Selasa, 13 Juli 2010

OPERATOR BWA TAK BISA GUNAKAN WIMAX MOBILE

Dirut Telkom: Itu Merugikan Negara

PT TELEKOMUNIKASI Indonesia Tbk (Telkom) akan melayangkan protes kepada Kemenkominfo jika operator BWA dibolehkan menggunakan teknologi Wimax mobile atau standar 16e. Hal itu tak sesuai ketentuan tender yang disyaratkan sehingga berpotensi merugikan negara.

Demikian ditegaskan Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah di Jakarta, akhir pekan lalu. Penegasan ini menjadi jawaban atas keinginan sebagian besar operator BWA untuk menggunakan teknologi Wimax standar 16e, yang juga mendapat angin segar dari Plt Dirjen Postel Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Muhammad Budi Setiawan.

Telkom adalah salah satu pemenang tender broadband wireless access (BWA) pada frekuensi 2,3 GHz untuk lima zona. Rinaldi mengatakan, dalam proses tender tahun lalu, salah satu syarat dan ketentuan tender adalah penggunaan teknologi Wimax standar 16d. Meski dalam aturan tidak langsung menyebutkan spesifikasi teknologi Wimax standar 16d, tapi arahnya adalah Wimax nomadik.

Atas dasar itu, Telkom melakukan perhitungan yang kemudian dituangkan saat mengajukan penawaran. “Beda teknologi, beda pula harga penawaran yang kami ajukan. Kalau Kemenkominfo mengizinkan pemegang lisensi BWA menggunakan Wimax 16e, kami akan pertanyakan. Kami akan protes,” kata Rinaldi.

Selain itu, lanjut Rinaldi, dalam proposal tender yang diajukan Telkom tidak hanya memperhitungkan harga frekuensi (dalam bentuk up front fee dan biaya hak penggunaan frekuensi/BHP), tapi juga memperhitungkan harga perangkat teknologi Wimax generasi 16d, dan kelayakan bisnisnya.

Jika kemudian pemenang tender boleh menggunakan teknologi Wimax 16e, lanjut Rinaldi, syarat dan ketentuan tender BWA sebelumnya harus direvisi kembali. “Kalau dari awal disebutkan boleh menggunakan teknologi Wimax 16e, harga penawaran kami jelas berbeda dan akan lebih tinggi. Kalau 16e ini tetap dipaksakan, itu berarti merugikan negara,” kata Rinaldi.

Menurut Rinaldi, regulator harus tegas karena hal ini menyangkut kepastian investasi. Telkom protes bukan karena ingin membatasi penggunaan teknologi, melainkan kepatuhan pada regulasi. “Ini ibarat lisensi di GSM. Kami kan punya lisensi di frekuensi 1800 MHz. Sebenarnya kami bisa langsung gunakan untuk menggelar teknologi 3G. Tapi ini tidak boleh, karena harus tender lagi, dan harus bayar biaya frekuensi juga,” kata dia.

Kalah Populer

Rinaldi menjelaskan, teknologi Wimax standar 16d pada prinsipnya merupakan kompelenter dari teknologi koneksi internet melalui kabel (wireline). Sedangkan Wimax standar 16e merupakan komplementer dari teknologi seluler (GSM maupun CDMA). Oleh karena itu, harga dari kedua teknologi (Wimax 16d dan 16e) itu berbeda, begitu juga dengan harga frekuensinya.

"Memang Wimax 16d bisa dipakai, tapi akan kalah populer dibanding Wimax mobile (16e)," kata Rinaldi.

Oleh karena itu, lanjut Rinaldi, penolakan Telkom terhadap keinginan beberapa operator BWA dan Dirjen Postel mengizinkan operator BWA menggunakan teknologi Wimax 16e bukan karena Telkom takut bersaing. “Sekarang, apa kelebihan Wimax dibanding teknologi yang lain?” tanya Rinaldi.

Wimax itu teknologi baru di Indonesia, juga di dunia. Belum semua komputer yang ada saat ini dilengkapi perangkat penerima Wimax. Selain itu, untuk memanfaatkan Wimax secara optimal harus ada layanan value added (VAS) yang akan dijalankan di atas Wimax. Layanan VAS itu sekarang belum ada.

“Jadi, saya rasa ke depan, Wimax belum akan menjadi tren. Apa bedanya dengan Flash Telkomsel dan Speedy Telkom," kata dia.

Rinaldi memandang keberadaan Wimax dalam kompetisi layanan internet nirkabel sebetulnya bukan sebagai pesaing melainkan komplementer (saling melengkapi). "Teknologi kabel dan nirkabel (wireless) itu komplementer, tidak saling membunuh,” kata dia.

Apalagi, lanjut dia, sampai saat ini teknologi Wimax belum bisa mendukung layanan suara. Sedangkan Telkom memiliki layanan data kabel (Speedy) dan nirkabel (FlexiNet dan Flash), yang bisa digunakan juga untuk komunikasi suara. “Jadi, kenapa kami harus takut bersaing,” kata dia.

Guna meningkatkan kualitas layanan data, lanjut Rinaldi, Telkom juga tengah mengganti seluruh jaringan kabel tembaga dengan jaringan kabel serat optik. Proyek jangka panjang senilai Rp 3,5 triliun ini tengah dikerjakan PT Inti (Persero). “Ini bisa memakan waktu hingga 10 tahun,” kata dia.

Selain itu, lanjut dia, Telkom yang menargetkan dua juta pelanggan Speedy pada akhir tahun ini juga telah meningkatkan kecepatan akses internet Speedy. “Sekarang, kalau kami tawarkan kecepatan 512 Kbps, pelanggan pasti akan dapatkan segitu. Bukan lagi up to 512 Kbps,” kata dia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar