Rabu, 03 Februari 2010

DPR Minta Mendagri Tuntaskan Perobohan Menara

TINDAKAN Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung, Bali merobohkan 14 unit menara telekomunikasi mendapat reaksi keras dari Komisi I DPR, Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI), dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel).

Komisi I DPR dan Mastel mensinyalir perobohan menara di Badung, Bali yang terjadi berulang-ulang kali itu sarat unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Selain itu, tindakan itu dianggap insubordinasi dengan pemerintah pusat dan mencerminkan arogansi Bupati Badung. Karena itu, Menkominfo Tifatul Sembiring dan Mendagri Gamawan Fauzi diminta turun tangan untuk meneliti persoalan ini.

Demikian rangkuman pendapat dari Wakil Ketua Komisi I DPR-RI Hayono Isman dan Sekjen Mastel Mas Wigrantoro Roes Setiyadi dalam kesempatan terpisah di Jakarta, Selasa (2/2). Sementara itu, Ketua ATSI Sarwoto Atmosutarno meminta Pemkab Badung menghentikan aksi perobohan 14 menara yang menampung sekitar 45 base transceiver station (BTS) itu.

Tindakan perobohan menara di Badung, Bali itu merupakan aksi yang ketiga. Pada 1 Februari 2010 sebanyak 14 menara dirobohkan. Pada akhir 2008, enam menara dirobohkan, pada Agustus 2009 ada 17 menara dirobohkan. Dengan demikian, ada 100-an BTS milik tujuh operator yang ikut dirobohkan dan tak berfungsi lagi.

Hayono Isman mendesak Kementerian Komunikasi Informatika dan Kementerian Dalam Negeri segera mengusut tuntas kasus ini sehingga tidak menimbulkan kerugian, khususnya bagi pelanggan jasa telekomunikasi.

“Kami telah meminta secara resmi kepada Menkominfo Tifatul Sembiring dan Mendagri Gamawan Fauzi untuk meneliti hal ini,” kata Hayono Isman di sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR-RI dengan Kemenkominfo, Senayan, Jakarta, Selasa (2/2).

Menurut Hayono, tindakan perobohan menara telekomunikasi milik operator serta penyedia jasa sewa menara itu merupakan bentuk arogansi Bupati Badung Anak Agung Gde Agung yang tak paham investasi dan tindakan itu insubordinasi kepada pemerintah pusat.

Industri telekomunikasi dan industri pendukungnya telah diatur dalam UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi. Selain itu, khusu untuk menara bersama, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Bersama yang diteken Menkominfo, Mendagri, Menteri Pekerjaan Umum dan Kepala Bada Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Peraturan itu sudah komplet karena memasukkan masalah perizinan pendirian menara, tata kota, peruntukan wilayah, restribusi, dan koordinasi pengawasan daerah. Selain itu, Peraturan Bersama itu menegaskan Perda (Peraturan Daerah) yang bertentangan dengan Peraturan Bersama tersebut harus dibatalkan.

Oleh karena itu, Hayono menduga, upaya Bupati merobohkan menara itu tak terlepas dari adanya unsur KKN dengan salah satu perusahaan penyedia menara di daerah itu.
“Kesan KKN itu kuat sekali karena ada favoritisme dalam memberikan fasilitas terhadap rekanan tersebut,” tegas dia.

Pendapat senada diutarakan, Mas Wirgantoro, menurut dia tindakan yang dilakukan Pemkab Badung merupakan sebuah ironi di tengah kuatnya kemauan pemerintah mendorong peningkatan infrastruktur di daerah. Dia mengaku, sudah dua tahun mengikuti kasus tersebut. Segala upaya baik dari mediasi hingga upaya hukum sudah dijalankan pemilik menara dan Pemkab Badung sehingga membuahkan kesepakatan untuk mencabut gugatan. “Tetapi Bupati Badung masih saja bandel, dan tidak mematuhi kesepakatan yang ada. Mana komitmennya?” kata dia.

Dia mencurigai ada motif ekonomi berbau KKN di balik perobohan menara yang menguntungkan pihak tertentu. Karena itu, dia meminta KPK untuk turun tangan meneliti kasus ini. “Mungkin hanya KPK yang bisa mengatasi persoalan ini,” ujar dia.

Pada kesempatan itu, Mas Wirgantoro mengkritik sikap pemerintah pusat, Kemenkominfo dan Depdagri yang terkesan “lepas tangan” terhadap persoalan ini sehingga tidak mampu melindungi operator serta penyedia menara. Di sisi lain, operator telekomunikasi masih setengah hati dalam menyikapi persoalan ini. “Operator jalan sendiri-sendiri dan hanya mau melindungi kepentingannya sendiri,” kritik dia.

ATSI Mengimbau

Ketua umum ATSI Sarwoto Atmosutarno mengimbau agar Pemkab Badung, Bali menghentikan aksi perobohan menara. Ini untuk mencegah dampak negatif dari pembongkaran terhadap 14 menara bersama itu. Ke-14 menara itu menaungi 41 BTS milik Telkomsel (12 BTS), Mobile 8 Telecom (7 BTS), Telkom (6 BTS), Hutchison CP Telecom (4 BTS), Bakrie Telecom (4 BTS), Indosat (3 BTS), XL Axiata (3 BTS), dan Natrindo Telepon Selular (2 BTS).

“Pembongkaran menara-menara tersebut juga berimplikasi terhadap BTS-BTS lain yang memiliki koneksi dengan BTS yang dibongkar. Hal ini dipastikan akan berdampak terhadap penurunan kualitas layanan pelanggan telekomunikasi selular yang tidak hanya mencakup wilayah Badung, namun juga merambah secara nasional bahkan internasional,” kata Sarwoto.

Sarwoto yang juga dirut Telkomsel itu mengingatkan, Pulau Bali, dan khususya wilayah Badung, merupakan salah satu magnet pariwisata dunia. Untuk itu ATSI berharap Pemda Badung dapat bersikap kooperatif dalam menyikapi hal ini dengan bersedia melakukan dialog untuk mencari solusi bersama.

Menkominfo Lapor Mendagri

Sekjen Kemenkominfo yang juga menjabat Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar akan langsung berkoordinasi dengan Kementrian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk menindaklanjuti permintaan DPR itu.

“Kami akan meminta Mendagri untuk menegur Pemkab Badung karena ini wewenang dia,” ujar Basuki.

Sementara itu, Kepala Pusat Informasi Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto menilai kasus ini semacam test case agar Peraturan Bersama tentang Menara Bersama itu tidak hanya secarik kertas tanpa acuan implementasi di lapangan.

“Kita juga akan verifikasi ke Pemkab Badung, operator, dan juga penyedia sewa menara. Siapa yang salah, itu belum clear, kami masih menunggu hasil laporan di lapangan,” jelas dia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar