia itu, kata dia, juga akan memudahkan masyarakat di sejumlah daerah yang belum terjangkau layanan internet untuk lebih mengenalnya. “Setidaknya, perkembangan teknologi informasi ini juga akan dinikmati semua kalangan dengan mudah dan murah,” ujarnya.

Sejak diluncurkan pada 2007, sambung dia, Ovi Mail telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Setidaknya hingga dua tahun operasionalnya, pengguna akun Ovi Mail telah mencapai dua juta. Indonesia bersama Thailand, Bangladesh, dan Vietnam ikut menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan layanan tersebut.

“Boleh dikatakan, Ovi Mail sukses besar di Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Nokia menambahkan Ovi Mail menjadi 80 bahasa,” tandasnya.

Menurut May, perangkat ponsel yang terintegrasi layanan email baru dari Nokia membawa sejumlah kemudahan buat penggunanya. Situs Ovi, kata dia, memungkinkan para pelanggan Nokia untuk memposting konten apa saja ke dalamnya. Situs ini memiliki sejumlah keunggulan, yakni pengaturan yang mudah, dan dapat mengakses berbagai layanan, tidak ada sponsor, bebas virus, dan mudah dicari.

“Pengembangan internet melalui ponsel disesuaikan dengan hasil survei terhadap pelanggan di negara berkembang, seperti Indonesia yang menunjukan masyarakat mereka lebih baik terkoneksi dengan internet melalui ponsel dari pada komputer,” katanya.

Sementara itu, Country Manager Nokia Indonesia Bob McDougal mengatakan, layanan seperti Ovi Mail merupakan solusi kuat yang dapat menjadi pintu gerbang menuju pengetahuan, hiburan dan masyarakat, tanpa perlu menggunakan personal computer (PC).

Terkait dengan hal ini, Nokia telah mengembangkan berbagai solusi lokal yang relevan yang terdiri dari ponsel dan aplikasi dengan harga terjangkau. “Semuanya dirancang dan di bangun dari dasar yang sesuai dengan kebutuhan spesifik para pelanggan di negara berkembang. Internet menawarkan berbagai rangkaian kesempatan baru,” katanya.

Lanjut ah...