Senin, 06 September 2010

Pemerintah Minta RIM Patuh

KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) masih membicarakan dengan Research In Motion (RIM) untuk membangun pusat data di Indonesia. Hal ini merupakan tuntutan dari UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Menkominfo Tifatul Sembiring mengatakan, produsen Blackberry bisa ditindak jika tak mau membangun pusat data di Indonesia. Kemenkominfo siap menegakkan UU ITE tersebut tidak hanya bagi RIM, tapi bagi perusahaan asing lain yang berbisnis di Indonesia.

“Kami ingin menyelamatkan potensi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang selama ini lari ke Kanada. Mereka berbisnis di Indonesia, tetapi tidak mengikuti aturan yang berlaku di sini,” kata Tifatul di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menkominfo menyayangkan besarnya uang yang mengalir ke Kanada dari enam operator yang menjadi mitra RIM di Tanah Air. Dari biaya langganan layanan BlackBerry yang rata-rata sebesar Rp 100 ribu per bulan, setiap pelanggan menyetor ke RIM sebesar US$ 7 per bulan atau Rp 63 ribu. Sedangkan operator hanya meningkati sekitar Rp 36 ribu.

“Uang yang lari ke Kanada tak sedikit pun dikenai pajak. Sedangkan, yang diterima operator di Indonesia harus dipotong PNBP dan lain-lain,” kata Tifatul.

Saat ini, jumlah pelanggan BlackBerry di Indonesia sekitar 1,5 juta. Jika setoran bulanan per pelanggan sekitar Rp63 ribu, perusahaan Kanada itu menikmati sekitar Rp94,5 miliar per bulan atau Rp 1,1 triliun per tahun.

Di samping potensi ekonomi berupa PNBP, lanjut Tifatul, keharusan bagi RIM membangun pusat data di Indonesia adalah agar pemerintah bisa mengaksesnya demi keamanan negara dan/atau untuk penegakan hukum di Tanah Air.

“Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu sempat mengunjungi kota Waterloo, Kanada, yang kehidupan di sana sangat bergantung dari RIM,” kata Tifatul. Kunjungan itu terkait dengan keinginan KPK untuk menyadap data pelanggan Blackberry yang terindikasi kasus korupsi.

Hal ini pula yang dikeluhkan beberapa negara, seperti Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, dan India sehingga negara-negara itu sempat mengancam untuk memblokir layanan BlackBerry di negaranya.

“Kami sudah bertemu dengan pihak RIM untuk mendiskusikan masalah-masalah tersebut. RIM masih memikirkan efisiensi membangun data center di sini. Kami juga mengupayakan agar komunikasi data di Blackberry dapat dienkripsi, meskipun secara teknis masih sulit,” kata Tifatul.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto menambahkan, pemerintah telah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU ITE untuk mempertegas seruan kepada perusahaan-perusahaan asing yang membuka layanan elektronik di Indonesia agar membangun pusat data.

“Saat ini, RPP tersebut telah masuk ke daftar antrian di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham),” kata Gatot.

Upaya untuk membuka data komunikasi tersebut, lanjut dia, juga terganjal persetujuan antara RIM dan operator untuk tidak membagikan data pelanggan BlackBerry ke pihak lain. Namun, beberapa waktu lalu, Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) mendukung langkah Kemenkominfo yang mendesak RIM membangun pusat data di Indonesia. Bagi operator, kehadiran pusat data BlackBerry di dalam negeri akan menekan biaya operasional.

“Kami mengimbau agar RIM mau berbagi biaya investasi kepada operator di Indonesia mengingat pertumbuhan pelanggan BlackBerry di Indonesia termasuk tinggi,” kata Ketua ATSI Sarwoto Atmosutarno.

Desakan kepada RIM untuk terbuka juga datang dari badan telekomunikasi internasional (International Telecommunication Union/ITU). Seperti yang dikutip dari Fox News, Sekjen ITU Hamadoun Toure mengatakan, permintaan pemerintah suatu negara kepada RIM wajib dipenuhi.

“Harus ada kerja sama yang dijalin kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah keamanan yang mendesak seperti ini,” kata Toure.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar