Jumat, 20 November 2009

WAWANCARA DIRUT PT XL AXIATA TBK HASNUL SUHAIMI (2)

Mobile Advertising dan Mobile Wallet Belum Saatnya

Tahun 2009 tinggal satu bulan lagi. Operator telekomunikasi di Tanah Air masih berjibaku berebut pelanggan, tapi pertumbuhannya tak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Perang tarif agak mereda, meski masih ada operator yang ‘galak’ menyentil kompetitor. Layanan suara dan SMS masih mendominasi, sedangkan layanan data mulai ‘bersuara’ lantang. Bagaimana di tahun-tahun mendatang?

Saat ini, Telkomsel masih market leader dengan jumlah pelanggan hampir 80 juta, Indosat di tempat ke dua dengan 29 juta pelanggan, dan XL masih di posisi ketiga dengan hampir 27 juta pelanggan. Namun, XL mengklaim sebagai operator dengan tarif termurah untuk layanan suara Rp 80 per menit, juga SMS. XL berniat menghadirkan tarif internet termurah pula, tapi masih mencari teknologi yang tepat. Sedangkan untuk layanan BlackBerry, XL mengklaim telah memiliki 200 ribu pelanggan di atas operator lain. Bahkan, XL berniat meluncurkan XL Berry.

Seperti apa XL Berry itu, wartawan Investor Daily, Rizagana, mewawancara Hasnul Suhaimi, dirut PT XL Axiata Tbk (XL), yang pekan lalu masih bernama PT Excelcomindo Pratama Tbk di Jakarta, pekan lalu. Pria kelahiran Bukitinggi, 23 April 1957 ini sudah malang-melintang di industri telekomunikasi seluler Indonesia. Ia ‘lahir’ di Indosat dan besar di Indosat, tapi sukses membesarkan XL. Orang Minang ini satu-satunya yang pernah menjadi direktur pada tiga operator seluler terbesar Indonesia, Indosat, Telkomsel dan XL.

Berikut tulisan bagian terakhir dari hasil wawancara tersebut.

Dalam jangka pendek ini tampaknya tidak ada perubahan berarti dalam bisnis industri telekomunikasi?

Ya. Saya kira, voice masih mendominasi dengan kontribusi terhadap pendapatan mencapai 70%. Bukan tidak ada terobosan. Hanya saja, teroboson untuk menggantikan voice itu belum selevel. Voice nanti masih 65-70%, SMS 20-25%. Dan, data yang disebut-sebut marak itu, kontribusinya cuma 10%.

Bagaimana dengan new business, seperti mobile advertising. Apakah akan mulai marak?

Mobile advertising sudah dicoba di Eropa oleh Blyk di Inggris. Orang bilang, ini akan hebat. Faktanya tidak juga. Masalahnya, pertama, pengiklan belum terlalu yakin apakah iklan yang ditayangkan melalui ponsel itu dibaca, didengar atau ditonton orang. Sekarang iklan masih lebih mengena bila ditayangkan di media elektronik, media cetak atau billboard.

Telkomsel dan Indosat sudah meluncurkan layanan mobile advertising. Tapi XL belum. Kenapa?

XL sebenarnya sudah punya layanan mobile advertising. Tapi yang SMS based dan USB based. Layanan ini masih berputar di antara XL saja, belum kami jual ke luar. Iklannya masih seputar astrologi. Tapi kalau ada pengiklan, misalnya Coca Cola mau pasang iklan untuk dua juta SMS per bulan, secara sistem, kami sudah siap.

Kenapa pengiklan belum tertarik mempromosikan produknya lewat ponsel? Bukankah pelanggan ponsel puluhan juta dan jelas?

Pertama, operator tak bisa menyajikan profil lengkap pelanggannya. Misalnya, anak muda umur berapa, hobinya apa, dan lain-lain. Lebih dari 90% pelanggannya tak terdeteksi. Padahal profil ini penting bagi pengiklan demi efektivitas iklan itu. Misalnya, OshKosh B’Gosh, produsen pakaian anak-anak ingin pasang iklan. Kalau pengiklan tidak mengetahui profil pelanggan seluler yang dituju, bisa-bisa iklan itu salah alamat, masuk ke segmen anak-anak muda yang belum menikah. Profil detail pelanggan prabayar maupun pascabayar tak diketahui. Psikologi dan behaviour pelanggan juga tak diketahui.

Kedua, pengiklan juga menanyakan berapa iklan yang harus dibayar per SMS. Kalau Rp 100 per SMS per pelanggan, berarti untuk satu juta pelanggan ponsel pengiklan harus bayar Rp 100 juta untuk sekali kirim. Itu mahal banget. Tapi kalau operator menurunkan tarifnya menjadi Rp 25 per SMS, apa operator masih untung?

Jadi, antara operator dan pengiklan belum menemukan titik temu?

Ya. Jadi, kalau ada yang bilang mobile advertising akan hebat, saya kira, tidak atau belum saatnya.

Kalau mobile wallet? Apakah mungkin orang Indonesia bisa menjadikan ponsel sebagai alat pembayaran?

Yang harus dilihat dulu, seberapa banyak orang yang bersedia menukar uangnya menjadi pulsa. Kalau hanya butuh pulsa Rp 5 ribu, masih jarang yang mau beli pulsa Rp 100 ribu. Lain halnya kalau merchant, tempat yang menerima pembayaran dengan ponsel, sudah ramai. Misalnya, bayar tol bisa pakai ponsel. Lalu, bayar parkir atau beli tiket bus dan kereta bisa pakai ponsel. Saya kira, saat itu mobile wallet berkembang di Indonesia. Orang jadi gengsi bayar tol pakai uang cash. Setelah itu, bolehlah kita mulai ekspansi ke mini market atau supermarket dan restoran.

Di luar negeri, mobile wallet sudah marak. Afrika Selatan, Filipina dan Korea Selatan sudah mulai? Di Indonesia, Telkomsel dan Indosat sudah mulai? Bagaimana dengan XL?

Mobile wallet, XL juga akan coba. Saat ini kami sudah rintis dengan pengiriman uang jarak jauh, remittance. Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Hong Kong bisa mentransfer uang ke Tanah Air lewat ponsel. Kami akan perluas ke Arab Saudi, Dubai dan Malaysia.

Itu remittance, bukan mobile wallet?

Mobile banking dan mobile wallet banyak yang menawarkan bagi hasil. Tapi saya tidak mau terburu-buru karena memang belum bisa menghasilkan. Saya penganut bahwa bisnis itu sesuatu yang bisa menghasilkan. Kita akan lakukan duluan kalau itu benar-benar menghasilkan uang, seperti kala memelopori penurunan tarif voice dan SMS. Contoh lain saat bundling Nexian Berry, kami duluan. Ini kami lakukan karena kami yakin itu bakal laku. Tahu nggak, Nexian Berry itu terjual sebanyak dua juta dalam waktu enam bulan, bahkan dalam waktu empat bulan.

Soal BlackBerry, gebrakan apa lagi yang akan dilakukan XL?

Feeling saya, BlackBerry murah akan ada. Sekarang teman-teman kami sedang mempersiapkan produk semacam BlackBerry. Namanya XL Berry. Kalau BlackBerry, kita harus ke Kanada, kantor pusat Research In Motion (RIM). Nanti, kalau produk XL Berry ini jadi, kita tidak lagi ke Kanada. Pelanggan tidak lagi harus bayar Rp 150 ribu per bulan atau Rp 5 ribu per hari, tapi Rp 1-2 ribu per hari. Semua merek handphone nanti bisa dipakai untuk XL Berry. Juga pakai PIN, aplikasi messenger-nya juga kami buat. Teman-teman lagi kami tantang untuk menghadirkan layanan XL Berry. Kami sedang uji coba terus. Mudah-mudahan dalam 1-2 tahun ini jadi.

Apa XL Berry bisa laku?

Nanti kami akan buat semirip mungkin dengan BlackBerry. Ada PIN. Karena harganya murah, saya yakin, semua akan pindah ke XL Berry.

Kalau strategi XL secara umum. Anda yakin XL bisa menjadi operator terbesar kedua?

Ya, kami terus berusaha. Yang kami lakukan selama ini sudah benar. Karena kami memberikan apa yang benar-benar dibutuhkan pelanggan. Pelanggan butuh voice murah, SMS murah kami hadirkan. Sekarang tarif telepon XL Rp 80 per menit. Ini tarif termurah di Asia atau bahkan di dunia. Setelah itu, kami akan hadirkan tarif internet termurah. Hanya saja, jangan sampai dengan tarif termurah ini lantas mengabaikan jaringan. Kami betul-betul menjaga kualitas jaringan. Investasi kami tahun depan (sekitar US$ 450 juta), 25-30% untuk kualitas. Sisanya untuk kapasitas dan coverage.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar