BADAN Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menemukan masih ada operator yang mempromosikan gratis SMS lintas operator. Meski demikian, BRTI belum bisa bertindak, kecuali mengkaji kemungkinan penerapan SMS dengan skema interkoneksi.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kabarnya sudah mulai meneliti kasus SMS gratis ini. Oleh karena itu, regulator mengharapkan inisiatif dari operator untuk mematuhi kode etik yang telah disepakati.
“Regulator akan turun tangan jika sudah terjadi market failure,” kata Iwan Krisnadi, anggota BRTI di Jakarta, Rabu (10/3).
Chief Marketing Officer PT Indosat (Indosat) Guntur S Siboro, bahkan menyebutkan sebuah iklan satu halaman penuh dari operator XL di salah satu media nasional. Iklan itu jelas-jelas menyebut promo gratis 100 SMS ke semua operator dan gratis 1 MB data. “Ini yang membuat pusing regulator, karena menyangkut bahasa marketing,” kata Guntur.
Guntur mengatakan, pihaknya sudah pada keputusan untuk mengikuti keputusan regulator. Yakni untuk tetap menggunakan pentarifan SMS menggunakan skema sender keep all (SKA). Artinya, biaya pengiriman SMS seluruhnya diambil operator pengirim, sedangkan operator penerima SMS tidak mendapat bagian sama sekali.
“Kami mengikuti saja keputusan regulator untuk tetap menggunakan skema SKA,” tegas Guntur.
Iwan meminta operator mematuhi kode etik yang sudah disepakati bersama. Kode etik itu telah dirumuskan Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) bersama BRTI pada 12 Februari 2010. Regulator memutuskan para penyelenggara telekomunikasi tidak boleh lagi melakukan promosi tarif gratis layanan telekomunikasi SMS off net melalui media massa.
“Susah untuk berdebat dalam bahasa marketing. Begitu kata ‘gratis’ dilarang, operator menggunakan kata ‘bonus’,” timpal Iwan.
Promo gratis SMS ke semua operator menjadi salah satu trik para operator untuk merebut pelanggan. “Situasi ini tak berbeda dengan price war yang ditabuh oleh operator pada waktu dua atau tiga tahun lalu,” jelas Iwan.
Perang tarif layanan suara yang terjadi pada 2007 berangsur hilang sejak operator besar mulai khawatir kehilangan pelanggan dan memutuskan untuk ikut dalam price war. Price war itu juga telah menyeret keterlibatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Dalam kasus promo SMS gratis ini, lanjut Iwan, KPPU juga telah terpancing untuk mengetahui permasalahannya lebih lanjut. KPPU telah memanggil BRTI dan perwakilan operator untuk mempertanyakan masalah SMS gratis. “Jika dampaknya sudah merusak kompetisi bisnis, regulator akan bertindak,” tegas dia.
Skema Interkoneksi Dikaji
Oleh karena itu, BRTI juga sedang melakukan Regulatory Impact Analysis (RIA) terhadap opsi skema interkoneksi untuk SMS lintas-operator, seperti yang ditawarkan Telkomsel. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui manfaat bagi bisnis, ekonomi, dan sosial dari sebuah regulasi baru.
Skema interkoneksi memberikan kompensasi tarif SMS terhadap beban jaringan yang diterima operator. “Kami masih menghitung cost dan dampak luas apabila skema interkoneksi diterapkan,” kata Iwan.
Dia mengatakan BRTI tidak mau menerapkan aturan yang prematur karena regulator harus berkonsultasi dengan pemangku kepentingan, serta melihat efeknya terhadap konsumen.
Menanggapi kemungkinan pemberlakuan skema interkoneksi, Presiden Direktur PT Smart Telecom (Smart) Sutikno Widjaja mengatakan biaya ritel SMS akan ikut naik. “Karena ada cost yang dikeluarkan operator, maka tarif akan naik,” jelas dia.
Dia mengatakan, skema interkoneksi membutuhkan perangkat untuk mengoperasikan billing system serta investasi lain. Karena itu, skema SKA yang berlaku saat ini masih ideal bagi operator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar