MESKIPUN teknologi komputasi awan atau cloud computing telah menjadi tren di dunia, konsumen di Indonesia dinilai belum siap menerapkannya. Untuk itu, perlu digiatkan kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang manfaat teknologi tersebut.
“Masih banyak kendala, tetapi itu wajar-wajar saja karena masyarakat buuh waktu untuk mengadopsi teknologi baru,” kata Country Manager Platform Produk Fujitsu Indonesia Kurnia Wahyudi di sela peluncuran PRIMEQUEST 1800E di Jakarta, Kamis (6/5).
Cloud computing merupakan teknologi yang memanfaatkan jaringan yang menganggur atau sedang tidak digunakan saat itu. Bisa dikatakan teknologi ini menganalisa tingkat kegunaan jaringan. Beberapa tantangan dalam teknologi ini antara lain masalah keamanan, biaya jaringan dan aplikasi khusus.
Kurnia menjelaskan, cloud computing sebenarnya sangat menguntungkan bagi pelaku bisnis. Sebab, kehadiran teknologi tersebut, pengusaha tidak lagi membutuhkan banyak modal untuk investasi di bidang TI.
“Banyak manfaat yang diperoleh, misalnya dari sisi cost of money. Uang yang harusnya di investasikan pada infrastruktur TI bisa dialokasikan untuk portofolio bisnis. Tentu ini menguntungkan buat pengusaha,”ujarnya.
Namun demikian, dia mengakui, untuk menerapkannya tidak mudah. Selain terbentur persoalan teknis, seperti persoalan keamanan dan aplikasi khusus, sambung dia, perusahaan menhadapi persoalan sosial, jika menerapkan teknologi baru.
“Pengusaha sepertinya masih sayang untuk mengubah ke teknologi baru, karena investasinya juga mahal. Selain itu, ada beban bagi perusahaan , jika harus mengurangi jumlah operator TI. Ini masalah sosial yang tidak mudah untuk diselesaikan,”kata Kurnia.
Fujitsu, kata dia, sedang menyiapkan teknologi ini. Namun, pihaknya tidak mau terburu-buru melemparkan ke pasar, jika konsumen belum siap.
Guna menerapkan cloud computing, Fujitsu membuat strategi global yang berlandaskan pada empat model pemakaian sumber daya komputasi: infrastruktur, aplikasi, aktivitas dan konten.
Menurut dia, platform global ini akan menjadi pelengkap platform cloud computing lokal, dengan memenuhi kebutuhan infrastruktur TI yang terstandarisasi secara global.
Hasilnya, pelanggan bisa mengurangi biaya-biaya TI, dan lebih tanggap terhadap kebutuhan bisnis. “Kami berusaha menghadirkan layanan TI yang tidak akan mengorbankan keamanan dan tingkat ketersediaan,” katanya.
Fujitsu telah menjalin aliansi dengan sejumlah pihak yang terkait dengan komputasi awan. Vendor asal Jepang ini menjamin pelanggan tidak akan terjebak dalam sistem sistem tertutup (proprietary).
“Kami telah mengembangkan teknologi komputasi awan dengan melihat perubahan dalam masyarakat dan bagaimana teknologi bisa membantu manusia melewati perubahan tersebut. Inilah yang kami sebut sebagai sudut pandang human centric,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar