Jumat, 14 Mei 2010

Postel Siapkan Frekuensi Lain untuk LTE

INDOVISION meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana menggusur satelitnya dari frekuensi 2,5 GHz karena spektrum itu disiapkan untuk Long Term Evolution (LTE). Meski menolak, pemerintah terus berusaha mengajak Indovision membicarakan masalah ini sambil menyiapkan alternatif lain.

Dirjen Postel Kemenkominfo Muhammad Budi Setiawan mengatakan, pihaknya telah beberapa kali berdialog dengan Indovision dan telah mengetahui penolakan dari ‘pemilik’ frekuensi 2,5 GHz itu. Meski demikian, Ditjen Postel akan terus berdialog dengan Indovision demi membicarakan hal pengosongan frekuensi 2,5 GHz ini.

“Frekuensi 2,5GHz ini kan cuma salah satu alternatif saja karena ada alternatif keduanya. Meski demikian, kami masih terus membicarakan masalah ini untuk mencari solusinya,” kata Budi di Jakarta, Selasa (11/5). Namun, Budi menolak menyebutkan frekuensi alternatif yang lain itu.

LTE adalah teknologi GSM generasi keempat (4G) yang mampu menghadirkan akses internet berkecepatan hingga 100 megabit per detik (Mbps). Meski GSM, kabarnya teknologi CDMA juga akan mengadopsi LTE. “Karena itu, bukan tidak mungkin, LTE ini akan bersaing dengan Wimax,” kata dia.

Gusur-menggusur frekuensi bukan kali ini saja terjadi. Pada 2005, saat 3G baru muncul, pemerintah menggusur Telkom Flexi dan Indosat StarOne dari frekuensi 1900 MHz ke 800 MHz. Kanal 1900 MHz ini kemudian diserahkan untuk 3G. Pelanggan kedua operator itu pun jadi korban karena harus mengganti handset-nya agar sesuai dengan frekuensi 800 MHz.

Dalam kesempatan terpisah, General Manager Corporate Secretary PT MNC Sky Vision (Indovision) Arya Mahendra Sinulingga minta pemerintah mempertimbangkan dampak dari penggusuran frekuensi 2,5GHz itu, terutama masalah investasi dan dampak sosialnya bagi masyarakat (pelanggan).

Dia mengatakan, Indovision kini memiliki 700 ribu pelanggan Pay TV atau siaran televisi (TV) berbayar. Indovision telah lebih dari 10 tahun menggunakan frekuensi 2,5 GHz untuk menayangkan konten-kontennya dengan sinyal digital melalui satelit. PT Media Citra Indostar adalah pengelola satelit Protostar II yang bertengger pada frekuensi 2,52-2,67 GHz, yang digunakan Indovision.

“Kami minta pemerintah tidak mudah diatur oleh kepentingan para vendor yang berada di balik teknologi LTE,” kata Arya di Jakarta, Selasa (11/5).

Arya menuduh para vendor LTE memiliki kepentingan untuk memasarkan produknya di Indonesia. Produk LTE yang ingin dipasarkan itu bekerja pada frekuensi 2,5GHz. Oleh karena itu, para vendor itu memaksakan kehendaknya kepada pemerintah agar mengosongkan frekuensi 2,5GHz untuk digunakan LTE.

Arya mempertanyakan, untuk LTE, kenapa pemerintah harus mengosongkan frekuensi 2,5GHz yang sudah diisi satelit Protostar II? “Sebenarnya, LTE merupakan teknologi yang fleksibel dan dapat ditempatkan di berbagai frekuensi,” ujar Arya.

Arya mengklaim pihaknya memiliki public service obligation (PSO) yang besar untuk industri penyiaran. Karena itu, pemerintah diharapkan mempertimbangkan kembali rencana penggusuran tersebut. Arya juga mengatakan, pemerintah dan Indovision belum pernah membicarakan masalah penggusuran frekuensi itu.

2-3 Tahun Lagi

Mengingat frekuensi untuk teknologi telekomunikasi generasi keempat (4G) ini belum siap, Budi melanjutkan, pemerintah baru memberi lisensi LTE kepada operator paling cepat dua atau tiga tahun (2012-2013) lagi. “Frekuensinya saja belum siap. Kalau jadi di 2,5GHz, proses pengosongan frekuensi itu juga butuh waktu,” kata Budi.

Selain itu, lanjut ahli nuklir itu, layanan 3G yang kini sudah 3,5G dengan kecepatan akses hingga 42 Mbps dinilai masih cukup memadai dibanding negara lain. "Cina saja baru menggelar 3G. Jadi saya rasa kita tidak perlu terburu-buru ke LTE. Urgensinya belum ada," kata Budi.

Meski demikian, lanjut Budi, hingga saat ini sudah ada tiga operator yang mengajukan permohonan untuk uji coba LTE. Ketiga operator itu adalah Telkomsel, Indosat, dan XL. “Saya lupa persisnya, tapi saya kira operator yang tiga besar itu,” kata dia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar