KOMISI I DPR RI meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menghindari tumpang-tindih peraturan mengenai menara telekomunikasi. Hal ini terkait dengan perubuhan menara di Kabupaten Badung, Bali.
“Koordinasi ini penting dalam melakukan penataan, pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi terpadu, sehingga terjadi sinkronisasi dan menghindari tumpang-tindih peraturan yang lebih tinggi atau peraturan yang sudah ada sebelumnya,” kata Ketua Komisi I DPR Kemal Aziz Stambul dalam Rapat Dengar Pendapat di Jakarta, pekan lalu.
Pembongkaran menara di Kabupaten Badung terjadi karena adanya tumpang-tindih antara Perda Kabupaten Badung No 6/2008 tentang Penataan, Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu yang berseberangan dengan Peraturan Bersama tentang Menara Telekomunikasi.
Dalam implementasinya, Pemda Badung telah menunjuk pihak ketiga melalui surat perjanjian untuk menjadi satu-satunya vendor menara telekomunikasi di daerah tersebut. Dampak dari penunjukan tersebut mengakibatkan penyetopan izin operasi menara yang selama ini telah bercokol di daerah itu. Akibatnya adalah menara-menara yang sudah ada harus dibongkar dan diganti dengan menara baru milik perusahaan penyedia menara yang telah ditunjuk.
Pada 1 Februari 2010, Pemda Badung telah merobohkan 14 unit menara telekomunikasi. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Pemkab Badung telah mendisfungsikan sekitar 100 base transceiver station (BTS) milik tujuh operator. Pada akhir 2008, enam menara dirobohkan dan disusul dengan tindakan yang sama pada Agustus 2009 dengan merobohkan 17 menara.
Dalam keterangannya, pada 8 Februari 2010, Menkominfo Tifatul Sembiring telah menyampaikan surat kepada Mendagri, Ketua Komisi I DPR dan Menko Perekonomian. Menkominfo minta Perda No 6/2008 dicabut. Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam surat No 408/2009 juga telah meminta Pemkab Badung untuk mencabut hak eksklusif satu perusahaan untuk menghindari terjadinya praktik monopoli.
Anggota komisi I DPR Ahmed Zaki Iskandar mengemukakan kasus serupa juga terjadi di daerah lain. “Di Tangerang, dari 1.280 menara, hanya ada 480 yang memiliki IMB,” kata dia.
Permasalahan menara tanpa IMB mulai marak sejak bertambahnya jumlah operator telekomunikasi di Indonesia. Saat ini, terdapat 11 operator telekomunikasi yang terdiri dari enam operator GSM dan lima operator CDMA.
“Yang terjadi saat ini, misalnya, operator melakukan kontrak sewa dengan penyedia menara untuk membangun 50 tower. Tapi, penyedia menara tersebut menyerahkan pengurusan izinnya kepada perusahaan lain yang ternyata hanya mengurus 10 izin tower saja. Sedangkan, 40 tower lainnya hanya mendapat kopian izin atau IMB palsu,” jelas Zaki.
Dia menyarankan, Kemenkominfo untuk bertemu dengan asosiasi kepala daerah tingkat dua untuk merumuskan solusi pendirian menara tanpa mengganggu operator dan tata ruang kota. “Masalah izin menara ini memang diatur dalam tata ruang yang menjadi domain pemerintah tingkat dua,” tegas dia.
Dalam kesempatan terpisah, General Manager Corporate Communication PT Telkomsel Ricardo Indra mengatakan, dampak pembongkaran menara dapat mengganggu transmisi jaringan operator ke wilayah timur Indonesia. Telkomsel adalah salah satu pemilik base transceiver station (BTS) yang termasuk dalam menara terbanyak yang ditebas Pemkab Badung, yaitu 12 BTS.
Selain itu, terdapat 7 BTS Mobile-8 Telecom, 6 BTS Telkom, 4 BTS Hutchison CP Telecom, 4 BTS Bakrie Telecom, 3 BTS Indosat, 3 BTS XL Axiata, dan 2 BTS Natrindo Telepon Seluler.
“Masalah ini juga bisa merusak citra Indonesia di forum internasional seperti GSMA, terlebih perobohan menara terjadi di Bali yang menjadi gateway Indonesia,” jelas Indra. Blackout atau hilangnya sinyal ponsel di area vital seperti Bandara Ngurah Rai juga dikhawatirkan terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar