Selasa, 17 November 2009

Operator BWA Minta Insentif

JAKARTA – Para pemenang tender BWA minta insentif berupa diskon BHP frekuensi kepada pemerintah untuk menggelar jaringan Wimax. Insentif ini diharapkan bisa menekan biaya investasi demi menghadirkan internet murah bagi masyarakat banyak.

Sebuah sumber menyebutkan, sejumlah pemenang tender Broadband Wireless Access (BWA) telah terlanjur mengajukan harga penawaran tinggi tanpa berpikir panjang. Saat itu, para peserta tender BWA berpikir, yang penting memegang lisensi dulu, risiko bisnis kemudian.

Begitu lisensi sudah dipegang, ujar sumber ini, persoalan baru muncul karena ternyata investasi yang akan dikeluarkan tidak sesuai dengan pendapatan yang bakal diperoleh. “Karena itu, insentif dari pemerintah diharapkan jadi solusi. Kalau tidak, sulit bagi operator BWA menghadirkan internet terjangkau,” kata dia.

Direktur PT Wireless Telecom Universal (WTU), dahulu bernama PT Konsorsium Wimax Indonesia (KWI) Teddy Purwadi, membenarkan hal permintaan insentif itu. Dari analisa terakhir yang disesuaikan target pemerintah untuk menyediakan akses internet dengan tarif murah, perlu insentif untuk belanja operasional (opex).

Biaya yang diperoleh dari sektor keuangan komersial, baik perbankan maupun lembaga keuangan, tidak akan mampu menurunkan tarif dengan harga terjangkau. Menurut dia, hanya insentif dari pemerintah yang bisa memberikan solusi, yakni insentif yang diberikan melalui biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi yang diambil pemerintah tiap tahun dari para operator BWA.

“Ini akan kami bicarakan lagi dengan pemerintah. Dan, saya pikir pemerintah pasti mau berdiskusi karena niat kami ingin sama-sama memberikan tarif internet murah bagi masyarakat,” kata dia di Jakarta, belum lama ini.

Kemungkinan pengajuan insentif itu sudah diprediksi Forum Komunikasi Broadband Wireless Indonesia (FKBWI). Menurut Ketua Umum FKBWI Barata Wisnu Wardhana, harga penawaran yang diajukan saat lelang (yang mencapai sembilan kali lipat harga dasar yang ditetapkan pemerintah) sangat tidak rasional. Dari perhitungan FKBWI, seharusnya harganya bisa separuh dari yang dimenangkan.

“Sekarang, mereka mulai merasakan kesulitan keuangan dan mulai kasak-kusuk mengajukan insentif,” kata dia.

Berhubung tahapannya sudah memasuki tahapan pembangunan infrastruktur, dia menyarankan perlu diadakan pertemuan antara Depkominfo dengan pemenang lelang BWA.

Pertemuan ini juga disarankan Indonesia Telecommunication Users Group (Idtug). Menurut Sekjen Idtug Muhammad Jumadi, harga penawaran yang melejit di luar dugaan banyak pihak. Padahal saat itu, pemerintah sudah menggaungkan target internet murah dengan pemberian lisensi untuk wimax.

“Ini karena peserta begitu semangat yang penting menang, tanpa menyimak target pemerintah untuk menghadirkan internet murah,” kata dia.

Namun demikian, Jumadi mengatakan, pemberian insentif memerlukan proses panjang karena menyangkut kebijakan pemerintah. Hal ini juga akan menimbulkan kecemburuan di kalangan pelaku industri telekomunikasi. Sebab itu, dialog menjadi penting agar masyarakat tetap mendapatkan akses internet murah tanpa menimbulkan gejolak.

Kabar adanya permintaan insentif dari pemenang lelang agar tarif internet yang diselenggarakan BWA bisa murah ditanggapi dingin Depkominfo. Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo Gatot S Dewa Broto, belum ada pembicaraan dan apalagi sampai pemberian insentif untuk proyek ini karena semuanya murni diserahkan pada swasta.

“Memang dulu ada pembicaraan ICT Fund, tapi masalahnya ini belum ada dasar hukumnya dan ICT Fund juga sebenarnya dibahas untuk mendukung Palapa Ring,” ujar Gatot.

Seharusnya mereka sudah memahami bahwa pembangunan Wimax murni memakai investasi swasta. Pemerintah hanya menyediakan lisensi. Bila sekarang muncul keluhan pembengkakan investasi sehingga mustahil menyediakan tarif internet murah, tentunya komitmen mereka dipertanyakan. Sejauh ini, Gatot masih berkeyakinan insentif hanya sebatas rumor karena belum ada surat resmi untuk pengajuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar