Rabu, 03 Maret 2010

Izin BWA Milik Internux Terancam Dicabut

SETELAH diperpanjang tiga kali berturut-turut selama tiga bulan, salah satu pemenang lisensi BWA, Internux, ternyata baru membayar 10% dari total kewajibannya yang sebesar Rp 231,23 miliar. Kementerian Komunikasi dan Informatika pun tak mengambil tindakan apa-apa, kecuali memverifikasi pembayaran Internux itu.

Bahkan, Internux ditengarai sebagai perusahaan asing, yakni dari Korea Selatan. Internux awalnya adalah perusahaan penyedia jasa (Internet Service Provider/ISP), yang bermarkas di Makassar. Namun, dalam perjalanan waktu, Internux diambil alih investor dari Korea Selatan.

“Sebelum melangkah ke situ (pencabutan, red), kami harus melakukan proses verifikasi terlebih dahulu. Ini memang prosedur yang harus dilakukan. Prosesnya bisa sebentar bisa juga lama,” kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewabroto di Jakarta, Selasa (2/3).

Setelah memenangi lisensi BWA pada pertengahan tahun lalu, Kemenkominfo mengharuskan kepada Internux dan tujuh perusahaan pemenang lisensi BWA lain melunasi kewajibannya pada 17 November 2009. Pemenang BWA lain, PT Telkom, PT Indosat Mega Media, dan PT First Media, langsung melunasi kewajibannya. Sedangkan PT Berca Hardayaperkasa dan PT Jasnita Telekomindo menyusul kemudian.

Sementara itu, Internux belum juga melunasi kewajibannya, meski Kemenkominfo memperpanjang tenggat hingga 20 Desember 2009 dan diperpanjang lagi ke 20 Januari 2010 dan ke 20 Februari 2010. “Berdasarkan hasil verifikasi sementara, Internux baru membayar 10% dari up front fee-nya. Proses verifikasi itu masih akan berlanjut,” kata Gatot.

Gatot berharap, proses verifikasi itu tidak ditafsirkan sebagai upaya Kemenkominfo untuk menyelematkan Internux. Sebab, Kemenkominfo berkomitmen menegakkan aturan main secara tegas, termasuk pencabutan lisensi BWA, bila Internux memang tidak bisa memenuhi kewajibannya.

Kemenkominfo Harus Tegas

Sementara itu, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi memahami, langkah hati-hati yang dilakukan Kemenkominfo dalam menyelesaikan persoalan ‘gagal bayar’ Internux. Dia tetap yakin, pada akhirnya Kemenkominfo akan mengambil sikap tegas pada Internux, seperti pencabutan lisensi BWA.

“Ini hanya masalah waktu saja, saya yakin pada akhirnya akan ada sikap tegas terhadap Internux,” ujar dia.

Menurut dia, pembayaran kewajiban biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dan up front fee yang ditanggung Internux tidak boleh dibayar secara angsur, namun harus dibayar penuh. Dengan demikian, jika ada pemenang lisensi BWA yang tidak sanggup membayar penuh, pemerintah seharusnya menegakkan aturan main.

“Tidak ada itu istilah mencicil. Kalau pemerintah memberikan ruang, itu sampai kapan? Aturan main harus ditegakkan. Saya mendorong Kemenkominfo bersikap tegas,” ujarnya.

Kepemilikan Asing

Ketika disinggung soal kepemilikan saham Internux adalah investor asal Korea Selatan, Gatot mengaku, tidak tahu secara pasti besaran kepemilikan asing pada Internux. Namun, jika besarnya tidak melebihi 49%, hal itu masih bisa ditoleransi.

Menurut dia, lolosnya Internux sebagai peserta tender BWA telah melalui berbagai proses verifikasi yang ketat. Dengan begitu, kepemilikan saham Internux saat itu masih sebagain besar dikuasai lokal.

“Tetapi, kalau mereka berubah kepemilikan saham secara diam-diam dan kepemilikan asing melebihi 49%, tentu tindakan itu dilarang. Dan, kesalahan mereka akan bertambah,” ujar dia.

Heru Sutadi mengaku tidak mengetahui secara persis mengenai

kepemilkan asing di Internux. Namun, proses verifikasi sudah dilakukan soal itu saat perusahaan asal Sulawesi Selatan itu mengikuti tender BWA.

“Dirut, komisaris sudah menandatangani dokumen di atas materai yang juga terkait dengan kepemilikan saham. Pemerintah tentu percaya akan dokumen itu, kalau nantinya ada perubahan dan tidak dilaporkan, itu tentu akan ada konsekuensi hukumnya,” kata dia.

Internux Janji Bayar

Presiden Direktur Internux Inkyu Paek tetap berkomitmen untuk segera melunasi kewajibannya demi mendapatkan lisensi sebagai penyelenggara internet nirkabel berkecepatan tinggi (broadband wireless access/BWA) di zona Jadebotabek dan Banten. Meski demikian, dia tidak bisa memberikan kepastian kapan waktu pembayaran itu.

“Pokoknya, kami telah memberikan komitmen kepada pemerintah untuk segera membayar kewajiban kami atas lisensi BWA itu,” kata Inkyu Paek saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (2/3).

Dia menjelaskan, keterlambatan pembayaran kewajiban atas lisensi BWA itu bukan disengaja, melainkan karena prosedur pencairan dana dari perusahaannya yang agak bertele-tele dan membutuhkan waktu. Oleh karena itu, Internux terlambat melunasi kewajibannya membayar up front fee dan BHP.

Sementara itu, mengenai ancaman dari Kemenkominfo tentang pencabutan izin atau lisensi BWA yang telah diberikan kepada Internux karena terlambat melunasi kewajibannya, Inkyu mengaku mendengar ada ancaman. Namun, dia tetap tenang saja karena ancaman pencabutan izin itu hanya selentingan saja, bukan pernyataan resmi dari pemerintah.

“Oleh karena itu, kami yakin, pemerintah masih memperhatikan komitmen kami. Bahwa kami akan melunasi kewajiban itu sesegera mungkin,” kata dia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar