Rabu, 03 Februari 2010

RIM Siap Bayar BHP dan USO

BADAN Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Research In Motion (RIM) sepakat tentang keharusan vendor BlackBerry itu untuk membayar biaya hak penggunaan (BHP) dan dana Universal Service Obligation (USO).

Untuk itu, BRTI memerintahkan operator seluler menghitung total pendapatan kotor (gross revenue), termasuk pendapatan dari jasa BlackBerry, sebelum melunasi BHP dan USO.

Perhitungan ini sesuai dengan UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi, PP No.52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, serta PP No.7/2009 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Depkominfo.

Anggota BRTI Nonot Harsono mengatakan, perintah ini berkaitan dengan kewajiban Research in Motion (RIM), vendor penyelenggara Blackberry, untuk juga membayar kewajiban BHP dan USO. Vendor dari Kanada itu harus membayar BHP dan USO telah menyediakan jasa telekomunikasi di wilayah Indonesia. Untuk layanan ini, RIM menggandeng Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Axis, dan Smart Telecom.

Yang terjadi selama ini, operator seluler membayar biaya dalam jumlah tertentu, sesuai dengan biaya pemakaian server, pada RIM. Setelah dikurangi kewajiban untuk RIM, operator menghitung pendapatan kotornya untuk mendapatkan jumlah BHP dan USO, yang harus disetor ke kas negara.

"Padahal seharusnya bukan begitu menghitungnya. Kumpulkan dulu seluruh pendapatan kotor dan langsung hitung BHP dan USO-nya," kata Nonot Harsono di Jakarta, Selasa (2/2).

Tentang masalah ini sudah diklarifikasi pada RIM dalam pertemuan dengan BRTI di Jakarta Selasa (2/2) pagi. Pihak RIM diwakili Senior Manager for Goverment Relation RIM Jason Saunderson. RIM berpendapat, mekanisme pembayaran yang berlaku sekarang sudah tepat. Berhubung operator sudah memakai servernya, maka mereka harus membayarnya sesuai dengan volume penggunaan. Dan, pembayaran ini dimasukkan operator sebagai belanja operasional (operational expenditure/opex).

"Meski tadi hanya pertemuan klarifikasi saja, tapi kami minta agar RIM harus mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia," kata Nonot.

Pola pembayaran sekarang jelas merugikan operator. Kesannya, kata dia, pemerintah hanya memeras pendapatan hanya dari operator. Padahal, sudah jelas RIM menyediakan jasa telekomunikasi di wilayah hukum Indonesia sehingga harus tunduk juga dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Karena itu, untuk pembayaran BHP dan USO di masa datang harus tunduk pada peraturan. Biasanya operator melakukan pembayarannya setiap tiga bulan sekali. Masing-masing operator punya jadwalnya.

"Suka tidak suka, memang pembayaran berikutnya harus ikut peraturan di sini," kata Nonot.

Sedangkan Sekjen Idtug Muhammad Jumadi sepakat kalau pendapatan kotor harus dijadikan satu terlebih dulu tanpa terkecuali. Jangan ada pemisahan pembayaran untuk RIM dan BHP serta USO. Setelah seluruh pendapatan kotor ditampung, maka dihitunglah jumlah kewajibannya.

"Idtug setuju dengan pemerintah agar pembayaran BHP BlackBerry segera diterapkan, dengan catatan tidak membebani pengguna," kata dia.

Selama ini, semua pendapatan RIM langsung dan tidak ada kontribusinya bagi negara. Padahal mereka membuka layanan jasa telekomunikasi. Masalah service center saja belum direspons positif mereka. Kini, mereka pun mencari alasan untuk tidak membayar kewajibannya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar