Rabu, 09 Desember 2009

WAWANCARA DIRUT TELKOMSEL SARWOTO ATMOSUTARNO (1)

Roaming Domestik Tak Perlu Diatur, Atur Interkoneksinya

Banyak pihak yang menilai, 11 operator telekomunikasi di Indonesia terlalu banyak, dibandingkan Malaysia yang punya tiga operator, Australia (4), Singapura (3), dan India (7). Tak heran bila Dirut PT Telkom Tbk Rinaldi Firmansyah mengatakan, idealnya Indonesia hanya memiliki 5-6 operator saja.

Ide konsolidasi sudah berkumandang sejak tiga tahun silam, tapi hingga kini belum ada realisasinya. Ada yang memperkirakan, realisasinya baru terjadi pada 2013. Namun, tiba-tiba kelompok usaha Smart (pemilik Smart Telecom) mengumumkan telah menambah kepemilikan saham PT Mobile-8 Telecom. Kedua pihak belum mengumumkan langkah lanjutan pascapenambahan kepemilikan saham Fren itu.

Selain, itu, pada medio November 2009, operator XL dan Axis mengumumkan kerja sama roaming domestik. Operator Axis tak perlu susah-susah dan buang uang banyak untuk membangun jaringan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Operator Axis cukup menyewa jaringan XL dan pelanggan bisa menggunakan kartu Axis di mana pun asal ada jaringan XL. Uenak tenaaan!

Akankah langkah XL-Axis ini dicontoh operator lain? Atau memang seharusnya demikian sehingga operator bisa irit capex (belanja modal) yang seluruhnya lari ke luar negeri? Bagaimana seharusnya peran pemerintah sehingga langkah tersebut tidak menimbulkan ekses negatif?

Beberapa waktu lalu, penulis berkesempatan mewawancarai Ketua Umum Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI), yang juga Dirut Telkomsel, Sarwoto Atmosutarno mengenai peta industri telekomunikasi ke depan. Hasil wawancara itu diturunkan dalam dua edisi. Berikut petikannya.

Bagaimana Anda melihat perkembangan industri telekomunikasi Indonesia ke depan?

Saya rasa, konsolidasi industri itu tak bisa dielakkan lagi sebagai akibat para operator tidak bisa mengatasi dengan baik akibat negatif dari price war. Price war telah menyebabkan persaingan menjadi ketat, harga demikian rendah, ARPU terus menurun. Kalau kita intip, di luar the big three (Telkomsel, Indosat dan XL), ARPU-nya sudah di bawah US$ 1 per bulan, bahkan ada yang cuma Rp 8.000 per bulan atau Rp 9.000 per bulan.

Berapa ARPU Telkomsel sekarang?

ARPU Telkomsel juga turun menjadi Rp 44 ribu per bulan. Tapi ARPU kami masih tertinggi dibanding operator lain yang rata-rata di bawah Rp 40 ribu. Saya tak perlu menyebut nama, tapi ada yang ARPU-nya Rp 35 ribu. Ini semua akibat price war.

Menghadapi price war ini, regulator pun tak bisa berbuat apa-apa. Akibat itu semua, maka kinerja operator, baik revenue, EBITDA, cash flow, utang, sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, mau tak mau muncul ide konsolidasi.

Maksudnya, konsolidasi yang bagaimana?

Konsolidasi industri bisa dilihat dalam tiga tingkatan. Pertama, konsolidasi di level network. Kedua, konsolidasi di level services atau layanan, dan yang terakhiar adalah konsolidasi di level entitas, dalam pengertian operator A merger atau gabung dengan operator B.

Konsolidasi di level network itu pada intinya adalah bagaimana menekan cost sebesar-besarnya agar tetap bisa survive. Konsolidasi di level network ini juga ada tiga tingkatan, dan yang paling ujung adalah konsolidasi di level akses, seperti yang diatur pemerintah dengan kebijakan menara bersama.

Setelah itu, konsolidasi di level jaringan akan beralih ke transmisi bersama. Yakni, membagi (sharing) microwave atau fiber optic yang menghubungkan node-node MSC ke BSC, atau BSC ke BTS. Tujuannya lagi-lagi untuk efisiensi. Operator tak perlu investasi, dan yang menyewakan akan mendapat revenue.

Level yang lebih canggih dalam konsolidasi jaringan adalah mobile virtual network operator (MVNO), number fortability (NF), dan roaming domestic. MNVO dan NF itu belum ada regulasinya. Juga roaming domestik.

Kalau yang dilakukan XL dan Axis itu roaming domestik?

Roaming domestik itu tak ada bedanya dengan roaming internasional yang selama ini berlangsung antara operator dalam negeri dan operator di luar negeri. Dengan roaming internasional, pelanggan Telkomsel bisa menggunakan Kartu Halo, Simpati atau Kartu As di Singapura, dan bahkan di seluruh dunia.

Berarti sah-sah saja operator mengadakan kerja sama roaming domestik?

Roaming domestic, pada prinsipnya sama dengan roaming internasional. Operator A yang memiliki jaringan di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua bisa mengadakan kerja sama roaming domestik dengan operator B yang tak memiliki jaringan di wilayah itu. Dengan demikian, pelanggan operator B bisa menggunakan kartunya saat berada di Kalimantan, Sulawesi atau daerah lainnya. Sebenarnya tidak ada yang spesial dalam konsolidasi ini.

Semua jenis konsolidasi di bidang jaringan ini bisa ditempuh. Dan, konsolidasi ini akan menimbulkan konsentrasi power sehingga akan terlihat siapa yang network provider (NP) dan siapa service provider (SP). Yang sekarang siap menjadi NP adalah operator yang memiliki kapasitas dan coverage terbesar, yang tak lain adalah operator the big three itu. Yakni, Telkom Group, Indosat Group, dan XL Group. Tiga group perusahaan telekomunikasi itu memiliki anak perusahaan yang mengelola jaringan, menara, jaringan fiber optic, satelit.

Bagaimana dengan peran pemerintah?

Yang paling penting sekarang adalah bagaimana pemerintah mengatur roaming domestik atau roaming internasional itu. Menurut saya, basisnya adalah interconnection regulation sehingga harus ada kejelasan mengenai bagaimana penyelenggara jaringan sebagai provider interconnect. Artinya orang lain bisa memakai jaringan Telkomsel, tapi tetap menggunakan numbering dan services dia sendiri.

Extrimnya, itu bisa diserahkan kepada operator atau B2B atau diatur oleh pemerintah. Karena interconnect itu kan diatur sehingga ada interconnect cost base. Tapi, kalau pemerintah tidak mau pusing, silakan saja B2B. Artinya itu tidak perlu diatur. Ini pilihan.

Apakah mungkin, kerja sama semacam itu diserahkan B2B?

Ini sangat dimungkinkan. Sekarang tinggal dilihat, apakah B2B itu akan menimbulkan abuse of competition atau tidak.

Peluang abuse of competition itu di mana?

Jadi, begini. Ini kan masalah interkoneksi. Jadi, menurut saya, lebih baik pemerintah mengatur masalah interconnect-nya. Sedangkan kerja sama roaming domestik diserahkan saja secara B2B.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar