Rabu, 17 Maret 2010

DPR Tolak Asing Garap Menara

KOMISI I DPR RI menolak rencana pemerintah untuk memberi peluang kepada investor asing masuk dalam bisnis menara telekomunikasi. Apalagi peluang itu bakal dikukuhkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Daftar Negatif Investasi (DNI).

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mendesak pemerintah konsisten dalam memberi kesempatan bisnis kepada pengusaha dalam negeri. Yakni, dengan menyerahkan pembangunan menara kepada pengusaha lokal. Apalagi sekitar Rp 70-80 triliun per tahun investasi industri telekomunikasi nasional dibelanjakan ke asing.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi I DPR Hayono Isman dan Sekjen Mastel Mas Wigrantoro Roes Setiyadi kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (16/3). Mereka menyayangkan alasan yang dikemukakan Kepala BKPM Gita Wirjawan mengenai besarnya dana yang dibutuhkan untuk membangun menara. Yakni sekitar Rp 8 triliun per tahun.

“Kalau soal kebutuhan dana yang Rp 8 triliun per tahun itu, lebih baik kita arahkan bank-bank nasional agar memberikan kredit pendanaan kepada perusahaan lokal untuk membangun menara,” kata Hayono Isman.

Oleh karena itu, lanjut dia, Komisi I DPR RI menolak rencana pemerintah untuk memberi peluang kepada investor asing masuk ke bisnis menara. Pembangunan menara hanyalah merangkai besi baja menjulang 40-80 meter. Bisnis itu tidak membutuhkan teknologi yang terlalu canggih. Orang Indonesia dan perusahaan lokal masih bisa mengerjakannya sendiri, termasuk mendanainya.

“Pemerintah silahkan merevisi Perpres tentang DNI dan kami meminta agar BKPM menginformasikan rencana revisi Perpres DNI ini kepada Komisi I dan Komisi XI DPR yang juga menangani investasi,” kata Hayono.

50 Ribu Menara

Sementara itu, Kepala BKPM Gita Wirjawan, sebelum mengikuti Sidang Kabinet di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/3), masih mengungkapkan keinginanya agar investor asing diberi peran dalam bisnis menara. Ia lagi-lagi mengingatkan tentang besarnya dana yang dibutuhkan untuk membangun menara dan pengusaha dalam negeri tak bakal sanggup membiayainya. Yakni, sektiar Rp 8 triliun per tahun.

"Oleh karena itu, kami (BKPM, red) ingin ada keterbukaan. Selama ini tak ada investasi yang terjadi dan kenyataannya begitu kan?" kata Gita Wirjawan.

Gita menafikan apa yang telah dibangun industri telekomunikasi Indonesia selama ini. Yakni, berupa pembangunan sekitar 50 ribu menara telekomunikasi, baik oleh operator telekomunikasi maupun oleh perusahaan penyedia menara telekomunikasi yang saat ini ada 40 perusahaan. Di atas menara itu kini berdiri tak kurang dari 70 ribu base transceiver station (BTS).

Menurut Sekjen Mastel Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, kalau dana yang dibutuhkan Rp 8 triliun per tahun untuk membangun menara, pengusaha dan perbankan dalam negeri masih bisa memenuhinya. “Saya jamin, bisnis menara 100% bisa dijalankan oleh pengusaha lokal,” kata dia.

Kebutuhan investasi sebesar Rp 8 triliun yang disebutkan Kepala BKPM, menurut Mas Wig –panggilan akrab Sekjen Mastel itu, bisa ditanggung bersama 40 perusahaan, termasuk 11 operator telekomunikasi di Tanah Air. “Saya optimitistis dana sebesar itu bisa dipenuhi. Apalagi perbankan dalam negeri banyak yang siap memberikan pendanaan,” ujar dia.

Investor asing yang akan membangun menara di Indonesia, kata Mas Wig, pasti tak akan membawa dana segar. Investor asing juga mengandalkan perbankan, bahkan investor asing akan mencari pinjaman dari bank-bank dalam negeri juga.

“Saya kira, kebijakan BKPM ini keliru. Saya menduga pihak asing ada yang mendikte BKPM untuk merevisi Perpres tersebut,” kata dia.

Mas Wig berharap, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) konsisten dalam keeberpihakannya pada pengusaha dalam negeri. “Saya mendukung langkah Kemenkominfo, mudah-mudahan Kementerian Perindustrian juga mendukung langkah-langkah itu,” ujar dia.

Bila pemerintah mengizinkan investor asing masuk dalam bisnis menara telekomunikasi, kata Mas Wig, 40 perusahaan penyedia menara di Tanah Air babal gulung tikar.

Sementara itu, anggota komisi I DPR Jeffrey Geovanie tidak mempersoalkan investasi menara berasal dari lokal maupun asing. “Yang penting pembangunan menara cepat terealisasi dan layanan telekomunikasi bisa dinikmati masyarakat luas,” ujar dia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar