Rabu, 05 Mei 2010

Indonesia Rentan Serangan Penjahat Cyber

INDONESIA menjadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan tingkat aktivitas program jahat (malicious activity) tertinggi, di bawah Thailand dan Vietnam. Laporan Internet Security Threat Report (ISTR) Symantec menunjukkan, aktivitas jahat mulai mengakar di negara-negara yang mengalami peningkatan infrastruktur broadband, termasuk Indonesia.

Pada 2009, negara-negara berkembang seperti Brazil, India, Polandia, Vietnam dan Rusia mengalami peningkatan peringkat sebagai sumber dan sasaran aktivitas jahat para penjahat cyber. Maraknya kejahatan di negara-negara berkembang disebabkan karena aturan pemerintah yang belum begitu keras membasmi para penjahat cyber.

“Para penyerang telah berkembang dari scam yang sederhana menjadi gerakan spionase canggih yang menargetkan sebagian entitas perusahaan dan pemerintah di dunia,” kata Stephen Trilling, senior vice president Security Technology and Response Symantec, dalam ketarangan resminya, baru-baru ini.

Tren-tren yang ikut menjadi sorotan, antara lain peningkatan jumlah ancaman yang mengincar perusahaan, Toolkit ancaman yang mempermudah kejahatan di ranah maya, serta serangan berbasis Web yang terus tumbuh.

Prestasi buruk Indonesia dalam mengatasi aktivitas jahat menjadi sorotan ISTR. Indonesia berada di urutan kedua di Asia Tenggara untuk serangan berbasis Web, di belakang Filipina. Negara ini juga menduduki peringkat kedua untuk angka potensi infeksi di kawasa Asia Pasifik dan Jepang pada tahun 2009.

"Perusahaan jasa keuangan adalah sektor yang paling rentan diserang URL Phising dengan angka 91% dari seluruh aktivitas phising di Indonesia," tambahnya.

Dalam laporan yang dihimpun dari Januari-Desember 2009, Thrilling menambahkan, ISTR juga menyoroti temuan lebih dari 240 juta jenis program jahat baru yang pertumbuhannya meningkat 100% dibanding tahun 2008.

Selain itu, 60% dari seluruh pencurian data yang mengekspos identitas merupakan hasil hacking. Laporan Symantec State of Enterprise Security Report 2010 juga melaporkan bahwa 75% dari perusahaan yang disurvei mengalami serangan cyber.

“Skala dari serangan-serangan ini dan fakta bahwa mereka berasal dari seluruh dunia membuat kejahatan cyber benar-benar menjadi masalah internasional yang membutuhkan kerja sama antar sektor swasta dan pemerintah,” tegas Trilling.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar