Selasa, 22 Juni 2010

Retender BWA, DPR Minta Kemenkominfo Cermat

DPR RI meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) lebih selektif dalam menentukan pemenang tender ulang Broadband Wireless Access (BWA) pita 2,3 GHz. Dengan demikian, komersialisasi jaringan Wimax di Indonesia diharapkan dapat terealisasi tepat waktu.

Demikian dikatakan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Jeffrie Geovanie dalam wawancara dengan Investor Daily belum lama ini.

Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan, meski ada pemenang tender BWA yang dibatalkan, pemerintah tetap yakin, layanan BWA pada pita frekuensi 2,3 GHz akan memasuki tahap komersialisasi pada tahun ini.

“Dalam izin yang mereka pegang, ada ketentuan waktu penggelaran layanan,” kata Gatot kepada Investor Daily, belum lama ini.

Dia menjelaskan, hingga saat ini, pemegang lisensi BWA ita 2,3 GHz yang sudah siap menggelar layanan BWA adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Indosat Mega Media (IM2), dan PT First Media.

Regulasi Tender BWA

Sementara itu, mengenai tender ulang atas lisensi BWA yang diambil kembali oleh pemerintah, menurut Gatot, juga sedang disiapkan. Pasca pencabutan lisensi BWA itu, regulator segera menyusun aturan-aturan tender yang tertuang dalam peraturan menteri (permen).

“Regulasi mulai kami susun, dan saya yakin proses retender akan lebih cepat dari masa lalu. Juni ini baru kick-off rencana retender,” kata Gatot.

Pernyataan Gatot ini sekaligus menegaskan tentang pastinya pencabutan izin lisensi BWA pita 2,3 GHz yang dipegang PT Internux, Konsorsium PT Comtronics dan PT Adiwarta Perdania, serta Konsorsium Wireless Telecom Universal (WTU). Setelah pencabutan izin, pemerintah kini melangkah pada tahap selanjutnya, yakni penyusunan regulasi berupa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo).

Jika aturan Permenkominfo itu rampung, kata Gatot, pemerintah akan beranjak ke penyusunan personil tim panitia lelang dan seleksi dokumen. Sebagai gambaran, saat tender BWA pada tahun lalu, pemerintah membutuhkan waktu sekitar enam bulan sejak permen dan keputusan menteri disahkan. “Dulu, permen keluar pada Januari 2009 dan lelang baru dilaksanakan pada Juli 2010,” kata Gatot.

Setelah regulasi tender ulang rampung, pemerintah akan menyusun tim lelang serta menyeleksi dokumen peserta lelang. “Untuk besaran harga dasar (reserved price) lisensi pada zona-zona yang tersedia akan kami bicarakan dengan Kementerian Keuangan. Sebab ini terkait dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP),” jelas Gatot.

Sedangkan sejumlah operator yang telah mengantungi lisensi BWA pita 2,3 GHz, seperti Telkom, IM2 dan First Media, menurut Gatot, akan mendapat hak istimewa (privilege). "Tetap akan ada privilege untuk mereka. Jangan sampai mereka memegang lisensi tapi tidak ada eksekusi. Jadi intinya operator yang telah mengkomersialisasi hal ini tetap jalan," katanya.

Azas Kehati-hatian

Anggota Komisi I DPR Jeffrie Geovanie meminta Kemenkominfo mempertimbangkan aspek kemampuan finansial di samping aspek teknis dalam menentukan pemenang tender. Kehati-hatian dalam memilih pemenang tersebut bertujuan untuk menghindari kejadian gagal bayar (default) agar tidak terulang lagi.

Pada tender tahun lalu, ada 30 lisensi BWA yang dimenangi delapan perusahaan. Tiga perusahaan akhirnya tidak bisa melunasi kewajibannya tepat waktu sehingga izin lisensi BWA itu dicabut. Ketiga pemenang tender lisensinya diambil lagi oleh pemerintah adalah PT Internux, Konsorsium PT Comtronics dan PT Adiwarta Perdania, serta Konsorsium Wireless Telecom Universal (WTU). Bahkan, Konsorsium Comtronics mengundurkan diri sebelum batas waktu pembayaran berakhir.

Zona yang ditinggalkan tiga pemenang tender itu adalah zona 4 (Jabodetabek dan Banten), zona 5 (Jawa Barat minus Botabek), zona 6 (Jawa bagian Tengah), zona 7 (Jawa bagian Timur), zona 9 (Papua), zona 10 (Maluku dan Maluku Utara), serta zona 15 (Kepulauan Riau termasuk Batam dan Bintan).

Kejadian ini menimbulkan dugaan ketidakcermatan pemerintah dalam menentukan pemenang tender. Selain itu, sikap para pemenang tender dianggap meremehkan ketentuan yang digariskan regulator.

“Kalau terjadi kegagalan lagi, kerugian tidak hanya menimpa perusahaan pemenang dan pemerintah, tapi juga masyarakat yang menginginkan layanan internet murah,” kata Jeffrie.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar