Rabu, 30 Desember 2009

2010, Pembajakan Ancam Software Lokal

PEMBAJAKAN software masih menjadi persoalan serius yang menghambat pengembangan software lokal pada 2010. Kondisi tersebut diperparah dengan kondisi masyarakat yang belum menghargai hak kekayaan intelektual.

“Kami mengharapkan ke depannya kesadaran masyarakat untuk menggunakan software berlisensi tetap harus ditingkatkan, baik dengan cara edukatif maupun represif,” kata Perwakilan Bussines Software Alliance (BSA) Indonesia Donny Sheyoputra di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dia menampik anggapan, maraknya pembajakan peranti lunak karena tingginya harga jual peranti lunak asli. “Ini bukan persoalan harga, tapi budaya yang harus diubah,” ujar dia.

Peranti lunak bagi pasar luas (mass-market), menurut Donny, paling rentan dibajak atau dipalsukan. Hal ini disebabkan software mass-market bersifat mudah digunakan dan mudah di-install. Kondisi ini patut disayangkan, karena pengembang software lokal sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar untuk meraih pasar yang lebih luas seperti di kawasan Asia Tenggara.

Sedangkan software medium enterprise biasanya sulit dibajak karena penggunanya tergantung kepada vendor. “Pengguna membutuhkan support, terutama maintenance sehingga agak sulit dibajak,” kata dia.

Donny kembali mengutip survei yang dilakukan BSA bekerja sama dengan lembaga riset International Data Coorporation (IDC) pada 2008 dan baru diumumkan pada Mei 2009. Dari riset itu Indonesia menempati posisi ke-12 sebagai negara dengan tingkat pembajakan software terbesar di dunia dengan porsentase 85%. Kerugian atau potensial loss akibat pembajakan itu mencapai US$ 544 juta.

“Mulai ada perubahan sedikit tahun 2008, Indonesia mampu menurunkan porsentase pembajakan tersebut, meski hanya turun 1%,” ujarnya.

Dia menilai, secara umum pemberantasan software ilegal di Indonesia selama 2009 sudah baik secara kualitas, namun secara kuantitas masih perlu ditingkatkan.

Berdasarkan data tim nasional penanggulangan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI), kejaksaan telah menuntut 65 kasus pelanggaran di bidang HKI sepanjang periode Januari - Juni 2009. Dengan rincian, 45 kasus di bidang hak cipta, 17 kasus di bidang merek, dan tiga kasus di bidang paten. Sebanyak enam kasus sudah memperoleh putusan pengadilan, dan sisanya 59 kasus masih dalam proses pengadilan.

Sedangkan untuk kasus HKI yang telah ditangani Polri berjumlah 146. Sebanyak 29 kasus sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan penuntutan, satu kasus diserahkan ke Polri karena belum lengkap, dan dua kasus dihentikan penyidikannya karena tak cukup bukti.

Ke depan, kata dia, BSA akan terus melanjutkan kerja sama dengan dunia usaha/industri untuk mengunakan peranti lunak berlisensi, dan memberikan pelatihan kepada para penyidik di kepolisian dan penyidik sipil soal lisensi software dan cyber crime. “Kami masih optimistis pembajakan software bisa dikurangi pada tahun–tahun mendatang dengan sosialiasasi dan penegakan hukum yang konsisten,” tegas dia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar