Selasa, 18 Mei 2010

BPPT Siapkan E-Voting pada Pemilu 2014

BADAN Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyiapkan teknologi untuk menerapkan pemungutan suara secara elektronik (e-Voting) dalam pemilu 2014. Namun, penggunaan e-Voting ini bisa diwujudkan jika penggunaan KTP elektronik juga sudah memasyarakat.

Demikian dikatakan Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar dalam keterangan pers di Jakarta, akhir pekan lalu. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno menyambut baik upaya BPPT menyiapkan penggunaan sistem e-Voting untuk menghadirkan pemilu yang efisien.

Gagasan penggunaan e-Voting dalam pemilu 2014 dimungkinkan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan uji materil pasal 88 UU Nomor 32/2004 tentang Pemda soal kata 'Mencoblos'

Dalam putusan MK itu menyatakan, penggunaan metode e-Voting dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada memungkinkan. ''E-Voting memungkinkan dilaksanakan sejauh tak melanggar asas pemilu dan sejauh fasilitasnya tersedia, dari teknologi, pembiayaan, dan SDM,'' kata Teguh.

Meski demikian, dia meminta BPPT melakukan kajian secara mendalam, sebelum menerapkan teknologi tersebut.

Menurut dia, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Dia mencontohkan, masing-masing TPS yang menerapkan teknologi e-Voting, paling tidak harus dilengkapi satu layar touch screen, dua komputer, satu server, dan koneksi internet.

“Teknologi juga selalu berganti setiap lima tahun. Jadi jangan sampai nanti lima tahun berikutnya tidak dipakai karena sudah usang. Belum lagi soal keamanan data, apakah benar bisa dijamin keamanannya dari hacker? lalu bagaimana data base-nya apakah sudah ada fire wall yang kuat,” kata dia.

Dia juga menyarankan, sebelum digunakan pada pemilu 2014, sistem e-voting diujicobakan pada pemilihan kepala daerah. Tujuannya, agar diketahui kelemahan dan keunggulannya sistem tersebut.

“Kalau ternyata nanti hasilnya sistim manual jauh lebih baik, pemerintah tidak perlu memaksakan menggunakan teknologi e-voting,”tegasnya.

Sementara itu, Marzan Aziz menyatakan, pelaksanaan pemungutan suara di Indonesia dengan menggunakan sistem e-voting, baru dilakukan dalam skala kecil. Salah satu contohnya adalah pemilihan kepada dusun di Kabupaten Jembrana, Bali, pada tahun lalu. Pada uji coba di Jembrana tersebut, lanjutnya, BBPT telah menciptakan mesin e-voting senilai Rp14,5 juta, yang bisa melayani sekitar 1.000 orang pemilih.

“BPPT ingin merancang suatu sistem e-voting yang segala peralatannya bisa dibuat di dalam negeri. Ditargetkan pada akhir 2012 nanti seluruh penduduk Indonesia sudah memiliki e-KTP,” ujarnya.

Dia menilai, sistem e-voting akan memangkas biaya pemilu cukup signifikan. India, kata dia, hanya membutuhkan dana sekitar US$0,75 per calon pemilih dengan menggunakan teknologi tersebut.

“Kalau pada 2014 nanti ada sekitar 200 juta orang yang jadi pemilih di Indonesia, berarti dana yang dibutuhkan sekitar US$150 juta, atau Rp1,5 triliun. Padahal Pemilu 2009 lalu menghabiskan anggaran sekitar Rp21 triliun,” terangnya.

Marzan menuturkan sistem e-voting ini bisa dilakukan di negeri ini bila penduduknya sudah memakai KTP elektronik, sehingga mudah didata dan efisien.

Dia mengatakan data kependudukan yang valid dan lengkap sangat dibutuhkan, khususnya untuk e-KTP yang sudah dilengkapi biometrik dan sidik jari. Ujicoba untuk e-KTP itu dilakukan di beberapa kota antara lain Jembrana, Denpasar (Bali), Jogja, Malang (Jawa Timur), dan Cirebon (Jawa Barat).

''KTP elektronik ini jadi modal utama untuk berbagai hal, termasuk data pemilih. Ini bisa dijadikan sebagai bukti diri untuk bisa memilih dalam pemilu,'' jelasnya.

Peluang Industri Dalam Negeri

Group Leader program e-voting , Bowo Prasetyo meyakini, apabila e-voting berhasil dilakukan, maka akan banyak peluang bagi industri dalam negeri untuk ikut berperan serta menyiapkan perangkat keras dan lunaknya.

Dia mencontohkan, penyediaan perangkat keras seperti mesin e-voting (DRE+VVPAT, Direct Recording Equipment with Voter Verified Printed Audit Trail) yang meliputi perangkat pemungutan dan penyimpanan voting secara digital, perangkat pencetak kertas audit trail, perangkat verifikasi audit trail tanpa menyentuh , dan kotak suara untuk menyimpan audit trail.

Lebih lanjut Bowo menjelaskan, untuk mengatasi persoalan keterbatasan jaringan listrik, sarana infrastruktur yang kurang baik, dan kurangnya perlengkapan elektronik yang menunjang sistem e-voting, pihaknya berupaya mencari solusinya. Dia mencontohkan, teknologi battery operated akan disiapkan untuk daerah yang tidak memiliki jaringan listrik. Sedangkan untuk daerah yang perlengkapan eletroniknya tidak memadai, dapat digunakan PC biasa yang sudah dimodifikasi sesuai kebutuhan e-voting.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar