Kamis, 06 Mei 2010

RUU Konvergensi Atur Penyiaran Berbasis IP

KEMENKOMINFO tengah menyiapkan RUU Konvergensi yang memadukan urusan telekomunikasi dan penyiaran serta frekuensi. Pembahasan RUU ini nantinya tidak hanya memperhatikan aspek teknis dan komersial, juga mempertimbangan nation character building.

Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan mengatakan, RUU Konvergensi sudah disertakan DPR dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2010. Untuk itu, regulasi yang mengakomodasi industri telekomunikasi, penyiaran, dan informatika ini akan segera rampung.

Kemenkominfo segera mematangkan draf RUU Konvergensi dengan mengajak pemangku kepentingan (stakeholders). “Kami sedang membuat tim penyusun regulasi yang anggotanya juga berasal dari kalangan industri dan akademisi. Timnya akan diketuai oleh bapak Sekjen Kominfo (Basuki Yusuf Iskandar, red) dan saya sebagai wakilnya” kata Budi di sela ICT Expo 2010 di Jakarta, Rabu (5/5).

Sementara itu Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI) Arya Mahendra Sinulingga meminta, RUU itu nanti ikut mengatur soal penyiaran berbasis Internet Protocol (IP) atau yang lebih dikenal dengan Internet Protocol Television (IPTV). Dirut PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Rinaldi Firmansyah berulangkali menyebutkan bahwa layanan IPTV Telkom akan mengudara secara komersial pada semester II 2010.

Arya menilai, layanan penyiaran berbasis IP akan berkembang pesat di Tanah Air. Jika dulu bisnis penyiaran masih gratis, lanjut dia, nantinya justru beralih ke IPTV. Untuk itu, dibutuhkan regulasi untuk mengaturnya agar tidak tumpang tindih dengan bidang telekomunikasi.

“Kami berharap pemerintah memberikan porsi yang jelas antara regulasi telekomunikasi dan broadcasting. Jangan sampai saling bertabrakan, karena akan merugikan masyarakat,” kata Arya.

Sementara itu anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi berharap, RUU ini bisa menghindari tumpang tindih UU yang terkait dengan bidang telekomunikasi.

Ada empat payung hukum yang mengatur tentang informatika, yaitu UU No 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi, UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Keempat UU itulah yang akan dilebur menjadi UU Konvergensi

Menurut dia, UU Konvergensi sangat diperlukan, karena dalam tahun-tahun ke depannya perkembangan teknologi informasi sangat pesat. Apalagi teknologi untuk masa depan menjadi teknologi konvergensi (penyatuan) dari telekomunikasi, informatika dan media.

“Sekarang masih ada kebingungan ranah hukum antara industri telekomunikasi dan penyiaran. Karena itu, kami berharap RUU konvergensi dapat mengakomodasi kekurangan di UU yang lama, khususnya mengenai aturan yang berbasis internet protocol (IP),” kata dia.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto menyatakan, rakor pimpinan Kemenkominfo yang berlangsung di Bogor pada 1 Mei 2010 memutuskan tiga kerangka besar RUU Konvergensi. Pertama, RUU Konvergensi tidak mengatur konten, karena sudah diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kedua, konten konvergensi yang terkait dengan penyiaran diatur dalam revisi UU Penyiaran. Ketiga, RUU Konvergensi akan mengatur yang berbasis IP, termasuk penyiaran yang berbasis IP.

“Domain RUU Konvergensi adalah infrastruktur, industri dan bisnis,” jelas Gatot di Jakarta, Selasa (4/5).

Revisi UU Penyiaran

Gatot menjelaskan, Ditjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (SKDI) masih terus melanjutkan penyiapan Revisi UU Penyiaran, yang pada dasarnya merupakan inisiatif dari DPR yang telah masuk pada Prolegnas. Revisi ini menjadi prioritas pembahasan tahun 2010. Selain itu, Ditjen SKDI juga menyiapkan RUU tentang Tindak Pidana Teknologi Informasi (TIPITI).

“RUU ini secara filosofis pada dasarnya mengatur tindak pidana melalui TI yang dampaknya ancaman destruktifnya sangat luas dan bersifat tanpa batas,” katanya.

Menurut dia, pendekatan penyelesaian TIPITI memerlukan satu bentuk hukum positif tersendiri yang memiliki karakteristik berbeda dari hukum positif yang ada saat ini.

“Mengingat telah disahkannya Konvensi EU tentang Cybercrime tahun 2001, diperlukan suatu UU di bidang TIPITI sebagai instrumen nasional untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut,” tambahnya.

Terkait dengan Revisi UU ITE, khususnya yang menyangkut masalah ‘pencemaran nama baik’ pada Pasal 27 ayat (3) dan sanksi pidana di Pasal 45, Gatot menyatakan, Kemenkominfo sedang bekerja sama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional untuk menyusun naskah akademik revisi UU ITE. Namun untuk urusan teknis infrastruktur UU ITE akan diatur dalam RUU Konvergensi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar