Senin, 28 Juni 2010

BSA Soroti Perusahaan Besar Pembajak Software

BUSINESS Software Alliance (BSA) terus menyoroti penggunaan piranti lunak (software) ilegal yang dilakukan sejumlah perusahaan besar di Indonesia. Edukasi terhadap pentingnya software berlisensi masih menjadi misi perwakilan perusahaan pengembang software dunia ini di Indonesia.

“Kami sebenarnya tidak menginginkan adanya tindakan seperti sweeping di perusahaan yang ketahuan menggunakan software bajakan. Kami masih akan mengupayakan edukasi untuk memberi kesadaran akan pentingnya penggunaan lisensi pada software,” kata Kepala Perwakilan BSA di Indonesia Donny A Sheyoputra di Jakarta, Senin (21/6).

Tindakan seperti razia menjadi salah satu jurus terakhir yang digunakan BSA untuk melindungi sekitar 80 perusahaan software global yang menjadi anggotanya. Beberapa nama yang menjadi anggota BSA di antaranya Microsoft, Adobe, Corel, hingga Symantec. Sedangkan pemain software lokal yang menjadi anggota BSA sebanyak delapan perusahaan, antara lain Zahir, Bambu Media, Andal, dan Pesona Edu.

Baru-baru ini, BSA bersama kepolisian telah merazia penggunaan piranti lunak tanpa lisensi di lima kota, yaitu Palembang, Bali, Yogyakarta, Malang, dan Jakarta. Hasil razia itu akan diumumkan pada akhir bulan ini juga.

Donny mengungkapkan, beberapa di antara perusahaan tersebut merupakan pemain besar di industri properti dan jaringan perhotelan internasional. “Perusahaan-perusahaan tersebut sama-sama memanfaatkan software tanpa lisensi untuk meraup keuntungan,” jelas dia.

Donny menegaskan, razia penggunaan software di perusahana-perusahaan itu merupakan kewenangan aparat, dan BSA tidak ikut-ikutan. Namun, BSA ikut dalam pemaparan hasil razia kepolisian itu. Ini merupakan jalan terakhir dari proses edukasi kepada publik demi memberikan kesadaran tentang pentingnya menghargai hak dan kekayaan intelektual (Haki).

“BSA tidak bisa fokus memerangi sumbernya, tetapi kami lebih fokus terhadap tindakan ke perusahaan besar yang menggunakan software bajakan,” tegasnya.

Indonesia masih menjadi sorotan dunia dengan tingginya tingkat pembajakan berbagai produk dan lemahnya kesadaran masyarakat terhadap Haki. Penelitian firma riset International Data Corporation (IDC) yang didukung BSA mencatat tingkat instalasi software ilegal di Indonesia pada 2009 mencapai 86% dengan nilai kerugian mencapai US$886 juta. Tingkat pembajakan ini meningkat 1% dibanding tahun sebelumnya.

Tingginya penetrasi komputer (PC) dianggap sebagai salah satu penyebab meningkatnya angka pembajakan software di Indonesia. Pembajakan software ini mencakup sistem operasi, software sistem, dan software aplikasi pada PC konsumer maupun korporat.

“Penetrasi PC di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Semakin banyak PC terjual, semakin meningkat kebutuhan software, dan ini menjadi peluang untuk pembajakan” kata Donny.

Total pengapalan PC di Indonesia pada 2009 mencapai 3,3 juta unit. Jumlah ini mengalami peningkatan 72% dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 2,4 juta unit.

Baru-baru ini, IDC juga memprediksi pengapalan PC di Indonesia pada 2010 akan melonjak menjadi 5,1 juta unit. Meskipun tingkat pembajakan menurun, nilai bisnis ilegal tersebut dapat terus meningkat.

Saat ini, sebagian besar masyarakat masih menganggap software sebagai pengeluaran, bukan sebagai aset pendukung produktivitas. “Pemerintah harus memberi contoh kepada masyarakat, salah satunya dengan melakukan legalisasi penggunaan software berlisensi secara bertahap,” saran Donny.

Dalam kesempatan terpisah, Staf Ahli bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) Engkos Koswara mengungkapkan kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa masyarakat, termasuk sektor publik, belum menganggap software sebagai aset.

“Kenyataan yang kami temukan di lapangan menunjukkan banyak pemda yang menganggarkan belanja hardware, tetapi tidak menganggarkan belanja software. Itu artinya ada pembajakan software,” papar Engkos Koswara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar