Kamis, 06 Mei 2010

LTE Akan Tempati Frekuensi 2,5 GHz

KEMENKOMINFO akhirnya berjanji untuk menata ulang pemanfaatan frekuensi demi menyiapkan spektrum bagi teknologi GSM generasi keempat (4G), Long Term Evolution (LTE). Spektrum yang dipakai satelit Mediacitra Indostar/MCI (Indovision) pada 2,5 GHz kemungkinan digusur untuk LTE.

Demikian dikatakan Plt Ditjen Postel Kemenkominfo Muhammad Budi Setiawan di sela acara ITC Expo 2010 di Jakarta, Rabu (5/5).

Sebelumnya, GSM Association (GSMA) mendesak pemerintah menambah spektrum telekomunikasi untuk mengakomodasi kebutuhan lalu lintas data yang besar di masa mendatang, termasuk penerapan 4G. Namun, regulator, baik Kemenkominfo maupun BRTI menilai, permintaan itu belum mendesak saat ini.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Gatot S Dewa Broto dan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menyatakan, spektrum frekuensi merupakan sumber daya terbatas sehingga pemanfaatannya harus dipertimbangkan secara matang. Regulator juga menilai, proses transisi menuju era teknologi telekomunikasi generasi keempat (4G) tidak perlu dilakukan secara terburu-buru.

“Pemerintah tidak ingin melakukan semuanya dengan terburu-buru, namun dengan mempertimbangkan regulasi dan kondisi masyarakat. GSMA memang menawarkan berbagai potensi, tetapi pemerintah Indonesia memiliki national interest sendiri,” ujar Gatot Dewa Broto.

Plt Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan mengatakan, untuk LTE, fihaknya sudah menyiapkan lokasi pada frekuensi 2,5GHz. “Memang frekuensi 2,5 GHz itu sudah ada yang menempati. Yakni, MCI. Tapi, kami akan memindahkannya. Itu bagian yang akan kami atur,” kata Budi di sela acara ICT Expo di Jakarta, Rabu (5/5).

Dia menjelaskan, saat ini, teknologi pita lebar secara global umumnya menggunakan spektrum 2,5 GHz, 2,3 GHz, dan di 700 MHz serta 900 MHz. Spektrum 2,5 GHz di Indonesia digunakan untuk satelit milik MCI (Indovision) dan spektrum 2,3 GHz digunakan untuk WiMax. Adapun, spektrum 700 MHz telah dialokasikan untuk transisi penyiaran televisi dari analog ke siaran digital, sedangkan 900 MHz dimanfaatkan untuk layanan suara.

Namun, Budi menyebutkan, LTE akan dialokasikan pada frekuensi 2,5 GHz, yang saat ini ditempati satelit milik Indovision. Namun, Budi tidak mau menjelaskan kapan kebijakan pemindahan itu dilakukan. Proses penertiban frekuensi untuk kebutuhan spektrum LTE tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Pemerintah harus terlebih dulu melakukan uji publik dan membuat regulasinya.

“Idealnya dituangkan dalam Peraturan Menteri. Tetapi kalau nanti saat uji publik ada resistensi kami siap mengkaji ulang. Kami tak ingin kebijakan yang dikeluarkan berdampak langsung pada operator dan pengguna layanananya,” ujarnya.

Kebutuhan Teknologi 4G

Ketua Umum Indonesia Telecommunications Users Group (IDTUG) Nurul Yakin Setyabudi mengatakan, kebutuhan untuk teknologi 4G saat ini sudah ada, terutama di kota-kota besar.

Namun dia mengingatkan operator untuk memberikan layanan sesuai yang dijanjikan kepada konsumen, termasuk dari sisi kualitasnya. Pemerintah juga harus menetapkan quality of service yang tegas serta melakukan pengontrolan.

“Jika memang (kecepatan akses data) dijanjikan 3,2 Mbps, ya harus segitu, jangan cuma 64 Kbps atau kadang bahkan cuma 1 Kpbs,” kata pria yang akrab disapa Budi ini.

Dia tidak mempermasalahkan apakah operator menggunakan teknologi 4G LTE atau WiMax. Namun yang paling penting bagi pengguna, kualitas layanan dan tarif berjalan beriringan sama baiknya. Selain itu regulasi juga harus memiliki teknologi netral, jangan berat sebelah pada teknologi tertentu.

“Kami ingin tarif yang terjangkau dalam artian tidak hanya murah, tetapi juga andal, seiring dan tidak ada kebohongan. Jangan sampai yang sudah dijelaskan dalam promosi beda dengan aslinya,” tambahnya.

Selain itu operator tidak boleh menerapkan layanan yang berbeda di antara kota kecil dan kota besar. Sebab, telekomunikasi bukan hanya sekedar alat , tetapi juga untuk ekonomi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar