Kamis, 10 September 2009

Menteri Bertanggung Jawab atas Perubuhan Menara

Empat menteri yang menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Menara Bersama ikut bertanggung jawab untuk menyelesaikan kasus perubuhan menara telekomunikasi di Badung, Bali, yang masih berlangsung hingga kini. Masalah ini belum perlu melibatkan campur tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Demikian ditegaskan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Muhammad Nuh usai acara berbuka puasa di Kantor Depkominfo, Jakarta, Selasa, 8 September 2009.

“Sampai sekarang, masalah menara telekomunikasi di Badung ini masih menjadi tanggung jawab menteri-menteri untuk menyelesaikannya. Kami belum menyerahkan kasus ini kepada Presiden,” kata Nuh.

Menkominfo mengatakan, kalaupun Presiden SBY mempertanyakan masalah perubuhan menara yang kini telah mengakibatkan 60% daerah Badung, Bali itu tanpa sinyal (blank spot) telekomunikasi seluler, bukan berarti turut campur tangan dengan kemelut tersebut. Justru sebagai bawahannya, para menteri harus dapat menjelaskan persoalan yang khusus ini.

Para menteri itu, menurut Nuh, adalah empat menteri yang menandatangani SKB tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Empat menteri itu adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menkominfo dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). “Bentuk pertanggungjawabannya adalah dengan menyelesaikan masalah ini di tingkat menteri,” kata dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Telepon Seluler (ATSI) Sarwoto Atmosutarno berharap, Presiden SBY turun tangan menyelesaikan masalah perubuhan menara telekomunikasi itu. Perubuhan menara itu tidak hanya merugikan operator telekomunikasi dan pelanggan, juga Indonesia dan daerah Badung. Masalahnya, daerah Badung adalah daerah wisata, yang mencakup Kuta, Jembrana, dan bandara internasional Ngurah Rai.

Sarwoto, yang juga dirut Telkomsel sejatinya masih berharap, masalah ini bisa diselesaikan lewat dialog dan musyawarah. Untuk itu, ATSI telah mengirim surat kepada Bupati Badung. Sambil menunggu jawaban dari Bupati Badung, ATSI juga ingin memanfaatkan jalur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebagai induk dari ATSI. “Dari Kadin ini, kami berharap Kadin bisa meneruskannya ke Bapak Presiden,” kata Sarwoto.

Di Kabupaten Badung, Bali, ada 126 menara telekomunikasi, 45 di antaranya adalah menara bersama. Dari total menara itu, 82 menara di antaranya memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan 44 menara dianggap ilegal karena tidak memiliki IMB. Bila setelah Lebaran ini Pemda Badung jadi merubuhkan 23 menara lagi, berarti ada 39 menara yang rubuh. “Saat ini, akibat perubuhan menara itu, 60% jaringan telekomunikasi di daerah Badung sudah blank,” kata Sarwoto.

Mendagri yang Tegur

Menkominfo mengatakan, penyelesaian masalah menara di Badung itu masih di tangan para menteri. Depkominfo sudah menampung semua keluhan industri telekomunikasi. Keluhan itu sudah diteruskan kepada Mendagri Mardiyanto. Berhubung Bupati Badung Anak Agung Gde Agung berada di bawah Depdagri, sudah sepantasnya mendagri yang harus menegur bawahannya.

“Begini, Mas. Bupati itu 'anaknya' mendagri, bukan 'anak' saya. Masa saya yang harus memukulnya. Kan itu tidak benar karena seharusnya Mendagri yang memukulnya,” kata dia.

Menkominfo Muhammad Nuh mengakui persoalan Badung perlu penanganan khusus. Sebab itu, tidak ada deadline untuk menuntaskannya. Penyelesaiannya akan terus berlanjut pada menteri berikutnya bila sampai masa kekuasaannya berakhir.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo Gatot S. Dewa Broto membenarkan, ketiadaan batasan waktu (deadline) untuk menyelesaikan kasus perubuhan menara di Kabupaten Badung, Bali. Terpenting, seluruh menteri-menteri dan kepala badan yang menandatangani SKB menara bersama turut bertanggungjawab.

“Biarkan dulu para menteri yang selesaikan. Kami tidak bisa pakai deadline karena persoalan ini memang pelik,” kata dia.

Menurut Gatot, kasus ini sebenarnya sudah tuntas. Tapi, ternyata Bupati Badung Anak Agung Gde Agung menjadi bandel karena kembali merubuhkan menara.

Sementara itu, Sarwoto mengatakan, kerugian akibat kebijakan Bupati Badung merubuhkan menara itu, tiap operator diperkirakan menderita rugi sekitar Rp 1-3 miliar per bulan. Saat ini, kerugian sudah memasuki bulan kedua.

ATSI berharap terjadinya penyelesaian secara best effort atau memberikan yang terbaik sebaik mungkin pada semua pihak. Untuk itu, tidak perlu dibatasi dengan deadline. “Kalau menteri yang sekarang berakhir, masalah itu bisa diteruskan ke menteri berikutnya,” kata dia.


Berita ini telah dimuat di Investor Daily edisi Rabu, 9 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar