Senin, 03 Mei 2010

Spektrum Tak Bisa Diobral

GSM Association (GSMA) mendesak pemerintah menambah spektrum telekomunikasi untuk mengakomodasi kebutuhan lalu lintas data yang besar di masa mendatang, termasuk penerapan 4G. Namun, regulator, baik Kemenkominfo maupun BRTI menilai, permintaan itu belum mendesak saat ini.

Demikian ditegaskan Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Gatot S Dewa Broto dan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi saat dihubungi Investor Daily secara terpisah di Jakarta, Senin (3/5).

Mereka beralasan, spektrum frekuensi merupakan sumber daya terbatas sehingga pemanfaatannya harus dipertimbangkan secara matang. Regulator juga menilai, proses transisi menuju era teknologi telekomunikasi generasi keempat (4G) tidak perlu dilakukan secara terburu-buru.

“Pemerintah tidak ingin melakukan semuanya dengan terburu-buru, namun dengan mempertimbangkan regulasi dan kondisi masyarakat. GSMA memang menawarkan berbagai potensi, tetapi pemerintah Indonesia memiliki national interest sendiri,” ujar Gatot Dewa Broto.

Asosiasi perusahaan perangkat telekomunikasi dunia itu ikutan ‘bermain’ dengan mendesakkan keinginan para anggotanya kepada pemerintah Indonesia. Kepentingan-kepentingan asing sering kali disuarakan lewat asosiasi, seperti yang sering pula dilakukan asosiasi perusahaan peranti lunak (Business Software Alliance/BSA) dan Wimax Forum.

BSA gencar menekan pemerintah Indonesia agar memberantas pembajakan peranti lunak, dan Wimax Forum beberapa waktu lalu mendesak pemerintah Indonesia agar mengubah aturan tentang penggunaan perangkat Wimax nomadic (tipe 16d) dengan Wimax mobile (16e).

Kali ini GSM Association (GSMA), asosiasi vendor perangkat telekomunikasi berteknologi GSM, mengimbau pemerintah Indonesia menambah spektrum telekomunikasi dalam rangka mengakomodasi kebutuhan lalu lintas data yang sangat besar, termasuk tentang Internet Protocol Television (IPTV) dan megap-megapnya TV konvensional. Arahnya jelas, yakni agar Indonesia segera menyediakan kanal untuk penerapan teknologi generasi keempat (4G) atau yang dikenal dengan Long Term Evolution (LTE). Dan, kanal yang diincar adalah kanal TV analog atau konvensional di 800 MHz.

”Jika pemerintah dan swasta di Indonesia dapat mewujudkan dua hal itu maka Indonesia dinilai sanggup mentransformasi teknologi secara signifikan,” kata Chief Government and Regulatory Affair Officer GSMA Tom Phillips, di Jakarta, belum lama ini.

Tidak Diobral

Menurut Gatot, kini sedang ada transisi ke masa digitalisasi. Namun tentu saja ada berbagai kendala dalam prosesnya, di antaranya infrastruktur telekomunikasi yang masih lemah.

Ia menegaskan, pihaknya bukan tidak ingin memberikan lebih banyak spektrum frekuensi untuk mendukung perkembangan sektor telekomunikasi di Indonesia. Pasalnya, penambahan spektrum tidak bisa dilakukan secara obral, karena sifatnya yang terbatas. Apalagi, sekali spektrum diberikan, sambung dia, maka akan sulit untuk menarik kembali tanpa alasan yang sangat kuat.

"Kami bukan tidak mau memberi, tetapi spektrum itu merupakan sumber daya yang terbatas sekali. Kami tidak ingin menjadi generasi pengobral spektrum, sementara generasi selanjutnya akan menanggung akibatnya," kata Gatot.

Sementara itu, Heru Sutadi menyatakan, penambahan spektrum tidak bisa dilakukan secara terburu-buru, karena harus melihat persiapan perangkatnya. “Tidak bisa penambahan spektrum dilakukan terburu-buru, apalagi customer premises equipment (CPE) di Indonesia berbeda dengan negara lain. Takutnya harga perangkatnya itu akan mahal,” kata Heru.

Dia menilai, Indonesia negara yang cepat menyerap teknologi, tetapi apapun teknologi yang diserap harusnya menyertakan kontribusi lokal.

“GSMA harusnya jangan cuma teriak minta tambah spektrum tetapi juga harusnya mendorong untuk meningkatkan kontribusi nyata di masyarakat, seperti memberikan set top box TV digital kepada masyarakat,” tegasnya.

Kesiapan LTE

Gatot menyatakan, Indonesia tidak ingin ketinggalan menerapkan teknologi Long Term Evolution (LTE). Namun pihaknya memerlukan persiapan dalam implementasinya.

"Ke depan kami tidak mau ketinggalan, hanya saja kami perlu prosedur lebih dulu untuk menerapkannya, termasuk perlu regulasinya," kata Gatot.

Sementara itu, Heru berpendapat, implementasi LTE tidak mudah. Sebab, ada kendala untuk penempatan spektrum LTE. Saat ini, spektrum 800 MHZ untuk LTE masih digunakan untuk TV analog. Sedangkan untuk migrasi dari TV analog ke digital membutuhkan waktu hingga 2014. Disisi lain, frekuensi 2500 MHZ sudah dipakai oleh Mediacitra Indostar (MCI).

“Sepertinya, pemerintah belum menemukan spektrum yang ideal untuk LTE,” jelas Heru.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar