Kamis, 24 Desember 2009

Pemalsuan Software Makin Mengkhawatirkan

JAKARTA - Pemalsuan software merupakan ancaman serius yang masih harus dihadapi produsen software pada 2010. Kerugian akibat pemalsuan produk peranti lunak selama periode 2002-2005 mencapai 3,6 triliun.

Demikian hasil studi Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) pada periode 2002-2005.

“Selama periode 2005-2009, saya kira nilai kerugiannya meningkat, karena peredaran barang-barang palsu tersebut di Indonesia masih marak. Tahun 2010, persoalan pembajakan software masih menjadi persoalan yang serius,” kata Ketua Umum MIAP Widyaretna Buenastuti di Jakarta, Selasa (22/12).

MIAP adalah organisasi dibentuk pemilik Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya merek yang memiliki kepedulian tinggi terhadap tindakan pemalsuan di Indonesia. MIAP menganggap peredaran barang palsu akibat pemalsuan merek di Indonesia sungguh memprihatinkan. Ada empat kategori produk pemalsuan yakni produk palsu sejati (true counterfeit product), produk palsu yang tampak serupa (look a like), reproduksi, dan imitasi.

Untuk produk software bajakan, lanjut dia, pelaku mengkopi sama persis isi dan merek dengan produk yang asli. Peranti lunak yang paling banyak dipalsukan adalah produk keluaran Microsoft, seperti Microsoft Office dan sistem operasi Windows. “Memang software itu (Microsoft, red) paling laku di sini,” ujar dia.

Sementara itu, Corporate Account Lead PT Microsoft Indonesia Anti Suryaman mengatakan, pemalsuan dan pembajakan software yang masih marak terjadi di Indonesia memerlukan perhatian serius semua pihak. Studi yang dilakukan International Data Coorporation (IDC) beberapa waktu lalu menunjukkan pembajakan software mencapai 85%. Namun, laporan itu tidak mengungkapkan secara detail produk-produk apa yang paling banyak dibajak.

“Kami tidak memiliki data terkait jenis software tertentu yang dibajak selama kurun waktu 2008-2009. Hanya saja, jika dilihat dari kasus pembajakan yang banyak terungkap, kita lihat produk yang populer itu adalah Microsoft Office dan Windows,” ujar Anti.

Peranti lunak Windows dan Office, kata ANti, mudah dipalsukan karena tidak dilengkapi teknologi antipemalsuan dari Microsoft, dan COA (Certifiacte of Authenticity). Selain itu, banyak produk games yang dipalsukan.

Menurut dia, pemalsuan sangat berpengaruh pada sales ecosystem dan partner ecosystem, karena mereka yang menjual software legal harus bersaing keras dengan produk palsu yang harganya jauh lebih murah. “Pemalsuan sangat merugikan, karena membuat pelanggan tidak dapat menerima up-date produk yang penting dan technical support,” kata dia.

Yang tidak kalah mengerikan, lanjut dia, pengguna software palsu terancam oleh adanya malware, spyware, worm atau virus. Selain itu, produk bajakan/palsu yang dijual melalui internet rawan penipuan kartu kredit serta pencurian identitas.

Dia menjelaskan, maraknya kasus pemalsuan software di Tanah Air tidak semata-mata karena tingginya harga software, namun terkait juga persoalan bisnis yang menguntungkan di balik pemalsuan. “Pulau Jawa, khususnya Jakarta adalah daerah di mana kita bisa dengan mudah menemukan produk software palsu. Di daerah, persentasenya relatif kecil,” tambahnya.

Sementara itu, Perwakilan Business Software Alliance Indonesia (BSA) Donny Sheyoputra menyatakan, kasus pemalsuan dan pembajakan software tidak hanya merugikan industri dan konsumen, tetapi juga negara. Produk peranti lunak yang dipalsukan tak hanya produk luar negeri, tapi juga produk peranti lunak lokal, seperti milik PT Zahir dan PT Bambu Dua.

“Produk yang termurah dari Zahir ada yang harganya Rp 50 ribu, dan itu masih dipalsukan dan dijual dengan harga Rp 25 ribu. Ini kondisi yang memprihatinkan,” kata Donny.

Jika barang palsu marak dan terus dibiarkan, lanjut dia, akan timbul persepsi negatif dari pengembang software di seluruh dunia terhadap perlindungan HKI di Indonesia. “Penegakan hukum perlu dilakukan pada perusahaan besar yang masih menggunakan software tidak asli, dan perlu sanksi yang tegas,” kata dia.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Patrialis Akbar mendukung penuh upaya kelompok masyarakat untuk menekan peredaran barang palsu di Indonesia. Peredaran barang palsu itu berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.

Oleh karena itu, Menkumham juga akan membantu MIAP untuk memberikan gambaran kepada Mahkamah Agung bahwa tindakan pemalsuan sudah dalam tahap mengkhawatirkan sehingga perlu diberi sanki tegas.

“Jika perlu akan dibentuk polisi khusus antipemalsuan. Polisi khusus ini tentu tetap bekerja sama dengan polisi umumnya untuk menindak kegitatan pemalsuan ini,” tegas Patrialis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar