Rabu, 07 Juli 2010

DPR Minta Pemerintah Kaji Wimax Mobile

KOMISI I DPR RI meminta pemerintah segera membuat kajian tentang kemungkinan penggunaan teknologi Wimax mobile (16e). Kajian itu diharapkan bisa menjembatani antara keinginan operator BWA untuk menggelar perangkat Wimax mobile dan aturan Kemenkominfo yang mengharuskan operator BWA menggelar Wimax nomadik (16d).

Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Demokrat Hayono Isman, Ketua Wimax Forum Chapter Indonesia Sylvia W Sumarlin, dan Sekjen Indonesia Wireless Broadband (IdWibb) Sumaryo Bambang Hadi, Selasa (6/7).

Hayono Isman menyerahkan sepenuhnya polemik pemilihan penggunaan teknologi dalam penggelaran jaringan Wimax kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Pemerintah mensyaratkan para pemenang tender broadband wireless access (BWA) menggunakan teknologi Wimax standar 16d (nomadik), sedangkan operator BWA menganggap Wimax 16d telah usang dan kurang menguntungkan. Operator BWA ingin menggelar Wimax mobile (16e).

“Kami menunggu kajian dari BRTI dan Kemenkominfo soal ini. Kalau mereka (Kemenkominfo) bilang, itu sudah mungkin diterapkan, tentu kami akan memberikan dukungan. Syaratnya, Wimax mobile itu telah memenuhi kandungan lokal seperti yang telah dipersyaratkan,” kata Hayono.

Komisi I DPR, kata dia, tidak menginginkan pemerintah bersikap lunak terhadap persoalan kandungan lokal. Berdasarkan aturan yang ditetapkan pemerintah, syarat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk peranti BWA 2.3 GHz ditetapkan minimal 30% untuk perangkat penerima di konsumen (seperti subscriber station/SS dan customer premise equipment/CPE), dan minimal 40% TKDN untuk perangkat base station (BS/stasiun pemancar). Secara bertahap, TKDN harus naik menjadi sekurang-kurangnya 50% dalam waktu lima tahun.

“Kewajiban TKDN adalah wujud keinginan pemerintah menghidupkan industri manufaktur telekomunikasi Indonesia. Tidak mungkin kita jadi penonton terus menerus,” ujar dia.


Tidak Curiga

Namun demikan, dia juga meminta pemenang BWA tidak bersikap curiga terhadap sikap regulator yang masih berkukuh menggunakan teknologi 16d. Keputusan pemerintah tersebut, sambung Hayono, tidak boleh ditafsirkan sebagai anti kemajuan dan perubahan. Sebab, keputusan itu telah mempertimbangkan segala aspek untuk kemajuan kepentingan nasional.

Wimax standar 16d adalah teknologi Wimax nomadik yang memungkinkan pelanggannya hanya bisa mengakses internet dari satu tempat tertentu dan tidak bisa mobile (bergerak dari satu tempat ke tempat lain). Modem penerima akses internetnya pun sebesar piring dan mahal. Sedangkan Wimax standar 16e memungkinkan pelanggannya mengakses internet secara mobile (bergerak) layaknya telepon seluler (ponsel), dengan modem sebesar flashdisk USB.

“Untuk tender BWA tahap pertama memang masih teknologi 16d, karena segmennya untuk internet keluarga atau rumahan. Tapi untuk tahap selanjutnya, mungkin saja digunakan teknologi 16e. Jadi jangan ditafsirkan teknologi 16e itu mesti harus dilarang. Tidak begitu pemikirannya,” kata mantan Menpora itu.


Di Luar Pakai 16e

Sementara itu, Sylvia W Sumarlin menyayangkan keputusan pemerintah yang mengharuskan para pemenang lisensi BWA untuk menggelar jaringan Wimax standar 16d atau nomadik. “Jika pemerintah bersikeras dengan standar 16d, industri Wimax kita akan terus ketinggalan. Karena tidak ada yang beli, di luar sana semua sudah memakai standar 16e," ujar Sylvia.

Dengan mengizinkan operator BWA menggunakan perangkat Wimax standar 16e, Sylvia yakin, pemasarannya bisa lancar. Dia juga optimistis target 50 juta pengguna Wimax pada 2015 bisa terwujud. Dengan demikian, para penyedia konten lokal juga bisa bersiap menyediakan konten. “Konten lokal itu termasuk aplikasi, dan bukan hanya hardware atau software saja,” kata Sylvia

Putri mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin itu mengatakan, jika pengguna Wimax terus meningkat, otomatis mampu merangsang tumbuhnya industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam negeri melalui penerapan e-learning, e-government, e-business, dan e-payment.

Teknologi Wimax juga mampu menggerakkan ekonomi daerah yang minim infrastruktur dengan tersedianya layanan komunikasi yang luas dan murah. Di sisi lain, kata dia, teknologi ini mampu menekan biaya pembangunan infrastruktur dengan penerapan teknologi nirkabel.

Sylvia juga menegaskan, bagi operator telekomunikasi, keuntungan yang diperoleh dengan teknologi Wimax membantu mengurangi belanja modal per pelanggan, karena perangkat intalasi Wimax pada pelanggan lebih sederhana.

“Operator mampu mengurangi biaya operasional dengan penghematan mencapai 41% dari koneksi kabel, dan mampu mengurangi keluhan pelanggan sebab Wimax merupakan koneksi yang lebih stabil dan cepat,” kata dia.

Selain itu, operator akan mampu memberikan layanan yang terdiferensiasi seperti VoIP, video conference, mobile TV dan lainnya, serta memiliki pasar lebih luas seperti daerah terpencil dan perkotaan.

Pendapat senada pernah diungkapkan Managing Director Intel untuk Program Wimax di Asia Tenggara Werner Sutanto bahwa penggunaan Wimax mobile akan memberikan potensi domestik yang besar dan membuka pasar ekspor. "Kalau pemerintah mendorong Wimax 16e, kita bisa ekspor. Sedangkan 16d hanya Indonesia saja yang menggunakan," kata Werner Sutanto.

Saat ini Wimax 16e untuk kanal 2,3 GHz sangat populer di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Perangkat ini didukung secara luas oleh vendor-vendor utama. Populasi di Asia Selatan (India) ditambah Asia Tenggara mencapai 1,9 miliar sehingga menjadi potensi pasar besar bagi para produsen perangkat Wimax lokal.

Indonesia, kata Werner, kini memiliki dua perusahaan nasional yang memproduksi perangkat Wimax standar 16e. Yakni, PT Panggung Elektronik (produsen JVC dan Akira) dan PT Darma Persada (Xirka), yang masing-masing menggandeng vendor dari Korea Selatan (Saewon) dan Tiongkok (Huawei). “’'Perkawinan' antara perusahaan lokal dan luar ini patut didorong untuk mengembangkan perangkat wimax 16e, karena kalau harus memulai dari nol akan sangat lama," kata Werner.

Selain itu, lanjut Werner, produsen Wimax lokal juga telah berani menerapkan harga yang bersaing dengan produk luar negeri. Produsen Wimax lokal mampu memproduksi perangkat CPE untuk 16e dengan biaya produksi hanya US$50 dibandingkan produk CPE untuk Wimax 16d buatan lokal yang US$370.

"Hal ini seharusnya didukung pemerintah. Yakni, dengan memberikan saluran kanal bandwidth 5Mhz dan 10 Mhz untuk penerapan 16e. Indonesia saat ini memberlakukan 16d dengan kanal bandwidth 3,5 Mhz dan 7 Mhz. Selain itu pemerintah harus melepas sisa kanal sebesar 60 Mhz berdasarkan kebijakkan teknologi netral," kata Werner.

Beberapa waktu lalu, sejumlah perusahaan lokal menandatangani Piagam Kesiapan Industri Dalam Negeri untuk mendukung implementasi Wimax 16e. Ada delapan perusahaan dan dua asosiasi industri telematika ikut menandatangani piagam itu dalam acara yang digelar Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel), Kadin Indonesia, Intel, Id-WiBB, serta WiMax Forum cabang Indonesia.

Dua asosiasi dan delapan perusahaan itu adalah Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo), Asosiasi Piranti Lunak Indonesia (Aspiluki), PT Panggung Electric Citrabuana, Olex Cables Indonesia, Gema Teknologi Indonesia, Berca Cakra Teknologi, Xirca Darma Persada, Realta Chakradarma, Jetcoms Netindo, dan PT Len Industri (Persero).

Dukung Dirjen Postel

Sementara itu, IdWibb mendukung keinginan Plt Dirjen Postel Kemenkominfo Muhammad Budi Setiawan untuk mengizinkan penggunaan teknologi Wimax 16e. “Kami menyambut baik isyarat Dirjen Postel untuk membuka kesempatan penggunaan teknologi 16e. Sekarang, kami menunggu langkah konkret pemerintah,” kata Sumaryo Bambang Hadi, sekjen IdWibb.

Sumaryo berharap Dirjen Postel segera mengeluarkan surat keputusan tentang persyaratan teknis penggunaan teknologi Wimax standar 16e supaya manufaktur lokal dapat mempersiapkan diri, termasuk syarat dan komposisi TKDN.

Dia mengatakan, urgensi penggunaan teknologi 16e terlihat dari sisi teknis dan kondisi di pasar Indonesia. “Dari sisi teknis, teknologi 16d yang kini dipakai memiliki keterbatasan dalam mobilitas dan hampir tidak mungkin diproduksi secara massal. Penggunaan 16d menyebabkan pasar sudah teredukasi dengan mobilitas dan keterjangkauan harga perangkat dan layanan yang disuguhkan operator 3G selama ini,” jelas Sumaryo.

Selain itu, IdWibb juga meminta pemerintah memberikan perlakuan yang adil kepada operator BWA serta mendukung percepatan implementasinya di Indonesia. “Selama pemerintah memberikan equal treatment kepada pemain Wimax layaknya kepada pemain 3G, industri ini pasti dapat bersaing,” kata dia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar