Selasa, 05 Januari 2010

2010, Industri TI Tumbuh 30%

INDUSTRI berbasis teknologi informasi (TI) pada 2010 diperkirakan tumbuh 30%. Hal ini diakibatkan makin terjangkaunya produk TI.

“Karena harga semakin terjangkau, penetrasi pasar semakin besar. Dan kami memperkirakan, tahun depan, industri TI akan mengalami pertumbuhan positif lebih dari 30% dari tahun 2009 yang hanya mencapai sekitar 25%,” kata Ketua Umum Asisiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) Suhanda Wijaya di Jakarta, belum lama ini.

Suhanda mengatakan, selain harga yang mulai terjangkau, saat ini pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan (Diknas) menggalakkan program melek TI dengan memasukkan komputer sebagai kurikulum tambahan di setiap jenjang pendidikan. Mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU).

Seiring dengan gerakan melek TI itu, industri TI menjadi terangkat, meski penetrasinya masih rendah. “Penetrasi pasar TI di Tanah Air hingga saat ini masih kurang dari 5%. Ini karena pendapatan per kapita masyarakat Indonesia tidak merata,” ujar dia.

Produk komputer, misalnya, harganya masih relatif mahal. Ketersediaan akses internet, misalnya, masih terbatas di kota-kota besar.

“Kami mengharapkan regulasi yang ditetapkan pemerintah berpihak pada peningkatan pertumbuhan industri kecil TI. Sebab masih ada kebijakan pemerintah yang tidak pro-UKM,” katanya.

Suhanda mencontohkan, Peraturan Menteri Perindustrian tentang Tanda Daftar Industri (TDI) yang diharuskan bagi kalangan usaha mikro kecil dan menengah TI. Dalam peraturan tersebut, UMKM TI yang memiliki modal Rp 5-200 juta, termasuk perakitan komputer, harus memiliki TDI.

“Kalau peraturan itu diterapkan pada UMKM TI yang punya modal Rp 5 juta dan hanya mampu merakit satu atau dua komputer, tentu ini akan memberatkan,” kata dia.

Teknologi Impor

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Aziz Iskandar berharap, kebijakan mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam suatu pengadaan barang/jasa dalam proyek-proyek pemerintah yang berpihak pada teknologi lokal tidak hanya ada di peraturan tetapi juga diimplementasikan.

Imbauan ini dikeluarkan, karena kajian BPPT dari 1975 sampai 2007 menunjukkan industri dalam negeri menggunakan 92% teknologi impor. “Terdapat gejala deindustrialisasi di Indonesia. Kajian atas data 1975 sampai 2007 itu tetap mempresentasikan gambaran 2009, bahwa pemanfaatan teknologi lokal terkecil adalah sektor industri,” katanya.

Penyebab teknologi lokal tak digunakan di dalam negeri, menurut kajian BPPT itu, adalah karena tidak aplikatif, pemenuhan permintaan teknologinya lamban, hambatan birokratis, tidak sesuai keinginan pasar, dan karena ada ketidakpercayaan terhadap teknologi dalam negeri.

Menurut dia, pemanfaatan teknologi lokal terbesar disumbang sektor teknologi transportasi dan komunikasi dengan kontribusi hingga 15%. Sedangkan sisanya diimpor dari Jepang, Amerika, Korea Selatan hingga Tiongkok. Marzan mengatakan, secara rata-rata kontribusi teknologi dalam pertumbuhan ekonomi hanya 1,69 %.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar