Kamis, 03 Desember 2009

2010, Pelanggan Pay TV Capai 1,3 Juta

JAKARTA – Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia (APMI) menargetkan, pelanggan televisi (TV) berbayar pada tahun depan bisa mencapai 1,2-1,3 juta. Angka itu berarti sekitar 10% dari pelanggan potensial pay TV di Indonesia yang sebanyak 10-12 juta pelanggan.

Sekjen APMI Arya Mahendra Sinulingga mengatakan, jumlah rumah tangga di Indonesia sekitar 60 juta. Dari jumlah itu, sekitar 10-12 juta di antaranya (20%) adalah berpotensi menjadi pelanggan pay TV.

“Lambatnya penetrasi pay TV di Indonesia karena masyarakat sudah terbiasa dengan siaran TV gratis, tidak berbayar. Mereka tidak biasa dengan TV berbayar,” kata Arya di Jakarta, Rabu (2/12).

Di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia, rumah tangga (RT) sudah biasa berlangganan TV berbayar. Di Malaysia, jumlah pelanggannya mencapai 60% dari total jumlah rumah tangga di negeri jiran itu.

Indonesia, menurut Arya, masih tertinggal dibanding negara tetangga. Pada tahun ini, APMI menargetkan, jumlah pelanggan pay TV mencapai 900 ribu. “Artinya, Indonesia tertinggal sekali dibanding negara lain. Ini sebenarnya menjadi pasar potensial bagi kami,” kata Arya.

Untuk membangkitkan minat masyarakat berlangganan siaran TV, kata dia, pihaknya akan menempuh langkah sosialisasi dan penambahan saluran (channel). Sosialisasi memiliki tujuan ganda, yaitu menjaring pelanggan baru dan pelanggan dari operator ilegal.

Saat ini jumlah operator pay TV ilegal mencapai 600 operator dengan jumlah pelanggan sebanyak 1,5 juta. Angka ini sudah menurun jauh dibanding posisi sebelumnya yang mencapai dua ribuan operator ilegal.

APMI, lanjut Arya, akan terus melanjutkan sosialisasi di Makassar (Sulawesi) dan Balikpapan (Kalimantan) yang telah membuahkan hasil. Di dua daerah itu, banyak operator ilegal yang berubah menjadi legal. Sejumlah daerah di Sulawesi dan Batam menjadi target sosialisasi berikutnya. Dengan begitu, jumlah operator ilegal diharapkan turun hingga 50% sehingga beralih ke operator legal.

Saat ini, kata Arya, setiap operator memiliki rata-rata 50-60 saluran. Tahun depan, masing-masing operator akan menambah seratusan saluran.

Dia menerangkan, mayoritas tayangan dipasok dari luar negeri. Rumah produksi (production house/PH) di dalam negeri belum sanggup memenuhi permintaan operator.

PH lokal hanya sanggup memproduksi 70-80 judul film per tahun, yang setara dengan 100 jam per tahun. Padahal, kebutuhannya sebesar 800-1.000 jam per tahun.

Menariknya, lanjut Arya, sinetron masih menjadi tontonan yang paling digemari pelanggan. Penontonnya pun tidak terbatas ibu rumah tangga, melainkan juga pria. Kendati memiliki rating tertinggi, operator televisi berbayar tidak mau menangkap peluang tersebut dengan menyajikan sinetron murahan.

“Operator televisi berbayar lebih mementingkan tontonan yang mendidik dan bukan sekadar asal tayang. Strategi kami berbeda dengan free TV, yang hanya menyajikan sinetron dan gosip yang tidak mendidik,” kata dia.

Kebijakan ini tidak mempengaruhi pendapatan (revenue) perusahaan, yang 92% berasal dari iuran berlangganan dan 8% dari iklan. Masih banyak acara memiliki rating tinggi tanpa harus mengorbankan kualitas materinya.

Mengenai kualitas program, ujar Direktur IT & Supply Telkom Indra Utoyo, Telkomvision sangat memperhatikannya. Telkomvision, anak perusahaan Telkom Group yang menyediakan pay TV dengan merek Yes TV, berupaya meningkatkan kualitas hiburan dan pendidikan bagi masyarakat.

“Tujuan pilihan program berkualitas untuk mengimbangi kompetisi industri pay TV yang makin ketat di tahun depan,” kata dia.

Untuk meningkatkan kualitasnya, tanpa ragu Telkom siap memperkuat belanja modal dan belanja operasionalnya. Tentunya, perkuatan tersebut perlu disinergikan dengan kebijakan group.

Pelanggan pun diharapkan tumbuh terus dari sekarang, yang jumlahnya sebesar 215 ribu (2008). Sedangkan target pelanggan 2009 sebesar 427 ribu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar