Rabu, 02 September 2009

Kampanye HAKI Sasar Instansi Pemerintah dan BUMN


Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI) mulai menyorot instansi pemerintah dan BUMN dalam memberantas penggunaan piranti lunak (software) bajakan. Sementara itu, Glodok telah menjadi pusat pembajakan dan sudah masuk dalam laporan Departemen Perdagangan AS (USTR).


Demikian dikatakan Sekretaris Timnas PPHKI Andy N Sommeng dalam Media Gathering bertema Sosialisasi HAKI di Instansi Pemerintah dan BUMN di Jakarta, Selasa (1/9). Pada saat itu, hadir pula Kanit I Indag Direktur II Eksus Mabes Polri Tony Hermanto.


Andy mengharapkan, instansi pemerintah dan BUMN sudah saatnya menghormati hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dalam kegiatan pengadaan barang dan jasanya. Untuk itu, kampanye tentang kesadaran HKI dalam proyek-proyek pemerintah atau BUMN dilakukan mulai 1 September hingga 30 November 2009.


“Yang kami takutkan adalah tim pelaksana proyek menggunakan bujet belanja produk original, tapi produk yang dibeli justru nonoriginal. Hal ini bisa terjadi karena mereka ingin mengakali anggaran karena produk palsu lebih murah atau memang benar-benar tidak tahu produk yang dibeli palsu,” kata dia.


Kejaksaan Agung kabarnya sedang menyelidiki suatu instansi di pemerintah daerah Jawa Tengah yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Instansi pemerintah itu membeli produk nonoriginal yang harganya lebih murah dengan menggunakan anggaran belanja produk original. Business Software Alliance (BSA) pun mendukung langkah tim penyidik di Yogyakarta atas penggunaan software ilegal di bank milik pemerintah.


Kampanye Timnas PPHKI menyasar proyek-proyek di departemen teknis, pemerintah provinsi/daerah, dan BUMN. Dengan kampanye ini, Timnas PPHKI ingin memastikan produk barang/jasa yang diberikan penyedia barang/jasa tiidak melanggar hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, atau hak kekayaan intelektual lainnya.


Andy mengakui belum tahu potensi material di instansi pemerintah dan BUMN. Yang jelas, angkanya menyentuh miliaran rupiah. Sebagai contoh Departemen Pekerja Umum, yang membutuhkan software untuk akuntansi dan rancang bangun. Selain PU, para kontraktor pun memakainya.


“Jelas angkanya besar sekali. Untuk rancang bangun saja, mereka (kontraktor) perlu (software) Autodesk,” kata dia.


Autodesk, ujar dia, merupakan produk impor. Tapi, software lokal pun akan kecipratan order dari mereka untuk meningkatkan kinerjanya.


Permintaan pesanan akan memberikan peran signifikan terhadap industri software lokal. Sekarang saja, sumbangan sektor ini, yang merupakan bagian dari industri kreatif, terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 6,5% per tahun. Dari pertumbuhan ini, sekitar 2500 lulusan sarjana baru telah diserap dan pendapatan negara mencapai US$8 juta per tahun.


Pusat Pembajakan di Glodok


Polisi telah mengetahui bahwa kawasan niaga Glodok adalah pusat pembajakan terbesar di Indonesia. Nama Glodok pun sudah tercantum dalam laporan Departemen Perdagangan Amerika Serikat (USTR). Namun, untuk menertibkannya, polisi menghadapi beberapa kendala.


Kanit I Indag Direktur II Eksus Mabes Polri Tony Hermanto mengatakan, penyelesaian masalah Glodok tidak semestinya dilimpahkan secara keseluruhan kepada Polisi. “Glodok bukan masalah polisi saja, tapi masalah kita bersama. Dan kalau bersatu, kita pasti bisa membersihkannya (Glodok)," kata Toni.


Kesadaran dari masyarakat, menurut Toni, penting untuk lebih menghargai HKI. “Tanpa kesadaran masyarakat, rasanya sangat sulit menegakkan hukum," kata dia.


Saat ini Glodok diakui telah menjadi sebuah ikon pembajakan, seperti halnya Sungai Kuning di Malaysia. Kebanyakan barang yang menjadi korban pembajakan di tempat tersebut adalah kepingan film, musik, dan software.


Selain kesadaran masyarakat, Tony juga menegaskan, vonis hukuman merupakan faktor utama yang mampu mempertahankan predikat Glodok sebagai tempat transaksi pembajakan. Pasalnya, banyak kasus-kasus yang telah diputuskan hanya menghasilkan keputusan ringan. Padahal jika diterapkan, hukuman maksimal, yaitu kurungan tujuh tahun dan denda Rp 5 miliar, tentu akan memberikan efek jera.


"Tidak ada efek jera jika hukuman yang diberikan tergolong kecil. Apalagi barang bukti yang disita, seperti alat duplikat malah dibalikkan," sesalnya.



Telah dimuat di Investor Daily edisi Rabu 2 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar