Senin, 08 Maret 2010

Pemerintah Diminta Tak Obral SLI

PEMERINTAH diminta mengkaji rencana penambahan lisensi operator Sambungan Langsung Internasional (SLI) baru. Pasalnya, bisnis clear channel tidak lagi secerah dahulu, karena banyak pelaku usaha yang memiliki lisensi Voice of Internet Protocol (VoIP) menggunakannya untuk SLI.

Selain itu, persaingan yang ketat antara tiga operator SLI yaitu Telkom, Indosat, dan Bakrie Telecom membuat ‘kue’ bisnis yang diperebutkan kian menciut.

Demikian rangkuman pendapat Wakil Direktur Utama PT Bakrie Telecom Erik Meijer dan Vice President & Marketing Communication PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Eddy Kurnia, dan Chief Marketing Officer PT Indosat Guntur S Siboro yang dihubungi secara terpisah di Jakarta, Kamis (4/3).

Sementara itu Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Gatot S Dewa Broto berpendapat, operator SLI yang ada (existing) tidak perlu khawatir pasarnya akan digerogoti oleh pemegang lisensi baru. Sebab, pemerintah menilai masih ada pasar yang cukup luas untuk digarap operator SLI.

“Kami tentu melakukan pengkajian secara mendalam, sebelum memutuskan untuk mengundang operator baru,” kata Gatot.

Sebelumnya, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono mengatakan, penambahan lisensi SLI berbasis clear channel akan mengacu pada hasil kajian atas laporan kinerja layanan SLI Bakrie Telecom tersebut. Alasannya adalah untuk mengetahui seberapa besar potensi pasar layanan SLI itu.

Saat ini operator yang telah menggelar layanan SLI adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dengan kode akses 007, PT Indosat Tbk (001 dan 008), serta PT Bakrie Telecom Tbk (009). Sedangkan dua operator telekomunikasi yang berminat dengan layanan SLI adalah PT XL Axiata Tbk (XL) dan PT Natrindo Telepon Seluler (NTS).

Erik menyatakan, saat lisensi SLI diberikan ke Btel pada 2009, pemerintah menyebutkan lisensi tersebut yang terakhir. Namun, pemerintah kini justru membuka kesempatan untuk penambahan operator baru.

Meski demikian, pihaknya tetap menyiapkan laporan kinerja yang diminta pemerintah untuk pertimbangan penambahan operator SLI.

“Kita masih menyiapkan laporan untuk diajukan ke pemerintah. Sampai saat ini, laporan kinerja perseroan masih dalam proses audit,” kata Erik.

Dia berpendapat, pemerintah tidak perlu menambah operator SLI. Alasannya, pertumbuhan bisnis SLI tidak lagi secerah dahulu. Selain itu, kompetisi diantara tiga operator berlangsung cukup ketat, sehingga ‘kue” bisnis yang diperebutkan makin menciut.

“Jujur saja, meskipun ada pertumbuhan sedikit, layanan SLI bukanlah bisnis yang besar. Karena masyarakat sudah beralih ke VoIP seperti Skype,” ucap Erik.

Dia menambahkan, jika dulu pemerintah menggelar tender untuk menekan tarif SLI yang relatif mahal menjadi murah, sekarang ini tarif murah itu sudah terjadi. “Kompetisinya sengit, dan kami rela memberikan tarif yang lebih murah hingga 77 % dibandingkan layanan SLI milik dua operator lain,” ucapnya.

Pendapat senada diutarakan Eddy, menurut dia, tiga pemain di bisnis SLI sudah mencukupi di tengah kompetisi yang ketat. Karena itu, dia berharap, pemerintah mengkaji secara mendalam rencana penambahan operator SLI baru.

“Kami berharap pemerintah melakukan kajian yang komprehensif dan mempertimbangkan operator yang telah ada dalam mempertimbangkan lisensi baru. Kalaupun harus hadir yang baru tentu mekanisme yang berjalan harus fair,” kata Eddy.

Meski hadir pendatang baru, dia tetap optimistis SLI Telkom akan memiliki pasar yang dominan. Keyakinan tersebut berdasarkan pada jumlah pelanggan telepon Telkom yang mencapai 8,2 juta, ditambah 15,5 juta pelanggan fixed wireless access (FWA) Flexi dan dominasi 82 juta pelanggan Telkomsel.

Potensi SLI

Guntur percaya rencana pemerintah untuk menambah operator SLI didasarkan atas kajian yang mendalam. “Kalau pemerintah memutuskan menjual lisensi baru, itu artinya sudah ada hitung-hitungan terhadap potensi bisnis ini,” jelas Guntur.

Menurut dia, pasar SLI di Indonesia akan tumbuh selama tingkat perekonomian masyarakat meningkat. Selama ini, akses SLI didominasi oleh pelanggan korporat atau untuk keperluan bisnis. “Pertumbuhan ekonomi akan menciptakan pasar baru yang berpotensi digarap pemain SLI,” kata Guntur.

Namun, Guntur mengingatkan, bagi pemain baru, persaingan di bisnis SLI cukup ketat. Artinya, untuk bertahan di bisnis ini tidak cukup hanya bermodalkan tawaran tarif murah.

Sebagai pendatang baru, kata dia, yang terpenting membuktikan kualitas layanan ke konsumen. "Pemain baru harus terbukti dulu kualitasnya," imbuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar