Kamis, 08 April 2010

Hakim Beri Vonis Ringan pada Kasus HKI

RINGANNYA vonis hakim dalam menangani kasus pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan pengembang peranti lunak (ISV) lokal. Para hakim dan jaksa perlu diberi pengetahuan dalam mengenai software bajakan.

Demikian rangkuman pendapat dari Kepala Perwakilan Business Software Alliance (BSA) Indonesia Donny A Sheyoputra dan Direktur Zahir Accounting Muhamad Ismail Thalib yang dihubungi secara terpisah di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Donny, dari pengamatan BSA kebanyakan vonis yang dijatuhkan terhadap pelaku pelanggaran HKI teramat ringan. Itu terjadi karena sejak proses dakwaan di kejaksaan mengajukan tuntutan hukuman ringan.

Untuk itulah, BSA melihat pentingnya sebuah pengetahuan yang dalam mengenai software bajakan bagi hakim dan jaksa, agar mereka menganggap pelanggaran hak cipta sama pentingnya dengan kasus korupsi, pembunuhan dan lain sebagainya.

"Selama ini memang vonis yang dijatuhkan hakim kebanyakan masih tergolong ringan, dari denda maksimal yang dijatuhkan rata-rata keputusan hanya denda belasan juta rupiah saja. Yang terakhir, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya memberikan denda Rp10 juta kepada perusahaan pelaku pembajakan, yaitu PT Kedaung dan PT Miwon. Ini tentu saja tak relevan," jelas dia.

BSA sudah beberapa kali mengadakan pelatihan kepada hakim dan jaksa. Pada 2008, BSA melakukan pelatihan pada Mei, Juni, dan Juli. Malahan pada Juni dan Juli diadakan pelatihan khusus bagi 40 hakim mengenai masalah ini. Jika memang dianggap perlu diadakan pelatihan lagi, Donny mengatakan, BSA siap menfasilitasi. Apalagi pada 2009 banyak vonis yang dijatuhkan hakim tergolong ringan.

"Semoga vonis-vonis yang dijatuhkan di pengadilan makin berbobot, apalagi Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan surat yang isinya agar pengadilan memberi tahu kepada Kejaksaan setiap vonis yang diberikan terkait masalah hak cipta ini," tandas Donny.

Pendapat senada juga diutarakan Ismail, menurut dia, aparat penegak hukum, seperti kepolisian, jaksa, dan hakim adalah ujung tombak untuk menekan angka pembajakan software di Tanah Air. Untuk itu, diperlukan peningkatan kualitas penegak hukum agar lebih memperhatikan pelanggaran HKI, khususnya pembajakan software.

Dia optimistis, pelatihan yang dilakukan secara konsisten mampu berimplikasi terhadap sanksi hukum yang optimal terhadap pelaku pelanggaran HKI. "Kalau pelaku pembajakan hanya dikenai sanksi minimal, seperti penjara satu bulan dan denda Rp 1 juta, tentu ini memprihatinkan. Padahal ada sanksi maksimal seperti pidana lima tahun atau denda 500 juta rupiah,” ucapnya.

Sebagai pengembang software akuntasi, sambung dia, pihaknya cukup prihatin terhadap pembajakan software di Tanah Air. Bila dibiarkan, Ismail mengkuatirkan akan menghambat kreativitas para pengembang software lokal.

Ismail menilai dibandingkan cakram optik, kata dia, kasus pembajakan software masih mendapatkan perhatian kecil. "Saya mendukung pelatihan kepada hakim dan jaksa untuk meningkatkan pengetahuan mereka soal bahaya pembajakan software," ujarnya.

Pembajakan, kata dia, tidak hanya merugikan perusahaan software lokal, tapi juga merugikan negara. Perusahaan software rugi karena produk orisinalnya yang harganya jutaan rupiah harus bersaing dengan produk bajakan yang harganya hanya puluhan ribu rupiah. "Negara juga dirugikan, karena software bajakan itu sudah pasti tidak bayar pajak," ujarnya.

Karena itu, , perlu upaya semua pihak untuk menekan tingkat pembajakan tersebut. "Pemerintah perlu bekerja lebih keras untuk menyadarkan masyarakat dan dunia usaha agar menghargai hak cipta atau hak atas kekayaan intelektual (HaKI)," tegas Ismail.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar