Senin, 23 November 2009

Operator BWA Dukungan Syarat TKDN

JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI menyesalkan sikap pemenang tender Broadband Wireless Acces (BWA) yang tidak menunaikan kewajibannya sesuai tenggat Depkominfo pada 20 November 2009. Sementara itu, operator BWA mendukung aturan mengenai syarat kandungan lokal (TKDN) 30-40%.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Demokrat Roy Suryo dan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Jeffry Geofani di Jakarta, Senin (23/11). Anggota DPR itu mendukung sanksi denda hingga penarikan kembali izin BWA itu.

“Kalau tidak mematuhi kewajibannya, tentu sikap tegas Depkominfo diperlukan. Kami siap mengawal kebijakan Depkominfo. Jadi, mereka tidak perlu ragu-ragu untuk bersikap tegas,” kata Jeffry Geofani.

Seperti diketahui, delapan perusahaan memenangi 30 lisensi BWA. Tiga perusahaan, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Indosat Mega Media (IM2), dan PT First Media telah melunasi kewajibannya. Dua perusahaan lain berupa konsorsium sehingga masih diberi waktu hingga Januari 2010 untuk membentuk badan hukum PT.

Sedangkan tiga perusahaan yang belum melunasi kewajibannya adalah PT Berca Hardyaperkasa, PT Internux, dan PT Jasnita Telekomindo. Mereka tidak hanya menunda pembayaran, tapi juga mempertanyakan ketersediaan perangkat Wimax yang memenuhi syarat kandungan lokal (TKDN), dan keputusan pemerintah untuk menerapkan teknologi Wimax 16d.

Menurut Roy Suryo, pemenang tender BWA seharusnya memahami aturan main yang ditetapkan pemerintah seperti saat prakualifikasi. Oleh karena itu, alasan penundaan pembayaran itu sulit dipahami.

“Kalau alasan frekuensi masih kotor dan mempersiapkan TKDN untuk perangkat Wimax sulit dipahami. Jadi, saya dukung langkah tegas Depkominfo,” kata Roy.

Roy minta Depkominfo memanggil ketiga perusahaan yang menunda pembayaran itu. “Lebih baik mereka dipanggil untuk mengetahui persis apa persoalan dan keberatan mereka hingga tidak bisa membayar kewajibannya tepat waktu,” kata Roy.

Siap Bayar

Sementara itu, PT Berca Hardyaperkasa, PT Internux, dan PT Jasnita Telekomindo telah menyatakan kesiapannya melunasi kewajiban atas izin BWA itu. Hanya saja, mereka minta waktu hingga Desempat 2009 atau Januari 2010.

“Kami siap membayar lisensi BWA, baik up front fee maupun annual fee-nya. Tapi kami minta waktu hingga Januari 2010,” kata Direktur Keuangan PT Internux Hiroshi Arifudin, pekan lalu.

Berca yang memenangi 14 lisensi BWA dengan total kewajiban yang harus dibayar sebesar Rp 147 miliar juga siap melunasi kewajibannya pada Januari 2010. “Lisensi BWA itu pasti kami bayar, cuma kami minta waktu hingga awal tahun depan,” kata salah seorang petinggi Berca.

Sedangkan PT Jasnita Telekomindo yang memenangi zona Sulawesi bagian Utara, juga minta tenggang waktu untuk melunasi kewajibannya. Kewajiban Jasnita adalah sebesar Rp 384 juta. “Kami selalu mengikuti aturan pemerintah. Hanya saja, untuk pembayaran lisensi BWA, kami minta waktu hingga akhir Desember ini,” kata Sammy.

Dukung TKDN

Selain berkomitmen melunasi kewajibannya, operator BWA juga berkomitmen mematuhi aturan kandungan lokal (TKDN) 30-40%. “Kalau soal produk dalam negeri, kami dukung 100%,” kata salah seorang eksekutif Berca.

Hanya saja, para operator BWA itu minta pemerintah tak membatasi teknologi Wimax yang digunakan harus tipe nomadik atau fixed (16d). “Teknologi Wimax yang sekarang berkembang di dunia adalah jenis mobile (16e),” kata dia.

Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan, perangkat Wimax yang telah memenuhi TKDN sudah tersedia di Indonesia. Ia tidak mau menyebut nama, tapi vendor Wimax lokal yang sering disebut adalah PT Teknologi Research Group (TRG), dan PT Hariff Daya Tunggal Engineering itu. Bahkan, Sirka kabarnya telah memproduksi perangkat Wimax lokal bekerja sama dengan Huawei dari Tiongkok.

Namun, baik Huawei maupun partner lokalnya, Sylvia Sumarlin yang mantan ketua umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), belum bersedia buka suara. Kabarnya, perangkat Wimax Sirka itu bertipe mobile (16e), dan menggunakan kanal 5 MHz dan 10 Mhz, sesuai standar internasional.

Sedangkan Sammy Pangerapan tidak mempersoalkan teknologi yang ditetapkan pemerintah. “Mau 16d (nomadic) atau 16e (mobile), yang penting teknologi itu berkesinambungan dan ada roadmap-nya,” kata Sammy.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar