Selasa, 23 Maret 2010

Operator BWA Ingin Gelar Wimax Mobile

PARA pemenang tender broadband wireless access (BWA) masih menunggu kepastian pembersihan kanal pada frekuensi 2,3 GHz. Selain itu, para pemenang tender BWA juga mengharapkan bisa segera menggelar jaringan Wimax teknologi terkini agar bisa segera dijual kepada masyarakat.

Ketika tender BWA digelar dua tahun lalu, pemerintah berkeputusan untuk mulai mengembangkan industri telekomunikasi dalam negeri. Bukan hanya mengembangkan industri telekomunikasi, tapi juga industri pendukungnya, termasuk industri perangkat telekomunikasi. Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan dana puluhan miliar rupiah untuk penelitian dan pengembangan teknologi Wimax lokal bersama perguruan tinggi dan dunia usaha swasta.

Keinginan itu dilandasi oleh kenyataan bahwa industri telekomunikasi nasional membelanjakan Rp 70-80 triliun per tahun untuk membeli perangkat telekomunikasi dari luar negeri. Sedangkan industri dalam negeri hanya kebagian sedikit dari total belanja industri telekomunikasi nasional yang mencapai Rp 90 triliun per tahun. Perkembangan industri telekomunikasi nasional indentik dengan kemakmuran bagi perusahaan asing yang menjadi penyedia perangkat telekomunikasi.

“Saat ini sudah ada dua perusahaan nasional yang berhasil memproduksi perangkat Wimax lokal standar 16d. Yakni, PT TRG dan Harriff,” kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto di Jakarta, pekan lalu. Karena PT Teknologi Research Group (TRG) dan PT Harriff Daya Tunggal Engineering adalah perusahaan lokal, otomatis keduanya juga telah memenuhi syarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

Sebelum tender BWA digelar, salah satu klausul yang menjadi syarat yang diajukan pemerintah kepada peserta tender adalah keharusan menggunakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 35% dan teknologi Wimax 16d. Peserta pun berbondong-bondong mendaftarkan diri mengikuti tender BWA, dan tentu saja menyetujui semua syarat yang diajukan pemerintah, termasuk syarat TKDN dan penggunaan Wimax standar 16d.

Berharap Gunakan 16e

Namun, ketika proses tender BWA pada frekuensi 2,3 GHz selesai dan para pemenangnya telah diumumkan. Beberapa pemenang lisensi BWA mengharapkan pemerintah mengizinkan penggunaan teknologi Wimax standar 16e. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah teknologi Wimax kini telah berkembang dari 16d (nomadic) ke 16e (mobile), bahkan sudah mulai ke 16m.

Wimax standar 16d adalah teknologi Wimax nomadik yang memungkinkan pelanggannya hanya bisa mengakses internet dari satu tempat tertentu dan tidak bisa mobile (bergerak dari satu tempat ke tempat lain). Modem penerima akses internetnya pun sebesar piring. Sedangkan Wimax standar 16e memungkinkan pelanggannya mengakses internet secara mobile (bergerak) layaknya telepon seluler (ponsel), dengan modem sebesar flashdisk USB.

Seperti diketahui, ada 30 lisensi BWA pada frekuensi 2,3 GHz yang diberikan pemerintah kepada delapan perusahaan pada November 2009. Yakni, PT Berca Hardaya Perkasa memenangi 14 lisensi, PT Telkom (5), PT Konsorsium Wimax Indonesia (3), PT First Media (2), Konsorsium PT Comtronic System (3) , PT Indosat Mega Media (1), PT Internux (1), dan PT Jasnita Telekomundo (1).

Ketua Wimax Forum Chapter Indonesia Sylvia W Sumarlin mengharapkan, pemerintah memberikan dukungan kepada industri telekomunikasi nirkabel sepenuhnya. BWA adalah akses internet nirkabel, dan oleh karena itu harus diberikan kebebasan kepada pemilik lisensi BWA untuk menggelar teknologi nirkabel.

Puteri mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin itu bukan salah satu pemenang tender BWA. Dia disebut-sebut tengah menjalin kerja sama dengan Huawei, penyedia perangkat telekomunikasi asal Tiongkok, untuk memproduksi perangkat Wimax 16e. Ia menyayangkan keputusan pemerintah yang mengharuskan para pemenang lisensi BWA untuk menggelar jaringan Wimax berteknologi nomadik alias fixed atau yang umum dikenal dengan istilah 16d.

“Jika pemerintah bersikeras dengan standar 16d, industri Wimax kita akan terus ketinggalan. Karena tidak ada yang beli, di luar sana semua sudah memakai standar 16e," ujar Sylvia, pekan lalu.

Dengan mengizinkan pemegang lisensi BWA menggunakan perangkat Wimax standar 16e, Sylvia yakin, pemasarannya bisa lancar. Dia juga optimistis target 50 juta pengguna Wimax pada 2015 bisa terwujud. Dengan demikian, para penyedia konten lokal juga bisa bersiap menyediakan konten. “Konten lokal itu termasuk aplikasi, dan bukan hanya hardware atau software saja,” kata dia.

Permintaan yang Fair

Sementara itu, Presdir PT Jasnita Telekomindo Sammy Pangerapan bisa memahami sikap pemerintah yang ngotot menggunakan teknologi Wimax standar 16d. Yakni, alasan memenuhi prasyarat kandungan lokal. “Memenuhi kandungan lokal itu wajib. Itu permintaan yang fair, apalagi populasi Indonesia terbesar keempat di dunia,” ujar Sammy.

Namun demikian, lanjut dia, pemerintah tetap harus mempertimbangkan kemungkinan penggunaan teknologi lain, agar pemegang lisensi BWA tidak merugi dari sisi bisnis di kemudian hari. “Kalau hanya pakai Wimax 16d, itu namanya tidak ada future roadmap buat teknologi ini,” ujar dia.

Sammy juga mengkritisi tentang jatah kanal frekuensi bagi para pemenang tender BWA, yang sebesar 15 MHz. Dengan demikian, kanal ini akan dibagi empat dengan masing-masing kanal sebesar 3,5 MHz dan menyisakan 1MHz sebagai kanal mubazir. Bila kanal frekuensi dibagi menjadi 5MHz, itu akan lebih efisien.

“Teknologi Wimax jilid pertama, yaitu 16d, bisa tetap diaplikasikan. Namun harus ada penambahan kanal sebagai suatu alternatif solusi. Melalui solusi itu, jika ada perubahan teknologi, kami tidak perlu melakukan perubahan total dan menambah investasi,” kata dia.

Sementara itu, perwakilan Konsorsium Wimax Indonesia, Roy Raharja Yamin mengatakan, penggunaan teknologi 16d tidak pernah disebutkan dalam dokumen tender BWA. Meski demikian, dia tak mempersoalkan jika pemenang tender harus menggunakan teknologi standar 16d itu.

“Yang saya pahami di dalam dokumen teknologi yang digunakan itu nomadic atau fix. Tidak disebutkan secara pasti 16d atau 16e. Tetapi spesifikasi teknis yang nomadic atau fix itu memang seolah-olah mengarah ke 16d,” kata Roy.

Saat ini, dia mengakui, belum ada kesepahaman antara pemenang lisensi BWA dan pemerintah untuk membahas persoalan ini. “Semuanya masih wacana, saya kira perlu diagendakan pertemuan lagi untuk membahas persoalan ini,” usulnya.

Kemenkominfo Tetap 16d

Pada prinsipnya, pemerintah telah mengumumkan para pemenang tender BWA. Sebagian pemegang lisensi BWA juga telah melunasi kewajibannya berupa up front fee dan biaya hak penggunaan (BHP) dan ingin segera menggelar jaringan Wimax. Mengenai tuntutan para pemegang lisensi BWA agar pemegang lisensi BWA bisa menggelar jaringan Wimax standar 16e, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) belum mengizinkannya.

“Kami belum bisa memberikan izin penyelenggaraan layanan saat ini karena memang industri perangkat Wimax yang sudah memenuhi syarat dan tersedia sekarang adalah Wimax 16d,” jelas Gatot Dewa Broto.

Gatot menyebutkan, Wimax standar 16e bukannya belum bisa digunakan. Sejak dua tahun lalu, pemerintah telah menyiapkan industri perangkat Wimax dengan standar 16d. “Ini pilihan yang harus diambil. Tidak mungkin kami harus menyenangkan semua pihak,” tegasnya.

Dia menyebutkan, penggelaran WiMax sudah sesuai jadwal, setelah pemenang lisensi BWA mendapatkan ijin prinsip pada Oktober tahun lalu. Perusahaan yang menang tender BWA saat ini masih melakukan persiapan teknis untuk untuk tender perangkat, setelah itu menuju tahapan operasional. Yang terakhir, kata dia, para pemegang tender BWA masih harus mendapat izin penyelenggaraan.

“Kami mendapatkan informasi dua pemenang lisensi BWA sedang ‘ngebut’ mengejar target layanan komersial pada Juni tahun ini. Waktu transisi sebenarnya masih satu tahun, tapi mungkin karena tuntutan mereka ingin mempercepatnya,” kata Gatot. Ia tak menyebutkan siapa dua pemegang lisensi BWA yang ngebut itu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar