Selasa, 29 Juni 2010

First Media Gelar Wimax 4G

MASYARAKAT di kawasan Jadebotabek dan Banten tak lama lagi akan menikmati akses internet berkecepatan. PT First Media Tbk, perusahaan dalam payung Group Lippo, mulai membangun jaringan internet kecepatan tinggi berteknologi Wimax generasi keempat (4G) dengan investasi US$ 350 juta atau sekitar Rp 3,2 triliun.

First Media adalah pemegang lisensi Broadband Wireless Access (BWA) untuk zona Jadebotabek dan Banten, serta zona Aceh dan Sumatera bagian Utara. Untuk mendapatkan lisensi di dua zona itu, perusahaan ini telah membayar kewajiban berupa upfront fee dan biaya hak penggunaan (BHP) kepada pemerintah sekitar Rp 236 miliar. Kini, operator BWA itu mulai mengimplementasikan Wimax 4G di dua zona itu sebagai tahap uji coba.

Dirjen Postel Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Muhammad Budi Setiawan menilai, jaringan Wimax yang digelar First Media telah memenuhi syarat, termauk syarat penggunaan perangkat Wimax dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimum sebesar 35%.

“Kami juga sudah melakukan uji laik operasi (ULO) dua minggu yang lalu dan berharap Sitra cepat mengejar implementasinya di zona 1,” kata Muhammad Budi Setiawan di Karawaci, Banten, Senin (28/6).

Lampu hijau dari Dirjen Postel Kemenkominfo itu membuat Presiden Direktur First Media Hengkie Liwanto makin bersemangat untuk segera menghadirkan layanan akses internet berkecepatan tinggi kepada masyarakat, terutama di dua wilayah ‘kekuasaan’ First Media itu, yakni zona Jadebotabek dan Banten, serta zona Aceh dan Sumatera bagian utara. Produk layanan data berkecepatan tinggi yang ditawarkan First Media itu adalah Sitra.

“Secara populasi, di dua zona itu ada 41 juta penduduk. Dan, kami berkomintmen untuk menghadirkan layanan internet yang terjangkau bagi masyarakat,” kata Hengkie Liwanto.

Layanan akses internet kecepatan tinggi tersebut menggunakan teknologi Wimax 16d, seperti yang disaratkan pemerintah. Yakni, menggunakan perangkat Wimax yang memenuhi kandungan lokal 35%. Perangkat jaringan yang digunakan akan produk buatan lokal, PT Teknologi Riset Group (TRG).

Selain menggunakan perangkat Wimax buatan TRG, First Media juga mengandalkan infrastruktur jaringan serat optik miliknya yang sudah membentang sepanjang 5.000 kilometer (km), yang menghubungkan 600 titik penghubung (node) dengan point of presence (PoP).

Wimax, menurut Hengkie, telah terbukti kesuksesannya di banyak negara. Ini berbeda dengan teknologi 4G GSM atau yang dikenal dengan Long Term Evolution (LTE) yang hingga kini masih wacana. “Kalaupun jadi, LTE dikomersialkan paling cepat tiga tahun lagi. Dan kami bangga menghadirkan teknologi Wimax pertama di Indonesia,” kata dia.

Target 1 Juta Pelanggan

Hengkie mengatakan, sebagai operator Wimax 4G pertama, First Media ingin mengikuti sukses operator Wimax di Amerika Serikat (AS), yakni Clearwire. “Jika di Amerika, Clearwire bisa menjaring satu juta pelanggan dalam 18 bulan, tapi kami ingin lebih dari itu,” kata Hengkie.

Mendengar target itu, Presiden Sitra Kumaran Singaram mengerutkan dahi. Namun Kumaran menjelaskan bahwa ia amat optimistis dalam tahun pertama, Sitra bisa mengakuisisi 100-150 ribu pelanggan dengan komposisi 80% pelanggan di zona Jadebotabek dan Banten, serta 20% di zona Aceh dan Sumatera bagian Utara. Target tersebut akan terus ditingkatkan menjadi 500 ribu pelanggan dalam tiga tahun hingga 1 juta pelanggan Sitra pada tahun 2015.

“Untuk penggelaran tiga bulan pertama, kami masih akan fokus di wilayah Jabodetabek,” kata Singaram. Sitra akan meluncurkan layanannya di zona 1 menjelang akhir tahun ini.

“Kami mengincar segmen pasar dari kalangan pelajar, consumer, serta small-medium business (SMB),” kata Singaram. Sitra mengklaim tarif maksimum untuk layanan Wimax produknya hanya mencapai Rp400 ribu/bulan.

“Optimalisasi pasar dapat dicapai jika harga bisa terjangkau. Saat ini, biaya untuk membangun infrastruktur Wimax masih sangat tinggi, tapi kami tetap akan memberikan harga konsumen di bawah rata-rata tarif broadband,” kata Hengki.

First Media berharap Sitra dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada perseroan. Perseroan menargetkan meraup pendapatan Rp900 miliar-1 triliun pada tahun ini. Target tersebut meningkat sekitar 15% dari pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp720 miliar. Hingga Mei 2010, First Media telah melayani sekitar 300 ribu pelanggan yang mencakup 60% pelanggan internet kabel dan 30% pelanggan televisi berbayar.

Bangun Pasar Wimax

Hengki menjelaskan potensi pasar bisnis Wimax masih sangat prematur karena di Indonesia belum ada pemain yang berani meluncurkan layanan berkecepatan unduh maksimum 144 Mbps tersebut. Dukungan ekosistem Wimax seperti infrastruktur jaringan hingga perangkat untuk pengguna layanan masih minim.

Meskipun demikian, dia menganggap layanan ini cukup menggiurkan mengingat potensi pasar yang dapat dirambah masih sangat besar. Data yang dikutip dari International Telecommunication Union (ITU) mencatat penetrasi internet di Indonesia baru mencapai 13% dari 240 juta populasi, atau sekitar 30 juta pengguna. Dari 30 juta pengguna tersebut, hanya sekitar 4 juta pengguna yang kebagian akses internet berkecepatan tinggi.

Sekjen Masyarakat Telematika (Mstel) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengatakan langkah pionir First Media dapat dijadikan acuan kepada pemerintah untuk memberikan peluang teknologi selanjutnya yaitu 16e (Wimax Mobile).

“First Media sudah menunjukkan komitmennya kepada pemerintah dengan implementasi layanan Wimax 16d. Apa yang dilakukan perusahaan ini dapat dijadikan best practice bagi pemerintah untuk mencapai sebuah win-win solution,” papar Mas Wigrantoro.

Dia mengatakan, bisnis layanan data dengan teknologi 16d atau fixed Wimax dapat berjalan optimal bila dikombinasikan dengan layanan mobile 16e. “Operator dapat memenuhi kebutuhan pasar yang menginginkan layanan fixed maupun permintaan dari pasar yang membutuhkan layanan data bergerak,” jelas dia.

Selama ini, kebutuhan layanan data bergerak masih dipenuhi oleh para operator seluler yang mulai mempersiapkan diri menyongsong teknologi teknologi long term evolution (LTE). Ketua Komite Tetap bidang Teknologi dan Informasi (TI) Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Sylvia Sumarlin mengatakan layanan Wimax dapat berjalan beriringan dengan LTE di masa datang.

“Wimax mempunyai keandalan dalam menghantar data karena spektrumnya hanya digunakan untuk melakukan transfer Internet Protocol (IP), berbeda denga LTE yang landasan teknologinya berangkat dari voice dengan penyepurnaan untuk akses data,” jelas Sylvia. Selain itu, landasan arsitektur Wimax memiliki fitur dasar yang terbuka, sehingga teknologi ini dapat dikembangkan oleh siapapun.

Sylvia berharap pemerintah menetapkan netralitas penggunaan teknologi 16d dan 16e dengan tetap mementingkan unsur TKDN. “Kalau pemerintah memegang prinsip technology neutral, industri Wimax bisa menjadi raja di negeri sendiri,” tegasnya.

Hengki juga mengungkapkan keinginan pihaknya untuk mengimplementasi teknologi 16e untuk memaksimalkan penggunaan teknologi Wimax di Indonesia.

Wimax Masih Tersendat

Pasca penggelaran tender BWA Wimax untuk frekuensi 2,3 GHz tahun lalu, pemerintah cukup menaruh harapan terhadap kelima operator pemenang untuk meningkatkan peentrasi internet di Indonesia.

Akhir Juni 2010, First Media mengambil langkah cepat dengan melakukan komersialisasi layanan Wimax yang pertama di Indonesia. “Regulator memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung implementasi Wimax di Indonesia,” papar Singaram.

Namun, penggelaran layanan berbasis tetap dengan sertifikasi 16d ini tidak berjalan mulus. Dari delapan pemegang lisensi, Kemenkominfo telah mencoret tiga pemain, yaitu PT Internux, Konsorsium WTU, Konsorsium PT Comtronics Systems dan PT Adiwarta Perdania serta Konsorsium PT Konsorsium Wireless Telecom Universal (WTU) karena menunggak kewajibannya.

Akibatnya, pemerintah ‘terpaksa’ melakukan tender ulang untuk tujuh zona yang ditinggal pemiliknya. Pemerintah akan membuka lelang untuk zona 4 (Jabodetabek dan Banten), zona 5 (Jawa barat minus Botabek), zona 6 (Jawa bagian Tengah), zona 7 (Jawa bagian Timur), zona 9 (Papua), zona 10 (Maluku dan Maluku Utara), serta zona 15 (Kepulauan Riau termasuk Batam dan Bintan).

Setelah First Media meluncurkan Sitra, beberapa operator masih belum berani meluncurkan layanannya. “Karena ini akan menjadi layanan jangka panjang, kami masih perlu mempertimbangkan beberapa hal terkait implementasi Wimax,” kata Vice President Public & Marketing Communication PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom).

Saat ini, Telkom masih memetakan pasar Wimax untuk dapat berjalan beriringan dengan produk layanan data kabel lainnya, yaitu Speedy. “Kami juga belum mengajukan ULO karena masih harus melakukan crosscheck untuk semua hal,” tambah Eddy.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar