Senin, 22 Maret 2010

Frekuensi BWA Masih Kotor

PEMENANG tender broadband wireless access (BWA) telah membayar lisensi BWA. Hanya saja, kanal frekuensi yang dijanjikan pemerintah itu ternyata masih ‘kotor’ alias dipakai pihak lain secara legal maupun ilegal. Meski Depkominfo menyatakan kanal 2,3 GHz sudah dibersihkan, pemilik lisensi khawatir para pengguna liar itu akan kembali lagi.

Para pemenang tender menuntut Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) agar segera membersihkan kanal untuk BWA itu. Dengan demikian, para pemilik lisensi BWA yang telah mengeluarkan uang banyak untuk membayar lisensi itu bisa segera menggelar jaringan Wimax.

Demikian rangkuman pendapat yang dihimpun Investor Daily dari Presdir PT Jasnita Telekomindo Sammy Pangerapan, wakil dari Konsorsium Wimax Indonesia (KWI) Roy Raharja Yamin dan Ketua Wimax Forum Chapter Indonesia Sylvia Sumarlin. Mereka dihubungi di Jakarta, pekan lalu.

Sammy Pangerapan mengatakan, berdasarkan laporan Kementerian Komunikasi dan Informatikan (Kemenkominfo), frekuensi yang masih kotor itu sebenarnya telah disampaikan Kemenkominfo dalam dokumen tender. Frekuensi masih kotor itu di antaranya ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Balikpapan, Aceh, Medan, dan Jatim.

“Namun, di zona yang kami miliki (Sulawesi bagian utara, red) belum ditemukan adanya kanal yang kotor,” kata Sammy, pekan lalu.

Meski demikian, lanjut Sammy, pihaknya sangat berkeinginan untuk menguji kesiapan kanal frekuensi sehingga bisa segera di gelar jaringan Wimax di zona yang dikuasai Jasnita. Untuk uji coba di lapangan itu, pihaknya masih menunggu kesiapan alat pengujian kanal frekuensi.

“Laporan dari Kemenkominfo, sejauh ini di wilayah Manado, di tempat zona kami, belum ditemukan frekuensi kotor. Tetapi, terus terang kami belum uji lapangan untuk membuktikannya,” kata dia.

Hasil observasi Balai Monitoring (Balmon) Spektruk Frekuensi Radio Kelas I Jakarta menyebutkan, kanal frekuensi di Jakarta ditemukenali adanya beberapa pengguna frekuensi radio lain. Namun, Balmon Kelas I Jakarta telah melakukan penertiban untuk pengguna frekuensi radio lain pada pita frekuensi yang telah dialokasikan untuk para pemenang lisensi BWA.

Meski telah ditertibkan, pemilik lisensi BWA masih khawatir para pengguna kanal itu akan kembali lagi memakai kanal frekuensi semula. “Dalam laporan Balmon itu kami mencatat ada banyak pengguna ‘liar’ pada kanal frekuensi 2,3 GHz di Jakarta itu,” kata seorang eksekutif perusahaan yangbaru saja memenangi lisensi BWA.

Masih kotornya kanal frekuensi itulah, menurut sumber tadi, yang membuat para pemilik lisensi BWA menunda penggelaran jaringan Wimax. Bila pembersihan kanal itu berlarut-larut, apalagi ada ancaman kembalinya para pengguna kanal itu secara liar, jelas akan merugikan para pemilik lisensi yang telah melunasi kewajibannya.

Seperti diketahui, ada 30 lisensi BWA pada frekuensi 2,3 GHz yang diberikan pemerintah kepada delapan perusahaan pada November 2009. Yakni, PT Berca Hardaya Perkasa memenangi 14 lisensi, PT Telkom (5), PT Konsorsium Wimax Indonesia (3), PT First Media (2), Konsorsium PT Comtronic System (3) , PT Indosat Mega Media (1), PT Internux (1), dan PT Jasnita Telekomundo (1).

Tuntutan yang Wajar

Menurut Sammy, pembersihan frekuensi merupakan kewajiban Kemenkominfo. Dengan begitu, tuntutan dari pemenang lisensi BWA untuk mempercepat pembersihan frekuensi dinilainya harus direspon cepat oleh Kemenkominfo. Apalagi, pemenang lisensi BWA sudah menuntaskan kewajiban pembayaran Up front fee dan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi.

“Kami menilai tuntutan itu wajar. Kalau kita contohkan orang beli rumah, sebagai pembeli, maka tentunya kita ingin surat-suratnya sudah ada, dan kondisi rumahnya juga sudah baik dan siap huni,” kata Sammy.

Pendapat senada diutarakan Roy Raharja Yamin. Menurut Roy yang juga ketua umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), tuntutan para pemilik lisensi BWA agar pemerintah segera membersihkan frekuensi BWA yang akan digunakan merupakan suatu kewajaran. “Permintaan itu sesuatu yang wajar sekali. Kemenkominfo harus segera meresponsnya,” ujar Roy.

Dia menjelaskan, Konsorsium Wimax yang memiliki zona di Riau, Maluku, dan Papua tidak menemukan adanya persoalan frekuensi kotor. Kebanyakan yang menemukan persoalan frekuensi kotor, umumnya berada di Pulau Jawa. Sedangkan di luar Jawa, kebanyakan tidak mengalaminya.

Roy memaklumi, bila sampai sekarang masih ditemukan persoalan tersebut, karena untuk membersihkannya membutuhkan waktu. “Biarkan Kemenkominfo bekerja. Yang kami dengar mereka (Kemenkominfo) sudah mulai bekerja sejak dua bulan lalu,” ujar Roy.

Ketua Wimax Forum Chapter Indonesia, Sylvia Sumarlin juga menilai, permintaan pembersihan frekuensi dari pemenang lisensi BWA merupakan sesuatu yang wajar. “Mereka beli, tentu menginginkan semuanya sudah siap. Saya kira itu permintaan yang wajar, “ ujarnya.

Segera Dibersihkan

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan, pemenang lisensi BWA sejak awal sudah mengetahui persoalan frekuensi kotor. Hal ini sudah diinformasikan sejak mengambil dokumen lelang dan dicantumkan dalam penjelasan teknis. Kemenkominfo berkomitmen untuk segera mengatasi persoalan ini secara bertahap.

“Kalau masih ada frekuensi kotor, mohon dimaklumi karena masih masa transisi. Tetapi, persoalan itu sebenarnya sudah dijelaskan sejak awal. Kami tidak ingin pemenang lisensi BWA memiliki perasaan seperti membeli ‘pepesan kosong’. Jadi, berikan kami waktu untuk membersihkannya,” kata Gatot di Jakarta, pekan lalu.

Pemerintah, kata dia, memiliki asumsi setelah mendapatkan ijin prinsip BWA masih butuh waktu enam bulan hingga satu tahun untuk ke tahap operasional. Tenggang waktu itu dimanfaatkan untuk membersihkan frekuensi.

“Kami harap persoalan ini tidak dibesar-besarkan, karena ini semata-mata masalah waktu saja. Kami akan teliti siapa saja penghuni yang masih berada di frekuensi BWA ini. Kalau sudah tak punya ijin pasti akan kami bersihkan,” tegas dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar