Kamis, 05 Agustus 2010

Perusahaan Asing Juga Gunakan Software Bajakan

INDONESIA masih menjadi surga distribusi piranti lunak (software) ilegal yang dikonsumsi konsumen maupun perusahaan komersial. Lemahnya penegakan hukum menjadi salah satu penyebab meningkatnya penggunaan software bajakan menjadi 86%.

Bahkan, perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia juga ikut-ikutan menggunakan software ilegal. Untuk itu, sebanyak 50 perusahaan afiliasi Amerika Serikat (AS) di Tanah Air dari beragam industri mendapat edukasi tentang pentingnya menggunakan software legal.

Keprihatinan ini disampaikan Juru Bicara Business Software Alliance (BSA) Donny Sheyouputra, Direktur PT Andal Software Indra Sosrodjojo, dan Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaaan Intelektual (AKHKI) Justisiari Perdana Kusumah. Mereka dihubungi dalam kesempatan terpisah di Jakarta, Rabu (5/8).

"Kami menemukan beberapa perusahaan multinasional yang menggunakan software tanpa lisensi. Padahal di negara-negara lain, mereka sangat patuh terhadap aturan," kata Donny. Namun, ia tidak menyebutkan nama-nama perusahaan asing yang nakal itu.

Donny mengatakan, lemahnya penegakan hukum di Indonesia menjadikan utilisasi software bajakan menjamur di kalangan dunia usaha. Delik aduan yang menjadi tumpuan untuk menindak tegas perusahaan pengguna software ilegal dianggap tidak cukup efektif.

"Proses hukum baru akan berjalan jika ada laporan aduan dari penggugat. Hal ini sangat menyulitkan vendor-vendor global yang tidak memiliki kantor perwakilan di Indonesia," kata Donny. BSA kini mewakili sekitar 30 vendor software global maupun lokal.

Selain itu, pertumbuhan penjualan komputer (PC) juga berpengaruh terhadap peningkatan distribusi software bajakan. Sedangkan tingkat pembajakan peranti lunak PC di Indonesia saat ini naik satu poin menjadi 86% dengan tingkat kerugian mencapai US$ 886 juta.

Tahun ini, International Data Corporation (IDC) memperkirakan, jumlah pengapalan PC ke Indonesia mencapai 5,1 juta unit atau meningkat 53% dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 3,3 juta unit. Artinya, sebanyak 4,4 juta unit PC diperkirakan bakal menggunakan software ilegal.

"Angka ini akan terus meningkat kecuali pemerintah Indonesia mengambil tindakan serius untuk mengatasi masalah ini," kata Donny.

Upaya-upaya edukasi untuk menekan penyebaran software ilegal juga tengah digalakkan pihak berwajib serta BSA. Saat ini, kedua pihak telah menjalin kerja sama memberantas distribusi software ilegal di sejumlah daerah, seperti Polda Jawa Timur, Banten, Kepulauan Riau, serta Bali.

"Kami akan terus meningkatkan kemampuan anggota kami agar bisa lebih baik dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan software tanpa lisensi," kata AKBP Rusharyanto, penyidik madya unit I Indag Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.

Dia menilai setiap tindakan tegas terhadap para pelanggar hak cipta harus dilihat sebagai usaha serius pemerintah Indonesia dalam melindungi kekayaan intelektual. Untuk, itu setiap perusahaan perlu memiliki kebijakan teknologi dan informasi (TI) yang kuat dan memastikan penggunaan teknologi yang berlisensi.

Kesadaran Dunia Usaha

Sementara itu, Ketua AKHKI Justisiari Perdana Kusumah prihatin dengan masih tingginya angka pembajakan software di Tanah Air. Penegakan hukum tidak cukup untuk menekan angka penggunaan software ilegal. Dunia usaha juga perlu disadarkan tentang pentingnya menghormati hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Industri kreatif merupakan salah satu pilar penting untuk melakukan perbaikan kesejahteraan dan peningkatan perekonomian nasional.

“Jadi tidak benar, kalau perlindungan HAKI semata-mata kepentingan sebagian orang atau negara maju belaka. Ini juga menyangkut kepentingan negara berkembang seperti Indonesia,” kata Justisiari, belum lama ini.

HAKI adalah suatu hak milik yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sejajar dengan hak milik pada benda-benda berwujud. Budaya menghargai HAKI, kata dia, harus dibangun dari sekolah dengan menanamkan character building bagi para pelajar oleh para pendidik.

“Akan tetapi upaya itu saja belum cukup. Para pemangku kepentingan seperti pemilik hak, lembaga swadaya, konsultan HAKI dan pemerintah harus bahu-membahu dan sinerji dalam mensosialisasikan dan mengedukasi HKI bagi setiap kalangan dan golongan masyarakat,” jelasnya.

Sementara itu, Indra Sosrodjojo mengatakan, jika pembajakan software bisa ditekan, peluang perusahaan software lokal untuk berkembang pesat bisa terbuka lebar. Pengembangan industri software di Tanah Air memerlukan dukungan pemerintah. Upaya ini diperlukan karena jumlah pembajakan yang cukup besar sehingga tidak ada lagi insentif untuk membuat software.

“Banyak memang yang berargumentasi, dengan banyaknya bajakan maka harga software menjadi murah dan memberi kesempatan bagi para pelaku TI untuk belajar. Pertanyaan berikutnya, kalau sudah dapat membuat program, bagaimana cara menjualnya ? karena harga software yang begitu murah, tidak ada lagi gairah atau insentif yang didapatkan dalam membuat software tersebut,” kata Indra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar